A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

Emmy Hafild




Nama :
Nurul Almy Hafild

Lahir :
Petumbukan, Sumatra Utara, 3 April 1958

Agama :
Islam

Pendidikan :
- SD di Petumbukan, Sumatera Utara
- SMP di Petumbukan, Sumatera Utara
- SMA di Jakarta
- Institut Pertanian Bogor (1982)
- Master dalam bidang Ilmu Lingkungan, Universitas Wisconsin, Madison,
Amerika Serikat (1994)


Karir :
Koordinator Program Lapangan, Yayasan Indonesia Hijau (1982-1984)
- Koordinator Sekretariat Kerjasama Kelestarian Hutan Indonesia(Skephi), (1984-1988)
- Koordinator Program untuk isu-isu khusus €œWalhi and Friends of The
Earth Indonesia€ (1982-1995)
- Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), (1996-1999)
- Direktur Walhi (1999-sekarang)


Keluarga :
Suami : Hendra P.W. Dharsono Anak : 1. Arista Hafilda Rahmasari 2. Radinka Aleyma Rahmasari

Alamat Kantor :
Jalan Tegal Parang Utara No. 14, Mampang, Jakarta Selatan Telepon (021) 7941672 Fax. (021) 7941673

 

Emmy Hafild


PENGALAMAN adalah guru yang baik. Setidaknya bagi Emmy Hafild. Pengalaman telah mengajarkannya memahami apa itu ketidakadilan. Syahdan, kala masih SMP, Emmy berhadapan dengan sekeping realitas: sang ayah ditangkap pihak berwajib tanpa alasan yang jelas. Ayahnya kemudian dijebloskan ke penjara. €œAyah saya dituduh melakukan tindak pidana korupsi,€ tuturnya.

Padahal, Emmy menambahkan, pangkal masalah sebenarnya adalah karena orang tuanya tak mau menjadi anggota Golkar. Ayahnya -- pegawai perkebunan sekaligus pendukung Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) -- dianggap €œmbalelo€ oleh Rezim Orde Baru yang dipimpin Golkar, yang saat itu memang sangat berkuasa. Mereka berang. Lantas, mereka mencari alasan-alasan untuk bisa menangkapnya. Salah satunya dengan menuduhnya melakukan korupsi -- yang kemudian mengantarkan orangtuanya mendekam di hotel prodeo selama sekitar enam bulan.

Pengalaman lain yang juga mengajarkannya memahami ketidakadilan adalah diskriminasi. Itu bermula dari kebijakan yang diterapkan di kediamannya, di komplek perkebunan Petumbukan. Misalnya, kolam renang cuma untuk anak staf perkebunan, anak buruh tidak boleh berenang. Lalu, bioskop juga hanya untuk staf dan pegawai kantor perkebunan, sedangkan buruh dan keluarganya nonton layar tancap.

Ironis, memang. Dan kenyataan-kenyataan itu membuat Emmy meradang. Hatinya sungsang. Sejak itu, bibit-bibit penolakannya terhadap segala bentuk ketidakadilan mulai terbit. Dan itu seolah menemukan saluran manakala ia menjadi mahasiswa IPB. Emmy bersama rekan-rekan mahasiswa lain terlibat dalam rangkaian demonstrasi menentang ketidakadilan rezim Orde Baru. Malah, ia pun sempat pula melakukan aksi mogok makan segala.

Selain itu, Emmy juga aktif di sejumlah organisasi -- baik intra maupun ekstra kampus. Di dalam kampus, ia aktif di Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Himpunan Mahasiswa Pencinta Alam IPB, Lawalata. Sementara di luar kampus, Emmy menjadi anggota Yayasan Indonesia Hijau -- sebuah lembaga non-pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan.

Lulus dari IPB, pada 1982, Emmy kemudian terjun total di Yayasan Indonesia Hijau. €œSaya sangat suka terlibat di Indonesia Hijau, karena dapat menyalurkan salah satu kesukaan saya: bekerja di lapangan,€ ujar bekas koordinator lapangan Yayasan Indonesia Hijau itu. Setelah dua tahun berkiprah di sana, ia lalu bergabung dengan SKEPHI (Sekretariat Kerjasama Kelestarian Hutan Indonesia) hingga 1988.

Kiprahnya di dunia lingkungan kian mantap setelah ia masuk ke WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia). Dan karirnya di lembaga swadaya masyarakat tersebut cepat meroket. Setelah menjadi koordinator program isu-isu khusus, berturut-turut Emmy terpilih sebagai Direktur WALHI (periode 1996 - 1999 dan 1999 - sekarang).

Pada 1999, kegigihannya sebagai €œpendekar lingkungan hidup€ membuahkan hasil. Emmy dinobatkan sebagai salah satu €œHero of The Planet€ oleh Majalah Time. €œBagi saya, penghargaan itu merupakan kemenangan gerakan lingkungan hidup, bukan buat saya pribadi,€ katanya.

Sebab, masih kata Emmy, Time merupakan majalah konservatif yang menganggap gerakan lingkungan itu tak rasional. Kelompok lingkungan dianggap berbeda dengan kelompok hak asasi manusia. €œJadi, kita sudah diterima sekaligus diberi kehormatan oleh golongan konservatif,€œ ujar wanita bernama asli Nurul Almy Hafild ini menandaskan.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


ED ZOELVERDI | EDDIE LEMBONG | EDDIE MARJUKI NALAPRAYA | EDHY HANDOKO | EDI KOWARA ADIWINATA | EDI SEDYAWATI | EDUARD KAREL MARKUS MASINAMBOW | EKA DARMAPUTERA ALIAS THE OEN HIEN | ELFA SECIORIA HASBULLAH | ELFIRA Rosa Nasution | ELLIAS PICAL | ELLISA MERIAM BELLINA MARIA BAMBOE | ELLY CHANDRA H.O.K TANZIL | ELVI SUKAESIH | EMHA AINUN NAJIB | EMIL SALIM | EMMA TAHAPARY | ENDANG ADI NUSANTARA SAIFUDDIN ANSHARI | ENDANG WIJAYA | ENGKIN ZAINAL MUTTAQIEN | ERIC F.H. SAMOLA | ERNA ANASTASIA WITOELAR | EUIS DARLIAH | EVA ARNAZ (Evayanthi Arnaz) | Eddie Widiono Suwondho | Edi Sedyawati | Edi Subekti | Eko Budihardjo | Elvyn G. Masassya | Emil Salim | Emmy Hafild | Endriartono Sutarto


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq