
Nama : Muhammad Rivai Riza
Lahir : Makassar, Sulawesi Selatan, Oktober 1970
Agama : Islam
Pendidikan : - Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta (1993)
- Media Arts Department, Royal Holloway University, London, Inggris (MA dalam bidang penulisan skenario film, 2001)
Karir : - Sutradara film dokumenter, antara lain Siulan Bambu Toraja (1995), Kupu-Kupu di Atas Batikku (1995), Nafas Batu Merapi (1996)
- Sutradara Mata Ketiga (1997)
- Sutradara/co-writer film televisi Buku Catatanku (1997), sinema yang masuk dalam nominasi untuk film terbaik untuk program televisi pada Festival Film International di Singapura 1998
- Sutradara sinetron Kupu-Kupu Ungu, episode Emilia dan AIDS (1998)
- Penulis, sutradara, co-producer film Kuldesak (1998)
- Sutradara film Petualangan Sherina (2000)
- Produser Ada Apa dengan Cinta (2002)
- Penulis, sutradara, produser film Eliana, Eliana (2002)
Penghargaan : €œBest Young Cinema€ dan penghargaan khusus dari juri Networking for Promoting Asian Cinema dan Federation of International Film Critics, pada Festival Film Internasional di Singapura, untuk film Eliana, Eliana (2002)
Keluarga : Istri : Wilita Putrinda
Anak : Liam Amadeo Riza
Alamat Rumah : Taman Hijau 202, Lippo Karawaci, Tangerang, Banten
Alamat Kantor : Miles Production, Jalan Pangeran Antasari 17, Cipete Selatan, Jakarta Selatan 12410
Telepon (021) 7500503, 7500739
Faksimile (021) 75817755
|
|
Riri Riza
Waktu masih SMA, Riri Riza lebih dikenal sebagai anak band. Itu lantaran sejak SMP ia memang punya hobi bermain musik. Makanya, selulusnya dari SMA, Riri kemudian berkeinginan melanjutkan kuliah di Jurusan Musik Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Tapi entah kenapa, "Begitu tahu di sana ada jurusan film, saya malah lebih tertarik untuk memasukinya," tutur Riri, yang juga punya hobi fotografi itu.
Ketertarikan Riri terhadap dunia film bukan tanpa alasan. Sejak kecil, boleh dibilang ia sudah akrab dengan hal-hal berbau film. Ayahnya, seorang pejabat di Departemen Penerangan di era Orde Baru, sering mengajaknya ke pelosok-pelosok daerah untuk memutar film pembangunan. Menurut pria berkacamata minus itu, keliling pelosok tersebut menjadi hiburannya ketika ia anak-anak.
Ya, pilihan Riri rupanya tak meleset. Berkat ketekunannya dalam belajar, ia tercatat sebagai mahasiswa paling menonjol di kampusnya. Riri juga menjadi lulusan terbaik IKJ untuk angkatannya. Selain itu, berkat ketekunannya pula, sejumlah prestasi di bidang film diraihnya. Film perdananya (setelah ia lulus dari IKJ) "Sonata Kampung Bata" memenangkan suatu penghargaan dalam Festival Film di Jerman.
Atas prestasinya itu, Riri diundang ke Jerman. Dan itu sekaligus menjadi pengalaman pertamanya jalan-jalan ke luar negeri. "Ayah saya senang sekali. Dan saking senangnya, ia sampai ikut membantu membuatkan paspor dan visa segala," kenangnya. "Pokoknya, waktu itu suasananya dramatis sekali. Bayangkan, ayah saya belum pernah membawa saya ke luar negeri, tiba-tiba saya diundang ke Jerman," tambahnya.
Sepulangnya dari Jerman, debut Riri dalam dunia sinematografi seolah tak terbendung. Ia terlibat dalam pembuatan sejumlah film -- baik film pendek, film dokumenter, film televisi, sinetron, ataupun film layar lebar. Sebut saja, Siulan Bambu Toraja (film dokumenter), Buku Catatanku (film televisi), Kupu-Kupu Ungu, episode Emilia dan AIDS (sinetron), Kuldesak, Petualangan Sherina, Ada Apa dengan Cinta, dan Eliana, Eliana (film layar lebar).
Hebatnya lagi, di antara film-film itu Riri juga sempat bertindak sebagai sutradara, penulis skenario, dan produser. Meski begitu, ia lebih tertarik untuk berkonsentrasi di bidang penulisan skenario. Itu pula yang didalaminya ketika ia mendapat beasiswa untuk kuliah program master di Inggris. Kutu buku dan penggemar berat nonton film itu mengambil bidang penulisan skenario film di Royal Holloway University, London, pada 2001.
Yang jelas, dunia film kini telah menjadi pilihan hidupnya. Bagi Riri, dunia film bukan cuma sekadar ajang mencari sesuap nasi -- tapi alat perjuangan. Lewat film, pria bertampang baby face itu ingin mengangkat persoalan hidup yang berkembang di masyarakat, sehingga masyarakat akan terbuka mata hatinya. Ya, sebuah cita-cita yang tak bisa dibilang sederhana.
Lantas apa obsesinya? Untuk jangka panjang, Riri ingin membuka sekolah penulisan skenario film. Dan untuk jangka pendeknya, ia ingin membuat film tentang kehidupan pasar tradisional di Indonesia. "Di pasar itu kita bisa melihat karakter manusia yang sebenarnya," katanya. "Barangkali, di sanalah tempat hidup yang sesunguhnya," tambah pria yang punya hobi mengisi waktu luangnya dengan jalan-jalan ke pasar tradisional itu.
|