Nama : S. BAGIO
Lahir : Purwokerto, Jawa Tengah, 3 Maret 1933
Agama : Islam
Pendidikan : - SD
- SMP
- SMA
- Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta (tidak selesai)
Karir : - Pelawak bersama Dradjat (1950-1955)
- bersama Pak Guno (1956)
- Bergabung dengan Eddy Sud dan Iskak (1957)
- Bergabung dengan Bing Slamet, Cepot, Mang Topo, dan Saimun
- Bergabung dengan Iskak dan Atmonadi (1961)
- Bergabung dengan Iskak dan Ateng (1963)
- Bergabung bersama Sol Saleh, Darto Helm, Diran (1970-1983)
- Pelawak bersama Diran dan Darto Helm (1983-sekarang)
Alamat Rumah : Jalan Setiabudi Barat, Gang Sairan II/7, Jakarta Selatan
|
|
S. BAGIO
Ia satu-satunya anak lelaki keluarga Siswo Soewarno. Sejak kecil, si bungsu ini sering ditinggal ayahnya, Asisten Wedana Sumbang, Purwokerto, Jawa Tengah. Saat Bagio berusia 12 tahun, ibunya meninggal. Untuk mengusir sepinya, ia menghibur diri dengan keluyuran.
Di kelas VI SD, Drajat (yang belakangan juga jadi pelawak), mengajaknya main sandiwara. Perannya sebagai barang dalam karung yang dibawa Drajat di kereta api. "Apa ini?" tanya kondektur sambil menendang karung. "Beras, Pak," kata Bagio dari dalam karung. Penonton geli dan semakin terbahak-bahak melihat ulah Bagio yang polos. "Saya sangat ketakutan, penonton malah tertawa," cerita Bagio kemudian. Untung, ayahnya, yang dikira sedang turne tetapi ternyata ikut menonton, tidak marah. "Pokoknya, kamu jadi apa saja, asal jangan tanggung-tanggung," kata Bagio menirukan pesan sang ayah.
Di Yogyakarta pula, Bagio berhasil memenangkan kejuaraan melawak, bersama Eddy Sud dan Iskak, yang selalu menempati urutan di bawahnya. Ini menentukan jalan hidupnya kemudian, meski ia terpaksa meninggalkan kuliahnya di FH UGM.Sesudah bergabung dan berpisah enam kali, kelompok lawak yang awet dan akrab dengan Bagio justru Darto Helm, Diran, dan Sol Saleh -- yang sejak 1983 memisahkan diri.
Bagio ternyata aktif berkampanye KB. Padahal, ketika pemerintah menggalakkan KB, Bagio telah dikaruniai sembilan anak. "Karena KB menyarankan hanya punya dua anak, saya konsekuen . lalu menambah dua anak lagi," katanya sembari tertawa. Justru itu, katanya, ia bisa menjadi contoh bahwa mengasuh anak banyak itu sulit.
Meskipun sudah jadi "orang", Bagio tidak melupakan masa melaratnya di sepetak kecil rumah kontrakan di sebuah gang becek yang selalu kebanjiran di Jakarta. Waktu itu, ia berdagang arang dapur, kelapa, dan istrinya, Apik Hariyati, berjualan lontong.
Kini Bagio membentuk grup ketoprak Suryo Budoyo, yang memakai bahasa Indonesia. Agar yang bukan orang Jawa pun bisa menikmatinya, demikian alasannya. Ia ingin melawak sampai tua. "Kalau masih laku," katanya. Sebagai bekal ia telah memiliki tanah yang ditanami cengkih dan buah-buahan serta palawija. Ia juga sedang menulis buku, Bagaimana Aku Melawak. Skenarionya sudah difilmkan, Buah Bibir dan Pulau Putri.
|