
Nama : RADJA Pingkir Sidabutar
Lahir : Balige, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 18 Oktober 1935
Agama : Protestan
Pendidikan : - SD, Balige (1947)
- SMP, Jakarta (1951)
- SMA, Jakarta (1954)
- Fakultas Kedokteran UI, Jakarta (1961)
- Pendidikan Spesialisasi Penyakit Dalam FK UI, Jakarta (1965)
- Pendidikan Super-Spesialisasi FK UI, Jakarta (1970)
Karir : - Asisten Ahli Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI/RSCM, Jakarta (1960)
- Kepala Subbagian Ginjal Hipertensi FK UI/RSCM (1966 -- sekarang)
- Direktur Urusan Pendidikan RS DGI Cikini (1968-1982)
- Ketua Unit Ginjal FK UI/RSCM (1970)
- Ketua Tim Transplantasi Ginjal RS DGI Cikini (1977)
- Koordinator Tim Transplantasi Ginjal FK UI/RSCM (1977)
- Lektor Kepala, Bagian Penyakit Dalam FK UI/RSCM (1979 -- sekarang) Kegiatan lain: Ketua Yayasan Ginjal, Jakarta (1975 -- sekarang)
- Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (1975 -- sekarang)
- Anggota International Society of Nephrology (1968 -- sekarang)
Alamat Rumah : Jalan Susilo Raya 8, Jakarta Pusat Telp: 591127
Alamat Kantor : Subbagian Ginjal Hipertensi FK UI/RSCM Jalan Diponegoro 71, Jakarta Pusat
|
|
RADJA Pingkir Sidabutar
Di sekolah, dahulu ia tidak terlalu cemerlang. "Tetapi, justru itulah yang mengharuskan kita menjadi pintar," kata R.P. Sidabutar, kini seorang dari segelintir ahli penyakit ginjal yang dimiliki Indonesia.
Anak sulung dari empat bersaudara ini berkaca mata tipis dengan rambut disisir rapi ke belakang. Sebenarnya, ia tampak berwibawa dalam seragam dokternya. "Tapi, kata anak saya, saya lebih cocok jadi tukang pangkas," katanya. Ketua Konsultan Rumah Sakit Cikini ini memang senang bergurau.
Ayahnya, Wismar Sidabutar, pensiunan pegawai Kehakiman di Tapanuli. Tamat SD di Balige, Tapanuli, ia meneruskan sekolah ke Jakarta. Lulus FK-UI, 1961, ia lalu memperdalam subspesialis ginjal dan hipertensi di Universitas Leiden, Negeri Belanda. Di sana ia diangkat anak oleh Prof. De Graaf, seorang sejarawan yang memiliki perhatian besar terhadap Indonesia. Ia kemudian membentuk Subbagian Ginjal dan Hipertensi di RSCM, Jakarta, bahkan menerima sumbangan alat pencuci darah untuk pertama kali di Indonesia.
Tantangan adat dan agama menjadi halangan baginya untuk melakukan pencangkokan ginjal. Baru pada 1977 ia dapat melakukan pencangkokan. Tangannya, dibantu para tenaga ahli bidang lainnya, kini sudah mencangkokkan lebih dari 43 ginjal. Ini membuat dia tambah optimistis. "Tak lama lagi masyarakat dapat menerima ginjal dari mayat," kata Sidabutar yakin.
Membagi waktu memang menjadi masalah orang sesibuk Sidabutar. "Dokter tak sama dengan pegawai kantor, yang waktunya dapat diatur," ujarnya. Tapi ia mengaku sangat puas bila berhasil menyembuhkan orang lain.
Melihat beberapa negara maju kini mengembangkan pemecahan batu ginjal dengan sinar laser, ia belum buru-buru menggunakannya, kendati tertarik. Sampai-sampai tenaga asing yang diundangnya heran, melihat keterbelakangan Indonesia di bidang peralatan mutakhir. "Kok dalam kondisi begini, kita dapat bekerja dengan baik dan tak kalah dengan mereka," kata Sidabutar. Memiliki hanya dua ahli ginjal pada 1970, Sidabutar lega jumlah itu kini sudah menjadi 25.
Menikah dengan Roswita boru Simanjuntak, 1965, ia dianugerahi tiga anak yang kini beranjak dewasa. Gemar lari pagi, sepak bola, musik, dan fotografi, sebelum tidur ia biasa membaca buku-buku komputer, astronomi, humor, atau fiksi yang best- seller.
|