Nama : Basoeki Gandarahardja
Lahir : Rembang, Jawa Tengah, 8 September 1960
Agama : Katolik
Pendidikan : - SMEA Yos Sudarso, Rembang (1979)
- Akademy Akuntasi YAI, Jakarta (1982)
- Modern Selling & Salesmanship Certificate, Britain (1986)
- Indonesian Insurance Agency Certificate, Jakarta (1987)
- Indonesian Manager Association Certificate. Jakarta (1992)
Karir : - Pesulap profesional untuk pesta ulang tahun anak, bazaar, dan sekolah (1995-sekarang)
- Guru sulap di Jakarta International School, Pondok Indah Elementary & Pattimura Elementary School (1998-sekarang)
Kegiatan Lain : - Sales excecutive di PT Hermes Mercury Insurance Agent (1982-1989)
- Pemilik/direktur Win Children English Course (1990-1995)
- Bergabung di Brother Hood of Gospel Magician
- Anggota International Magician Society, Amerika Serikat
Keluarga : Keluarga :
Ayah : Gandarahardja
Ibu : Julian
Istri : Endang winarti
Anak : 1. Berwidetye Paramita
2. Joseph Christian
3. Johannes Mario
Alamat Rumah : Jalan Alur Laut 38, Plumpang, Jakarta Utara
Telepon : 430-5948
Website : www.bingrahardja.com
|
|
Bing Rahardja
Apa yang diucapkan kata Basoeki Gandarahardja benar adanya. €œPerjalanan ribuan mil berawal dari satu langkah,€ kata pesulap yang beken dengan nama Bing Rahardja, mengutip peribahasa Cina.
Bagi Bing, €œsatu langkah€ itu dimulai pada suatu hari ketika di sekolahnya diadakan pertunjukan sulap yang dimainkan oleh seorang pesulap bisu. Hanya berbekal bahasa isyarat dan gerak tubuh, namun sang pesulap mampu memikat perhatian seluruh hadirin, baik para guru apalagi anak-anak didik. €œDia mampu membuat kami duduk terpaku karena terpesona oleh sulapnya yang ajaib,€ katanya. Bing melihat, kepercayaan diri pesulap bisu itu sangat besar. Dia memiliki sesuatu yang khusus, yang professional: sulap itulah!
Sejak itu, Bing bertekad mampu memainkan sulap. Sayang, ia tak seperti si bisu. Ia memiliki kendala ini: pemalu dan kurang percaya diri. Mungkin karena ia anak bungsu dan satu-satunya anak laki-laki dalam keluarganya, Bing selalu dilindungi oleh kedua kakaknya. €œSaya pemalu dan kurang percaya diri. Teman saya sedikit dan saya tidak pernah berani berbicara di depan orang banyak,€ tutur Bing mengingat masa kecilnya.
Pengalaman menyaksikan keberanian dan kemahiran pesulap bisu ternyata bagaikan hantaman di kepalanya. Ini membuatnya tersadar: Tuhan memberi bakat-bakat khusus terhadap setiap manusia. Ia harus mengembangkan bakat yang tentu dimilikinya.
Ketika tekadnya membulat, datang pula kendala lain. Rembang, tempat Bing lahir, bukan kota besar. Sumber informasi berupa buku-buku dan peralatan sulap terbilang minim. Sebenarnya ada seorang Pak Tua, tetangganya, yang boleh disebut pesulap amatir. Sayang setiap Bing kecil minta dijari bersulap, ia selalu ditampik. €œKamu masih kecil, nanti saja kalau sudah besar,€ kata orangtua itu. Si kakek tampaknya khawatir kalau ilmu sulap nantinya disalahgunakan buat macam-macam.
Pada suatu Kamis menjelang senja, Bing kecil bersepeda ke pasar. Pada hari pasar itu, di keramaian pedagang ia menemukan sesuatu: tukang sulap!
Yang membuatnya girang, pesulap itu tak hanya unjuk kebolehan, tapi juga menjual buku bermain sulapnya. Tanpa menunggu lebih lama, ia membeli €œbuku rahasia sulap€-nya yang pertama. €œGembira sekali rasanya, serasa pintu dunia sulap mulai terkuak,€ ucapnya.
Permainan tali adalah yang pertama ia kuasai; sayang, ia belum mampu mempertontonkannya. Ia masih Bing yang pemalu. Tetapi beberapa temannya yang mengetahui kemampuan barunya itu. Lalu, dengan setengah dipaksa, ia menunjukkan kebolehannya ber-simsalabim €“ dan berhasil €œmengelabui€ para teman dan kerabat. €œHidup saya pun berubah. Dari bocah pemalu, saya menjadi seorang yang ceria penuh tawa. Rasa percaya diri saya pun tumbuh,€ kenangnya.
Sebenarnya, cita-cita asal Bing adalah menjadi pelukis, yang kemudian pupus dan tergantikan oleh minat pada sulap. Dan orangtuanya pun tidak keberatan. Apalagi sejak kecil kegemarannya bermain sulap tak mengganggu sekolahnya; nilai rata-rata rapornya tujuh.
Selepas SMA ia merantau ke Jakarta, dan melanjutkan kuliahnya di Yayasan Administrasi Indoneisa (YAI). Sembari kuliah ia juga bekerja. Di sela-sela rutinitas itu ia masih belajar sulap. Suatu ketika, nasib mempertemukannya dengan Sanjaya dan Rudolf Morate, di daerah Glodok, pusat kegiatan usaha di Jakarta Barat. Kedua kenalan barunya itu pesulap professional. Mereka juga suka bermain di Glodok. €œSetiap ada show saya tonton. Sampai lima kali pertunjukan dalam sehari semua saya saksikan,€ aku Bing.
Rudolf tahu, ia mempunyai seorang penonton setia, Bing Rahardja. Dalam satu kesempatan, pesulap ini menyatakan kesediaannya mengajari ilmu bersulap pada Bing. €œIa guru sulap pertama saya,€ kata Bing, yang lalu menerima pelajaran bersulap lima kali dalam seminggu.
Sebagai pesulap, ia pertama dibayar pada akhir 1980-an. Itu lantaran pemilik paviliun yang menjadi tempat ia berkantor mengetahui kemahirannya bermain sulap. Nah, saat pemilik paviliun tadi berpesta ulang tahun, Bing pun ditanggap bermain, dan dibayar sebesar Rp 25 ribu €“ dan inilah honornya yang pertama. Ia bukan saja girang mendapat uang, tetapi juga terdorong menjadikan sulap sebagai profesinya. €œPadahal waktu itu presentasi saya masih kurang bagus,€ kata Bing.
Tapi Bing sempat ragu melihat nasib pesulap yang selalu dianggap €œpelengkap penderita€ oleh pengundang. Kalah pamor dengan badut. €œIni juga saya alami ketika mulai banyak dapat show. Terutama soal tempat, mereka seolah tak mau tahu sulap butuh persiapan sebelum turun bermain,€ keluhanya. Pengalaman berbeda ia terima dari pengundang ekspatriat. Mereka misalnya tidak menyajikan makanan pada anak-anak saat pertunjukan berlangsung, sehingga konsentrasi mereka hanya tertuju kepada pemainan.
Sesekali, Bing mengalami kegagalan ketika tengah ber- bim salabim. Misalnya meraih burung dari dalam jas, tahu-tahu burungnya sudah bergerak-gerak terlebih dahulu. Tapi ia menyadari, ini bagian dari risiko profesi yang tak terhindari sama sekali.
Sulap bagi Bing bukan sekadar €œmelenyapkan€ benda dari €œpenglihatan€ penonton, tapi seni untuk menghibur. €œKita sebagai pesulap sebenarnya aktor yang bermain, dan membuat penonton terpaku,€œ jelasnya. Nah untuk urusan ini, Endang Winarti turut andil. Istrinya ini lulusan fakultas sastra Inggris, yang mengajarinya bertutur secara terstruktur. Atau mengoreksi tiap penampilannya. €œDukungan keluarga memang sangat berarti bagi saya,€ ujar ayah dari Berwidetye Paramita, Joseph Christian, dan Johannes Mario itu.
Sekali tampil, Bing biasanya menerima honornya di atas Rp 1,5 juta, dengan rata-rata 100 kali pertunjukan tiap tahun. Penghasilan lain didapatnya dari mengajar sulap sebagai mata pelajaran tambahan di Jakarta International School. Ada pengalaman menarik saat mengajar di JIS. Ada seorang anak didiknya yang gagap. Si anak ia ajari main sulap sembari memberi presentasi. Hasilnya luar biasa! Si anak bukan saja dapat bermain sulap, tetapi juga menjadi lancar berbicara. Orang tua si anak berterima kasih kepadanya. €œDan saya senang saja karena secara tidak langsung bisa membantu orang lain,€ ujarnya.
|