Nama : SADOSO SUMOSARDJUNO
Lahir : Solo, Jawa Tengah, 7 Januari 1933
Agama : Islam
Pendidikan : - Siswo, Solo (1945)
- SMP N II, Solo (1948)
- SMAN I, Solo (1952)
- Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta (1963)
- Sports Medicine, Bangkok (1972)
- Sports Medicine, Roma (1975)
Karir : - Asisten Ahli UGM (1954-1964)
- Staf Menteri Urusan Dwikora Departemen Kesehatan (1964-1965)
- Kepala Pusat Kesehatan Gelora Senayan (1965 -- sekarang)
- Direktur Pusat Kesehatan Olah Raga (1967 -- sekarang)
- Staf Ahli Proyek Pembangunan Gedung-Gedung MPR/DPR (1965- 1982)
- Staf Ahli Pusat Ilmu Olah Raga (1967 -- sekarang)
- Direktur Pusat Kesehatan Olah Raga Senayan (1977 -- sekarang)
Kegiatan Lain : - Ketua Umum PPKORI (Perhimpunan Pembina Kesehatan Olah Raga Indonesia) Pusat (1983 -- sekarang)
Alamat Rumah : Jalan Sumber Bakti 10, Tomang, Jakarta Barat Telp: 591845
Alamat Kantor : Pusat Kesehatan Olah Raga, Gelora Senayan, Jakarta Pusat Telp: 586497
|
|
SADOSO SUMOSARDJUNO
Ayahnya meninggal ketika Sadoso masih di SMP. "Saya jadi pesimistis untuk meneruskan cita-cita menjadi dokter, karena tidak ada yang membiayai lagi," tuturnya. Sadoso, anak ketujuh dari sembilan bersaudara, memang sejak kecil diharapkan ayahnya menjadi dokter. Sang ayah sendiri, Sumosardjuno, wedana di Wonogiri, tewas akibat keganasan PKI, 1948.
"Untung, waktu saya kuliah, ada ikatan dinas dari pemerintah," katanya. Ia merampungkan kuliah di Fakultas Kedokteran UGM, bahkan menjadi asisten dosen sejak di tingkat dua. Ini pekerjaan "wajib" sehubungan dengan ikatan dinas itu.
Mengapa harus menjadi dokter? Ceritanya begini: di desa daerah kewedanaan yang dipimpin ayahnya, di masa penjajahan Belanda, sering orang sakit tidak sempat tertolong oleh dokter, dan meninggal. Masa itu, hanya ada dokter keliling yang mengunjungi desa-desa secara bergiliran. Seorang yang sakit harus sabar menanti. "Bisa sampai dua minggu lamanya," kata Sadoso. Inilah yang membuat ayahnya prihatin, lantas mengharapkan sang anak menjadi dokter.Dua tahun setelah lulus, 1963, ia bertugas di klinik Gelora Senayan, Jakarta. Sadoso akhirnya memutuskan untuk mengambil spesialisasi kedokteran olah raga, antara lain di Bangkok dan Roma. Ia menjadi satu di antara enam dokter spesialis olah raga di negeri ini yang telah mendapat sertifikat dari Federation Internationale Medicine Sport (FIMS). Ia juga pemegang sertifikat pendidikan khusus kedokteran olah raga dari Komite Olimpiade Internasional, sejak 1975.
Tetapi, ia satu-satunya yang paling banyak berurusan langsung dengan para atlet nasional. Pada saat rombongan atlet itu bertanding keluar negeri, Sadoso juga ikut mendampingi.
Ia pernah mengatakan, hambatan atlet kita untuk berprestasi tinggi adalah karena "Kita negara berkembang, perbaikan ekonomi belum merata, dan para atlet sering masuk pemusatan latihan dalam keadaan gizi yang kurang baik." Belakangan, ia menjadi penulis tetap mingguan Bola, suplemen harian Kompas. Sebagai pengasuh rubrik kesehatan di situ, tiap bulan rata-rata ia menerima surat dua ratus pucuk.
Ayah tiga anak ini rajin lari santai, dan mengayuh sepeda argo. Ia menikah dengan drg. Sri Darwati, pada 27 Agustus 1960.
|