Nama :
Boediono
Lahir :
Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943
Agama :
Islam
Pendidikan :
- S1: Bachelor of Economics (Hons.),
University of Western Australia (1967)
- S2: Master of Economics, Monash University, Melbourne, Australia
(1972)
- S3: Doktor Ekonomi Bisnis Wharton School University of Pennsylvania,
AS 1979
Karir :
- Menteri Keuangan Kabinet Gotong Royong
(2001-2004)
- Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Kabinet
Reformasi Pembangunan (1998-1999)
- Direktur I Bank Indonesia Urusan Operasi dan Pengendalian Moneter
(1997-1998)
- Direktur III Bank Indonesia Urusan Pengawasan BPR (1996-1997)
Kegiatan Lain :
- Dosen Fakultas Ekonomi UGM
Keluarga :
Isteri Herawati dan dua orang anak
Alamat Rumah :
Jalan Mampang Prapatan XX No.26, Jakarta
Selatan
|
|
Boediono
Tongkat Estafet di tangan
Boediono
Pria berpenampilan kalem ini
menginginkan hidup lebih tenang di usianya yang 62 tahun. Tapi orang
nomer satu di Indonesia secara resmi memintanya kembali ke kabinet. Boediono,
Menteri Keuangan pada Kabinet Gotong Royong era Megawati ini terpilih
menjadi Menteri Koordinator Perekonomian menggantikan Aburizal Bakrie.
Bisa jadi figurnya memang betul-betul diharapkan pasar. Selain pasar
saham, rupiah pun terangkat bahkan ketika berita 'pinangan' Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono terhadap Boediono baru beredar. Nilai tukar
rupiah pada akhir perdagangan Jumat (2/12) pukul 17.00 WIB ditutup
kembali menembus level Rp 9.995 per dolar AS. Sesaat setelah nama
Boediono disebut oleh Presiden sekitar pukul 14.30 WIB, rupiah langsung
menguat ke level 10.020 per dolar AS, dan selanjutnya terus menguat di
kisaran 9.995/10.005 per dolar AS.
Sekedar menyegarkan ingatan, saat baru menjabat Menkeu, langkah pertama
yang dilakukan adalah menyelesaikan Letter of Intent dengan IMF yang
telah disepakati sebelumnya serta mempersiapkan pertemuan Paris Club
September 2001. Pertemuan ini penting karena menyangkut anggaran 2002.
Setelah itu, bersama tim ekonomi Kabinet Gotong-Royong, Boediono
mengakhiri kerjasama dengan IMF (Dana Moneter Internasional) Desember
2003.
Pada masa jabatannya Departemen Keuangan menjalani masa transisi
pascaprogram IMF, yang sebelumnya dikhawatirkan menjadi titik rawan.
Bukan hanya menyangkut masalah dana, tetapi juga menyangkut kepercayaan
pasar. Terlebih Indonesia saat itu sedang melakukan perhelatan besar,
Pemilihan Umum 2004.
Di akhir masa jabatannya Oktober 2004, indeks rupiah berada di level Rp
9.075 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada pada level 853,393.
Tingkat inflasi Januari-Oktober 2004 adalah 4,38 persen. Sementara suku
bunga Bank Indonesia (SBI) 7,41 %.
Pengakuan atas prestasi Boediono datang dari dunia internasional. Salah
satunya dari Majalah BusinessWeek (AS) yang menggelarinya tokoh yang
kompeten di posisinya sebagai Menteri Keuangan. Meskipun demikian, ia
tetap rendah hati. Para tetangga di lingkungan tempat tinggalnya Jalan
Mampang Raya XX No 26 mengenalnya sebagai pribadi yang santun dan
membaur akrab dengan anggota masyarakat lainnya. Setiap Senin pagi ia
kerap berolahraga bersama para bapak di kompleks perumahannya. Kegiatan
mingguan rutin dilakukannya adalah mengajar di Universitas Gadjah Mada
(UGM), Yogyakarta yang menasbihkannya sebagai Guru Besar Fakultas
Ekonomi.
Pemegang Tongkat Estafet
Di saat-saat akhir sebelum melepaskan jabatannya sebagai menkeu ia
pernah berpesan,” Siapa pun yang terpilih pada pemerintahan yang akan
datang, sebaiknya mendapatkan tongkat estafet perekonomian yang baik
yang on going (berjalan), bukan ekonomi yang bobrok.”
Meskipun ia lebih ingin mengabdi kepada negara di luar kabinet, sulit
baginya untuk menghindar. Tongkat estafet itu kini kembali diserahkan
dalam genggamannya. Presiden berharap Boediono akan mampu membenahi
kinerja ekonomi Indonesia, terutama di sektor riil terkait dengan
tingginya laju inflasi menyusul kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005
diiringi tingginya tingkat konsumsi pada bulan puasa Ramadhan dan
Lebaran November 2005.
Ketika menjabat kepala Bappenas Boediono pernah mempopulerkan semboyan
"3 G" untuk memperbaiki kepercayaan internasional terhadap perekonomian
Indonesia: Good policy (kebijakan yang baik), good will (kemauan yang
baik), dan good luck (keberuntungan). Indonesia kini kembali
mengharapkan keberhasilan dan keberuntungan dari tangan dinginnya.
((feby indirani-pdat / dari berbagai sumber)) |