
Nama : R. DJOKOMOELJANTO
Lahir : Boyolali, Jawa Tengah, 20 Februari 1937
Agama : Katolik
Pendidikan : - SD Kanisius, Salatiga (1949)
- SMP Kanisius, Salatiga (1952)
- SMA St. Josef, Surakarta (1955)
- Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta (Drs. Med., 1961)
- Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang (Dokter, 1964
- Spesialisasi Penyakit Dalam, 1970
- Doktor, 1974)
- Workshop on Educational Measurement Clinical Endocrinology, Leiden, Negeri Belanda (1973-1974)
- Kursus Gizi, Hyderabad, India (1969)
Karir : - Asisten Ahli Patologi Klinik FK Undip (1962-1965)
- Asisten Ahli Penyakit Dalam FK Undip (1966-1968)
- Asisten Dosen merangkap Lektor Muda Penyakit Dalam (1968)
- Lektor Madya (1972-1977), kemudian Lektor (1977-1979)
- dan Lektor Kepala (1979-1982)
- Dekan Fakultas Kedokteran Undip (1980-sekarang)
- Wakil Ketua Pusat Riset dan Pengembangan Undip (1983- sekarang)
- Anggota Dewan Riset Nasional (1984-sekarang) Kegiatan lain: Pengurus IDI Semarang (1964-sekarang)
- Pengurus Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia Cabang Semarang (1970-sekarang)
- Anggota Asia Oceania Thyroid Association (1978-sekarang)
- Anggota Pengurus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (1980- sekarang)
Alamat Rumah : Jalan Kawi 49, Semarang Telp: 315856
Alamat Kantor : Jalan Dr. Sutomo 18, Semarang Telp: 311523
|
|
R. DJOKOMOELJANTO
Suatu ketika pada 1972, Djokomoeljanto datang ke Desa Sengi, Magelang, dan langsung terperanjat. Ia menyaksikan rata-rata penduduk memiliki batang leher yang membengkak, bahkan menggelembung sebesar kelapa. Ada pula orang dewasa yang bertubuh kerdil, terbelakang mental, dan menderita gangguan saraf. Tidak syak lagi, kata hati dosen Fakultas Kedokteran Undip itu, mereka menderita penyakit gondok.
Djokomoeljanto, yang juga ahli penyakit dalam pada RSUP Dr. Kariadi, Semarang, sempat termangu-mangu oleh keadaan yang sudah begitu endemis. Dengan dukungan FK Undip, ia kemudian kembali datang untuk meneliti, dan berhasil menangani 400 desa, di samping memeriksa 12.700 anak sekolah. Penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan yodium itu lalu tertangani secara terarah. Pengobatan lebih banyak dilakukan oleh dinas kesehatan, Undip sekadar membantu. "Tugas pokok kami adalah membuka jalan dan memberikan arah," katanya.
Dari penelitian itu, Robertus Josef Sri Djokomoeljanto -- nama utuhnya -- menyusun disertasi berjudul The Effect of Severe Iodine Deficiency, a Study on a Population in Central Java, Indonesia. Inilah yang menghasilkan gelar doktor dari Undip baginya, 1974, dengan predikat "sangat memuaskan".Menurut anak sulung dari delapan bersaudara bekas guru sekolah guru bawah (SGB) di Salatiga ini, jumlah penderita penyakit gondok di Indonesia mencapai 15,5 juta orang, atau 10 persen dari seluruh penduduk. Umumnya mereka tersebar di daerah pegunungan di Jawa, Sumatera Barat, dan Irian Jaya. Bandingkan dengan jumlah penderita gondok dunia, yang kira-kira 400 juta orang.
Karena ingin melakukan penelitian di berbagai bidang kedokteran lainnya, ia hanya membuka praktek empat hari dalam seminggu. Sejumlah 96 karya ilmiah -- sendiri atau secara bersama -- yang dihasilkannya membuktikan luasnya bidang penelitian yang digarapnya. Misalnya, karya tulis yang berjudul, Impotensi: Pandangan Bagian Penyakit Dalam, yang dibacakannya di depan Simposium Impotensi di Semarang, 1979. Ia juga menulis tentang diabetes mellitus, penyakit jantung, dan demam berdarah.
Ia anggota teras International Consultative Council for the Eradication of Iodine Deficiency, dan anggota Asia Oceania Thyroid Association.
Anggota Dewan Riset Nasional ini mendapat penghargaan dari Undip untuk penelitiannya tentang penyakit gondok dan kretin (1981), dan dari IDI Pusat untuk prestasi ilmiah kedokterannya (1983). Gemar musik klasik, ia bisa bermain piano dan cello. "Tidak profesional," ujar ayah tujuh anak itu, merendah. Di samping melahap buku ilmiah, ia senang pula membaca cerita detektif. Olah raga yang dilakukannya adalah menggenjot sepeda argo dan senam. Ia juga menggemari tinju, tenis, bulu tangkis, dan sepak bola.
|