A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

Theo F. Toemion




Nama :
Theodorus F. Toemion

Lahir :
Manado, Sulawesi Utara, 21 September 1956

Pendidikan :
Bank Indonesia, Pendidikan Ahli Administrasi dan Keuangan Bank (1975-1978)

Karir :
- Bank Indonesia, sebagai Perwakilan Eropa, Afrika, dan London (1980-1985)
- Investment House Jakarta, sebagai Vice President (1992)
- Speed Currency, sebagai C.E.O (1997)
- Amandemen UU tentang BI, sebagai Ketua Pansus DPR (1999-2000)
- Kepala BKPM (2000-sekarang)


Kegiatan Lain :
- Training Bank Central, Money Market, Securities di Amsterdam, London, Paris, Zurich, Copenhagen (1985-1987)
- Chief Dealer Bank Indonesia (1985-1987)


Alamat Rumah :
Jl. Adiaksa VI/8, Lebak Bulus, Jakarta Selatan Telepon (021) 7514595, 7654024 Fax (021) 7698092 HP 0818142377

 

Theo F. Toemion


Lahir di lingkungan Katolik yang taat membuat Theodorus F Toemion ingin menjadi pendeta. Tapi siapa yang tahu skenario hidup manusia? Bila kemudian hari ia malah menjadi bankir dan pakar pasar modal, itu juga di luar perkiraan Theo.

Ia masuk seminari saat usianya menginjak 13 tahun. Dan itu berakhir saat Theo akan naik kelas tiga SMA. €œWaktu itu kepala sekolah bilang saya akan lebih sukses tanpa harus membiara,€ kenangnya. Kedua orangtuanya memang menginginkan salah satu dari anaknya menjadi pendeta, kebetulan hanya dia saja yang ingin menjadi rohaniawan. €œSaya ingin jadi pendeta yang ditempatkan di desa terpencil menggembala umat, mengunjungi mereka dengan naik kuda,€ tuturnya mengingat cita-citanya dahulu.

Praktis masa kecilnya banyak dihabiskan di asrama. Di sana ia menemukan kehidupan yang tak pernah ia alami sebelumnya. Pekerjaan sebagai tukang sapu, cuci kakus, jaga perpustakaan, hingga pemukul lonceng gereja ia lakoni. €œTapi yang paling berkesan saat saya jadi ketua kelas,€ ujarnya sembari tersenyum.

Di usia muda itu ia sudah mempelajari bahasa latin €“ moyang bahasa Eropa. Sebab, bila tak menguasai bahasa tersebut, mustahil ia mempelajari naskah-naskah kuno pelajaran sekolah seminari. Lalu bahasa Inggris, Prancis, dan Belanda mesti ia kuasai -- kelak, bahasa-bahasa itu sangat berguna saat ia tinggal di London. €œTigabelas pastor itu berkebangsaan Belanda, maka kami juga harus bisa berbahasa Belanda,€ tuturnya. Dipengujung kenaikan kelas tiga, kepala sekolah memanggilnya. Kepala sekolah menyarankan ia tak usah menjadi pendeta, masa depannya bukan di seminari. Menurut sang pendeta ia akan sukses di luar kehidupan gereja.

Naik kelas tiga SMA ia pindah ke sekolah umum. Ada perasaan lega di hatinya. Maklum sejak usia belia ia harus berpisah dengan orangtuanya tanpa boleh dijenguk. Lulus SMA Manado, ada perdebatan kecil antara ayah dan ibunya. Ibunya bersikeras agar ia ke Jawa supaya lebih maju, sedang ayahnya ngotot agar ia tetap di Manado. €œAlasan papa saya klasik saja, 'makan enggak makan yang penting ngumpul'€. Akhirnya kehendak ibunya yang disepakati. Meski itu kemauan ibunya, tapi ia melihat ibunya berurai air mata saat melepasnya di Pelabuhan Bitung. Itulah saat-saat terakhir ia bertemu dengan ibunya. €œMama meninggal setahun kemudian,€ kenangnya.

Tiba di Surabaya ia ditahan oleh tantenya. Di situlah awal perubahan hidupnya menuju karir seorang bankir. Di kota pahlawan itu ia melamar di Bank Indonesia, dan diterima setelah lulus tes -- meski dalam setiap seleksi namanya selalu di peringkat paling bawah. Alhasil pada usia 18 tahun ia telah tercatat sebagai karyawan Bank Indonesia. Pada 1975 ada kebijakan karyawan Bank Indonesia haruslah S1. Beruntunglah dia, lulus seleksi mengikuti ining selama tiga tahun pada angkatan kedua. €œEnak banget kita tinggal di hotel dan hanya belajar saja tugasnya. Kuliah lima tahun dimampatkan menjadi tiga tahun di situ,€ paparnya.

Pintu karir terbuka baginya sejak saat itu. Pada 1980, atau delapan bulan kemudian, ia dipindahkan ke perwakilan Bank Indonesia di London, Inggris €“ tentunya setelah melewati seleksi ketat dan termasuk satu dari tiga orang yang terpilih. Di sana ia bertugas utama membuat laporan kepada Gubernur Bank Indonesia dan bila Gubernur ingin melapor kepada Menteri Keuangan, ia pula yang mengetik naskahnya. Dari situ ia banyak membaca dan secara tak langsung belajar ekonomi.

Ada aturan di Inggris yang ia sukai. Salah satunya, bila ia tinggal di sana selama dua tahun diberi kebebasan memilih kewarganegaraan. Bahkan pada tahun ketiga, bila anaknya lahir di sana, otomatis menjadi warga negara Inggris. Kesempatan itu tidak ia sia-siakan. Ia menjadi seorang money broker. €œSaya ingin masuk ke Bank Dunia atau IMF, dengan begitu pulang ke Indonesia saya bisa menjadi direktur BI,€ ia berangan-angan.

Pada 1985 ia dikirim ke Copenhagen, Denmark, belajar mengenai bank sentral di National Bank of Denmark. Selanjutnya ia mulai keliling Eropa khusus belajar mengenai bank dan valuta asing. Antara lain ia belajar mengenai sekuritas di Frankfurt, Jerman, dan mempelajari valuta asing di London, Paris, serta Amsterdam.

Sepulang dari sana, meski Theo tak menjadi direktur Bank Indonesia, tapi ia lebih dikenal sebagai pengamat ekonomi, perbankan, dan money broker. Analisisnya mengenai valuta asing tak diragukan lagi. Namanya yang berkibar-kibar itulah yang menjadikannya dilirik partai berlambang banteng, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Ceritanya, pada 1999, anggota PDIP Manado meneleponnya. Dari ujung sana menanyakan apakah ia mau mewakili Manado untuk PDIP. Akhirnya ia oke-oke saja. Atas persetujuannya itu, Megawati memanggilnya, €œSaya jelaskan kepada Ibu Megawati, saya masuk PDIP agar ia menjadi presiden, bila ia terpilih saya orang pertama yang akan keluar dari PDIP,€ tutur Theo. Dan pilihannya itu karena ia lebih senang menjadi orang €œswasta€. Akhirnya Badan Koordinasi Penanaman Modal menjadi pelabuhan karirnya.

Theo terlahir dari keluarga sederhana yang menekankan kejujuran. Ayahnya, tergolong orang yang sulit diajak kompromi. Misalnya, selalu menolak kiriman parsel dari orang yang tak dikenalnya. Dari bapaknya itu ia mengambil pelajaran: kerja keras, jujur, dan disiplin. Dan anak-anaknya memang tak ia didik seperti halnya orangtuanya mendidiknya. €œSaya lebih menekankan tirulah Tuhan yang tidak pernah gagal, sebab bagaimanapun orangtua juga bisa memberi contoh yang salah,€ ujar pria yang memiliki moto bekerja keras demi keluarga itu.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


TRY SUTRISNO | TINO SIDIN | TADJUL ARIFIN | TAHI BONAR SIMATUPANG | TAHIR DJIDE | TANRI ABENG | TAPI OMAS IHROMI | TAUFIK ABDULLAH | TAUFIQ ISMAIL | TAUFIQ RUSJDI TJOKROAMINOTO | TEGUH | TEGUH KARYA | TEUKU JACOB | TEUKU MOHAMMAD RADHIE | THE NING KING | THEE KIAN WIE | Tamrin Amal Tomagola | Tantowi Yahya | Taufiq Ismail | Teten Masduki | Teuku Jacob | Theo F. Toemion | Todung Mulya Lubis | Toeti Heraty Noerhadi Roosseno | Tomy Winata | Tracy Trinita | Trimedya Panjaitan


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq