
Nama : RADEN PANDJI SOEJONO
Lahir : Mojokerto, Jawa Timur, 27 November 1926
Agama : Islam
Pendidikan : - ELS, Mojokerto (1939)
- HBS, Malang (1942)
- SMA, Yogyakarta (1950)
- Fakultas Sastra UI (Sarjana, 1959
- Doktor, 1977)
Karir : - Asisten Purbakala pada Dinas Purbakala (1956-1960)
- Kurator Prasejarah pada Museum Pusat, Jakarta (1956-sekarang)
- Kepala Kantor Cabang II Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional, Bali (1960-1964)
- Dosen Luar Biasa pada Universitas Udayana (1960-sekarang)
- Kepala Bidang Prasejarah pada Pust Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta (1960-sekarang)
- Dosen Luar Biasa UGM (1963-sekarang) Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (1977-sekarang).
Kegiatan Lain : - Ketua Yayasan Perguruan Ksatrya (1951-sekarang)
- Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), 1976-sekarang
Karya : - Antara lain: Prehistoric Indonesia, Dynamics of Indonesian Story, Netherlands, 1978
- Trends in Prehistoric Research in Indonesia, Modern Quaternary Research, 1982
- Artifacs from Hominid Bearing Formation in Java, makalah, 1984
Alamat Rumah : Jalan Cipete VII/87A, Cipete Selatan, Jakarta Selatan Telp: 760354
Alamat Kantor : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jalan Raya Condet Pejaten 4, Jakarta Pusat Telp: 798187
|
|
RADEN PANDJI SOEJONO
Ketika masih mahasiswa, ia pernah "magang" pada Van Heekeren, arkeolog ternama Belanda. "Kami sering melakukan ekspedisi ke daerah terpencil, dengan peralatan sederhana. Jas hujan saja susah," katanya. Begitu Van Heekeren dan arkeolog Belanda lainnya kembali, Soejono mulai merintis lembaga kepurbakalaan Indonesia. Antara lain bersama Uka Tjandrasasmita, Nyonya Sulaeman, dan Soekmono. Anak keenam dari tujuh bersaudara ini, putra Raden Pandji Soeroso, perintis kemerdekaan itu. Pada mulanya, Soejono mengambil jurusan sejarah, lalu pindah ke arkeologi. "Jurusan ini ternyata lebih sesuai untuk saya," katanya.
Tentang arkeologi, ia mengutip cendekiawan Denmark, Worsaae. Bangsa yang menghargai dirinya sendiri dan kemerdekaannya tidak mungkin puas dengan hanya memandang kepada masa kininya. Ia harus memberikan perhatian kepada masa-masa lampaunya.
Mungkin lantaran itu, Soejono baru merasa puas bila berhasil menemukan sesuatu dalam penggaliannya. Temuan itu akan menjadi bahan penelitian untuk mengetahui apa yang telah terjadi dengan masa lampau. Penelitian itu begitu penting baginya. "Oleh sebab itu, saya sering kali kecewa bila mendengar komentar yang mengatakan bahwa arkeolog hanya mengejar benda kuno saja, seperti halnya pencari beling," keluhnya.
Namun, ia kini mulai puas karena bidang arkeologi sudah banyak diketahui orang. "Sudah banyak koran yang memuat berita arkeologi. Setidaknya hal itu membuat bidang arkeologi tidak lagi terasa asing. Itulah yang saya harapkan," ujarnya. Menurut Soejono, penelitian kepurbakalaan Indonesia kini sudah sampai pada taraf kristalisasi.
Selain menjadi dosen luar biasa pada beberapa perguruan tinggi di Indonesia, ia juga menjabat berbagai jabatan yang semuanya berhubungan dengan bidang arkeologi. Antara lain sebagai Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Ia dijuluki "barang langka" dalam dunia prasejarah di Indonesia.
Lelaki dengan tiga anak ini dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar luar biasa pada FS UI, Agustus 1984, menjelaskan bahwa arkeologi mempunyai peranan dalam usaha menggugah rasa kebangsaan. Khusus kepada keluarganya, ia berkata: "Kepada istriku, Vasca, dan anak-anakku, Uki, Hita, Arsa. Mengejar materi arkeologi adalah berbeda dengan mengejar materi duniawi. Terima kasih atas pengertianmu sekalian selama ini di kala saya berlanglang buana dan mengembara di pelosok tanah air."
Ia menyadari, tugasnya telah menyita waktu untuk keluarga. Sebelum menikah dengan Hanggarina Ambaroekmi Vascayati, 1958, ia sudah mulai melakukan survei, ekskavasi, rekonstruksi, dan preservasi kepurbakalaan periode prasejarah, meliputi paleolitik, epi-paleolitik, neolitik, dan peleometalik sejak 1953. Untuk semua itu, ia sudah menyuruki banyak gua dan pelosok Nusantara -- sedikitnya dalam 30 tahun perjalanan kariernya.
Ia meraih doktor dari UI, dengan disertasi berjudul Sistem- sistem Penguburan pada Akhir Masa Prasejarah di Bali. Lebih dari 60 artikel, kertas kerja, dan prasaran telah ditulisnya.
Tentang adanya pencurian benda-benda purbakala, Soejono berpendapat, "Yang salah adalah lingkungan di luar kita semua, yang seakan-akan menciptakan peluang terjadinya pencurian benda kuno," katanya kepada Sinar Harapan. Namun, ia juga mengakui bahwa hal itu tidak saja terjadi di Indonesia. "Di luar negeri malah nekat. Pencuri merampok dan memboyong benda purbakala dengan truk dan cara yang canggih," tuturnya.
Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia ini sangat gembira melihat perhatian terhadap ilmu arkeologi dari kaum muda sekarang. Soejono, yang pernah ditawan Belanda ketika bergerilya (1947), ingin menggembleng mereka menjadi spesialis arkeologi yang bermutu.
|