Nama : Setiawan Djody
Lahir : Solo, Jawa Tengah, 13 Maret 1949
Agama : Islam
Karir : Pengusaha, Chairman Sedco Group
Kegiatan Lain : - Pemusik (Grup Kantata Takwa, Swami, Kantata Revolvere)
- Ketua Federasi Panjat Tebing Indonesia
- Ketua Umum Yayasan Kantata Bangsa
- Ketua Federasi Indonesia-Rusia
Keluarga : Ayah : K.R.T.H. Soedadi Tedjaningrat
Ibu : Kr. Ay. Soeprapti Soedadi
Istri : Etty Djody
Anak : 1. Natalie Esti Chandra
2. Andini Djody Putri
3. Maharani Djody Putri
4. Shri Jenan Djody Putri
5. Bey Mahayana Djody Putra
Alamat Rumah : Jalan Kemanggisan Raya 3, Jakarta Barat
Telepon 5328210
Alamat Kantor : Jalan HOS Cokroaminoto 55, Jakarta Pusat
|
|
Setiawan Djody
Tak percuma Setiawan Djody pernah tinggal di rumah seorang industriawan saat sekolah di Amerika. €œSaya tinggal dengan keluarga-keluarga 'kapitalis' yang menguasai media cetak dan elektronik, terutama di Pennsilvynia,€ tuturnya. Dari mereka ia belajar mengelola kapital, merkantilisme, dan terlibat dalam usaha-usaha kecil.
Selain itu, ia sempat berkenalan dengan beberapa senator di berbagai negara bagian, antara lain Belly Goodwater dan Henry Kissinger. Bahkan, ia kenal dengan salah satu anggota keluarga raja minyak Rockefeller. Pulang ke Indonesia, ia mengembangkan bisnis perminyakan, awal 1970-an. €œSelain minyak, saya juga menjalankan bisnis kecil-kecilan di bidang real estate,€ ujarnya.
Sebagai pelaku bisnis, katanya, €œSaya berusaha mencari akses dengan pemerintahan yang berkuasa.€ Menurut Djody, terobosan ini secara etika wajar saja. Pada 1975, melalui Joop Ave, ia bertemu dengan Sigit Hardjojudanto, anak presiden Soeharto. Sebelumnya keluarga Djody di Solo sudah lama mengenal keluarga mantan penguasa Orde Baru ini, karena sama-sama berasal dari Solo. Bersama Sigit, ia melakukan bisnis kapal tanker, dengan mengikuti tender dan menjadi salah satu di antara sepuluh pemenangnya. Kemudian, bersama Tung Chi Hwa€”yang sekarang jadi Gubernur Hong Kong€”Djody membangun kapal pengangkut minyak mentah itu.
Perubahan dahsyat terjadi pada pertengahan 1980-an. Waktu itu, ia mengembangkan proyek LNG, yang kemudian diteruskan dengan mengajak Tommy Soeharto. €œKesepakatan awal, masing-masing mendapat sepertiga, tatapi Tommy kemudian menyuruh saya keluar dari proyek tersebut,€ ungkapnya. Djody sempat kecewa, €œSampai akhirnya saya berontak.€ Djody pun berteriak lantang mengecam kebijakan ekonomi Soeharto, yang dinilai menyalahi demokrasi ekonomi Pancasila.
Akibatnya, Djody pernah dituding sebagai penyandang dana Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid, yang kemudian menjadi presiden RI) pada Muktamar Nahdlatul Ulama di Cipasung, Tasikmalaya, 1994. €œPak Harto marah dan saya terpental dari bisnis mobil balap Lamborghini dengan Tommy,€ ujar Djody.
Namun walau tidak lagi bergandengan dengan Cendana, bisnis Djody terus melaju. Bahkan kini, setelah Soeharto tumbang, bos Sedco Group ini masih bertahan. Ia masih mengelola sekitar sepuluh perusahaan, termasuk bidang perminyakan dan telekomunikasi. Setelah gagal membeli BCA, menurut kabar terbaru, ia hendak mengambil alih Merpati Nusantara Airlines. €œTapi itu tergantung pada respons pemerintahan Megawati,€ katanya. €œSeandainya pemerintah merespons baik, saya akan melakukannya.€
Selain menjadi pengusaha, Djody juga dikenal pula sebagai pemusik. Musik ia anggap sebagai suara yang universal untuk menyuarakan kebenaran. €œDaripada saya berteriak melalui partai politik, mendingan saya menyalurkannya lewat musik,€ kata pengusaha yang berkawan dengan penyair Rendra dan penyanyi Iwan Fals ini. Beberapa alat musik dia mainkan, tetapi yang betul-betul ia kuasai adalah gitar. Oleh (majalah) The Rolling Stone Magazine (1990), Djody dinobatkan sebagai gitaris terbaik di Asia. Bersama grup Kantata Takwa, Swami, dan Kantata Revolvere, ia telah meluncurkan sejumlah lagu. Di antaranya telah mengeluarkan album solo, Dialog (1996), yang akan disusul oleh Revolusi Biru. Baginya revolusi biru adalah €œperubahan yang cepat, tegas, bersih, dan penuh dengan cinta€.
Djody juga terlibat dalam dunia pemikiran, terutama sosial demokrat. €œSaya tertarik karena sosial demokrat merupakan jalan tengah yang mungkin bisa menjadi alternatif,€ katanya. Untuk itu, ia aktif di Forum Komunikasi Sosial Demokrat dan Yayasan Kantata Bangsa.
Lelaki tidak perokok ini tidak lagi menekuni bela diri dan panjat tebing, seperti sewaktu muda, yang kini telah digantikannya dengan olahraga renang. Hobinya yang lain: mengumpulkan lukisan dan barang antik. €œSaya juga mengoleksi gitar, terutama gitar-gitar yang memiliki sejarah,€ katanya. Di rumahnya yang asri, lengkap dengan kolam renang, Djody memiliki perpustakaan lengkap dengan ribuan koleksi, terutama otobiografi, filsafat, dan politik. €œSaya baca juga buku klasik Islam. Kadang-kadang juga baca Playboy,€ tutur pengagum Wilson Churchill, Che' Guevara, dan Adam Smith ini.
Djody menikah dua kali. Pertama, dengan peragawati Sandy Harun. Setelah cerai, ia menikahi Etty. Pria berdarah biru ini menerapkan budaya Jawa dan Barat dalam mendidik anak dan istri. Salah satu anaknya disekolahkan di sekolah militer di AS. Selain karena sekolah legendaris, Djody ingin putranya menjadi anak muda yang disiplin dan bersemangat. €œSaya ingin mereka meneruskan apa yang saya perjuangkan sekarang, membangun ekonomi dan (mengembangkan) pemikiran-pemikiran saya,€ ujarnya.
|