
Nama : CORNELIS J. RANTUNG
Lahir : Banda Aceh, Sumatera Utara, 7 Desember 1935
Agama : Protestan
Pendidikan : -SD di Toraja, Bogor, Bandung, Denpasar
-SMP di Tondano
-SMA di Tomohon Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad), Bandung
-Seskoad
Karir : -Komandan Batalyon Zeni Konstruksi Kodam V Jaya
-Asisten Operasi Kodam XIV/Hasanuddin di Ujungpandang
-Paban di SUAD II (Operasi) MBAD
-Kapus Nubika Kobangdiklat TNI-AD
-Dosen Seskoad
-Direktur Pengembangan dan Pengkajian Strategis Sesko ABRI
-Gubernur Sulawesi Utara (1985 -- sekarang)
Alamat Kantor : Gubernuran Sulawesi Utara, Jalan Sam Ratulangi, Manado Telp: 0431w2001
|
|
CORNELIS J. RANTUNG
Pencalonan Cornelis John Rantung sebagai gubernur Sulawesi Utara agak mengejutkan. Selain tidak tercatat pernah menduduki jabatan sipil sebelumnya, ia juga "kurang dikenal" bila dibandingkan dengan Arnold Baramuli, S.H., anggota DPR RI, pengusaha, dan bekas gubernur Sulawesi Utara Tengah 1961. Atau dengan Drs. Frits H. Eman, perakit mobil terkenal. Itulah dua dari lima "saingan" Rantung yang kemudian tersisih.
Ketika Rantung dilantik, awal Maret 1985, usianya relatif muda, 49 tahun. "Saya dilahirkan dari keluarga tentara," kata John, yang sering dipanggil "Pak Cor". Pendidikan dasarnya ditempuh di Toraja, Bogor, Bandung, dan Denpasar, sedangkan pendidikan lanjutan di Tondano dan Tomohon. Lulus SMA, 1956, ia kembali ke Bandung untuk meneruskan di Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad). Di antara rekan seangkatannya adalah Try Sutrisno, kini Letjen dan wakil KSAD.Sesuai dengan bidangnya, John pernah menjadi komandan Batalyon Zeni Konstruksi Kodam V Jaya. Kemudian berturut-turut sebagai asisten Operasi Kodam XIV/Hasanuddin, Pabansi SUAD II (Operasi) MBAD, dan komandan Pusat Nuklir, Biologi dan Kimia (Nubika) Kobangdiklat TNI-AD. Sebelum menjadi gubernur Sulawesi Utara, peserta Seskoad angkatan 1972 ini direktur Pengembangan Strategi Operasi dan Sekolah Staf & Komando ABRI. Ketika pecah pemberontakan PRRI di Sumatera Barat, Rantung turut dalam operasi penumpasan.
Sebagai putra daerah yang lahir di rantau, dan banyak bertugas di luar daerah asalnya, Rantung merasa perlu belajar lagi. "Terutama dalam menghadapi masyarakat Sul-Ut," katanya. Selain dikenal dinamis, ia menganggap banyak di antara masyarakat Sulawesi Utara masih berpola hidup konsumtif. "Barangkali perlu dikemukakan motivasi: kehidupan itu untuk hari esok. Esok itu bukan 24 jam. Esok itu sampai turun- temurun, sampai anak cucu," ujarnya pula.
Rantung dikenal bersikap terbuka, dan berpikiran cemerlang. Ia memperoleh Satyalencana Dwijasita sebagai dosen teladan Sesko AD. Ketika mengikuti Lemhanas 1980, ia menerima Seroja Wibawa untuk penulisan kertas kerja terbaik.
Istrinya, Nelly Hilda Karepouwan, juga berasal dari Minahasa dan dilahirkan di rantau -- Salatiga, Jawa Tengah. Bekas guru Taman Kanak-kanak itu memberinya tujuh anak. Rantung gemar membaca, serta bermain tenis dan golf.
|