Nama : BAHARUDDIN LOPA
Lahir : Mandar, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935
Agama : Islam
Pendidikan : SD, Tinambung
SMP, Majene
SMA, Ujungpandang
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (1962)
Kursus Reguler Lemhanas (1979)
FH Universitas Diponegoro, Semarang (Doktor, 1982)
Karir : Jaksa pada Kejaksaan Negeri Ujungpandang (1958-1960)
Bupati Majene (1960)
Kepala Kejaksaan Negeri Ternate (1964)
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (1966-1970)
Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh (1970-1974)
Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (1974-1976)
Kepala Pusdiklat Kejaksaan Agung, Jakarta (1976-1982)
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (1982-1986)
Staf Ahli Menteri Kehakiman, Jakarta (1986)
Alamat Rumah : Jalan Masjid I No. 27, Tegal Parang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan
Alamat Kantor : Departemen Kehakiman, Jakarta
|
|
BAHARUDDIN LOPA
Dalam usia 25, Baharuddin Lopa sudah menjadi bupati di Majene, Sulawesi Selatan. Ia, ketika itu, gigih menentang Andi Selle, Komandan Batalyon 710 yang terkenal kaya karena melakukan penyelundupan. Kini, dalam usia 50 tahun, sarjana hukum lulusan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang, 1962 itu masih gigih memberantas penyelewengan.
Lopa pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat, dan mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta. Sejak 1982, Lopa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Pada tahun yang sama, ayah tujuh anak itu meraih gelar doktor hukum laut dari Universitas Diponegoro, Semarang, dengan disertasi Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan yang Digali dari Bumi Indonesia.
Begitu diangkat sebagai Kajati Sulawesi Selatan, Lopa membuat pengumuman di surat kabar: ia meminta masyarakat atau siapa pun, tidak memberi sogokan kepada anak buahnya. Segera pula ia menggebrak korupsi di bidang reboisasi, yang nilainya Rp 7 milyar. Keberhasilannya itu membuat pola yang diterapkannya dijadikan model operasi para jaksa di seluruh Indonesia.Dengan keberaniannya pula, Lopa kemudian menyeret seorang pengusaha besar, Tony Gozal alias Go Tiong Kien ke pengadilan dengan tuduhan memanipulasikan Rp 2 milyar. Padahal, sebelumnya, Tony dikenal sebagai orang yang "kebal hukum" karena hubungannya yang erat dengan sementara pejabat. "Bagi saya, tidak ada orang yang kebal hukum," ujarnya.
Lopa menjadi heran ketika kemudian majelis yang diketuai J. Serang, Ketua Pengadilan Negeri Ujungpandang, membebaskan Tony dari segala tuntutan. Tetapi diam-diam guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu mengusut latar belakang vonis bebas hakim itu. Hasilnya, ia menemukan petunjuk bahwa vonis itu lahir berkat dana yang mengalir dari sebuah perusahaan Tony.
Belum lagi persoalan itu tuntas, Januari 1986, Lopa dialihtugaskan menjadi Staf Ahli Menteri Kehakiman Bidang Perundang-undangan di Jakarta. Menyusul J. Serang dimutasikan ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan. Apakah mutasi kedua pejabat itu berkaitan dengan sepak terjang Baharuddin Lopa? Seperti dikatakan Jaksa Agung Hari Suharto, itu semata-mata karena adanya mutasi nasional.
|