A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

PRIGUNA SIDHARTA




Nama :
PRIGUNA SIDHARTA

Lahir :
Indramayu, Jawa Barat, 18 Desember 1924

Agama :
Protestan

Pendidikan :
- Hollands Chinese Zending School, Indramayu (1938)
- Hollands Inlandse Kweekschool, Solo (1941)
- HBS, Jakarta (1947)
- Fakultas Kedokteran UI, Jakarta (1949)
- Doktor dari Rijks Universiteit Leiden, Negeri Belanda (1956)
- Montreal Neurological Institute, Kanada (1963)
- Brevet Neurologi FK UI (1958)


Karir :
- Asisten bagian anatomi Rijks Universiteit Leiden (1949- 1952)
- Asisten Laboratorium Ludah Academisch Ziekenhuis Leiden (1953)
- Asisten ahli di Bagian Neuroanatomi Rijks Universiteit, Leiden (1954-1958)
- Penjabat kepala bagian neuropatologi Rijks Universiteit, Leiden (1958)
- Lektor muda FK UI (1959)
- Lektor FK UI (1962)
- Lektor kepala FK UI (1965)
- Senior Lecturer University of Malaysia, Kuala Lumpur (1968- 1970)
- Lektor kepala FK Unika (Universitas Katolik Atmajaya), Jakarta (1975-sekarang)


Karya :
- Antara Lain: Ketegangan dan Akibatnya, Gaya Favorit Press, 1981
- Tekanan Darah Tinggi, Gaya Favorit Press, Jakarta, 1981
- Kembali Hidup dengan Cacat (akibat "stroke"), PT Gaya Favorit Press, 1982
- Encok-Rematik, Gaya Favorit Press, Jakarta, 1983
- Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, 1979


Alamat Rumah :
Jalan Prapanca Raya 27, Jakarta Selatan Telp: 772496

Alamat Kantor :
RS Dharma Jaya Jalan Mangga Besar Raya 138, Jakarta Barat

 

PRIGUNA SIDHARTA


Suatu kali, si kecil Pek menguping pembicaraan orangtuanya yang sedang mengatur uang belanja. "Pa," ujar sang ibu, "ini buat bayar Dokter Anu. Malu 'kan sudah lama menunggak."

Sie Pek Giok, si sulung tujuh bersaudara yang kemudian dikenal sebagai Priguna Sidharta, merasa terharu. Setelah ia sendiri menjadi dokter, "Saya tidak terlalu memaksa pasien yang tak mampu."

Suatu kali ahli saraf terkenal ini "dipaksa" datang ke Padang. Ada seseorang yang diduga kena perdarahan otak. Dokter setempat sudah angkat tangan. Ia tiba di sana ketika hujan turun lebat, dan minta dibuatkan kopi. Belum lagi ia turun tangan, sungguh aneh si pasien sudah segar bugar. Semua terheran-heran.

"Wong belum saya apa-apakan, kok," ujar Sidharta ketika menjelaskan mengapa ia menolak imbalan Rp 500 ribu. Karena dipaksa, akhirnya ia menerima juga. Kembali ke Jakarta, bekas Lektor Kepala FK UI itu membeli buku Neurologi Klinis dalam Praktek, dan dihadiahkan kepada para dokter di Padang. "Agar mereka mempelajari dan tak perlu memanggil saya."

Kecuali satu tahun di FK UI, masa kemahasiswaannya hampir seluruhnya di luar negeri. Tahun 1949, Sidharta berangkat ke Negeri Belanda untuk kemudian merampungkan studinya di FK Rijkuniversiteit, Leiden. Di situ pula ia meraih gelar doktor dengan predikat cum laude (1956). Disertasinya: Localization of Fibre Systems within the White Matter of the Medulla Oblongata and the Cervical Cord in Man.

Sejak itu, selama tiga tahun, ia membantu almamaternya. Mula- mula sebagai Asisten Ahli di Bagian Neuroanatomi & Neurologi, kemudian menjadi Penjabat Kepala Neuropatologi. Kembali ke Indonesia, pada 1959 Priguna Sidharta mulai bertugas di FK UI. Dimulai sebagai Lektor Bagian Neurologi.Lektor Kepala FK Universitas Katolik Atmajaya (Unika) ini membuka praktek di kediamannya di Jakarta Selatan. Ia mengaku bahwa pasiennya dari golongan bawah sampai ke tingkat menteri. Pasien yang senang karena ditolong Sidharta banyak yang memberi suvenir. Sidharta menunjuk arloji Rolex putih di tangan kirinya seharga Rp 2 juta. Juga sandal kulit putih di kakinya, serta lampu gantung antik di ruang tengah rumahnya.

Priguna banyak menulis di majalah-majalah kedokteran, termasuk Medika. Sejak 1956, sedikitnya 70 artikel telah lahir. Di samping itu ada belasan bukunya telah diterbitkannya. Antara lain, Pengobatan Penyakit Saraf (PT Dian Rakyat, 1968), dan Sawan Ayan (PT Gaya Favorit Press, 1981).

Ia sempat dianggap kurang etis karena suka mengecam kolega sendiri. Misalnya lewat Medika, Januari 1985, Sidharta membuka tulisannya dengan mengutip Voltair, "Para dokter menjejalkan obat-obat yang sedikit dikenalnya, untuk penyakit yang kurang dikenalnya, kepada manusia yang sama sekali tidak dikenalnya."

Dalam tulisan yang lain, Sidharta mengemukakan bahwa di Indonesia terdapat 7.000 jenis obat -- yang merk dagangnya acap kali mirip. Mengenal obat, katanya, berarti tahu nama generik dan nama dagangnya, khasiatnya, cara diserap oleh tubuh, tempat dimetabolisasi oleh tubuh, dan sebagainya. "Mampu mengenal dan mengetahui 300 jenis obat saja," tulis Sidharta, "sudah hebat dan tergolong dokter teladan." Tetapi ternyata, banyak dokter yang mengenal nama dagang, namun komponen obat tidak diketahui.

Ia biasa bermain golf pada Sabtu dan Minggu. Suka dan sayang pada anak-anak, Sidharta sering mengajak anak pembantunya tidur bersama. Ia menikah dengan Myra, sarjana psikologi, 1967. Ketiga anaknya belajar di luar negeri.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


PADMO WAHJONO | PAIRAN MANURUNG | PAK KASUR (SOERJONO) | PANDJI Wisaksana | PERMADI | PERRY G. PANTOUW | PETER DOMINGGUS LATUIHAMALLO | PETER FRITZ SAERANG | PETER SIE | PETER SUMARSONO | PETRUS OCTAVIANUS | PETRUS SETIJADI LAKSONO | PHILIPPUS HENDRA HERKATA | PIET ZOETMULDER S.J. | POERNOMOSIDI HADJISAROSA | PONIMAN | PONTJO NUGRO SUSILO SUTOWO | POPO ISKANDAR | POPPY SUSANTI DHARSONO | PRAHASTOETI Adhitama | PRAMUDYA Ananta Toer | PRIGUNA SIDHARTA | Permadi | Prima Rusdi | Putu Wijaya


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq