A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

I GUSTI NGURAH PUTU WIJAYA




Nama :
I GUSTI NGURAH PUTU WIJAYA

Lahir :
Tabanan, Bali, 11 April 1944

Agama :
Hindu

Pendidikan :
- SR, Tabanan (1956)
- SMP Negeri, Tabanan (1959)
- SMA-A, Singaraja (1962)
- Fakultas Hukum UGM (1969)
- ASRI dan Asdrafi, Yogyakarta
- LPPM, Jakarta (1981)
- International Writing Programme, Iowa, AS (1973)


Karir :
- Pimpinan Teater Mandiri, Jakarta
- Penulis skenario film, antara lain: Perawan Desa (memperoleh Piala Citra FFI 1980)
- Kembang Kertas (memperoleh Piala Citra FFI, 1985)


Kegiatan Lain :
- Wartawan majalah Ekspres (1969)
- Dosen teater Institut Kesenian Jakarta (1977-1980)
- Wartawan majalah Tempo (1971-1979)
- Redaktur Pelaksana majalah Zaman (1979-1985)
- Dosen tamu teater dan sastra Indonesia modern di Universitas Wisconsin dan Universitas Illinois, AS (1985-sekarang)


Karya :
- Bila Malam Bertambah Malam
- Telegram
- Stasiun
- Pabrik
- Keok
- Aduh
- Dag-dig-dug
- Edan (semuanya diterbitkan Pustaka Jaya tahun 1972 s/d 1977)
- Gress
- Lho
- Nyali (semuanya diterbitkan Balai Pustaka tahun 1982-1983)


Alamat Rumah :
-- 550 W, Main .120 202, Madison W.I., 53703 USA - Jalan Mimosa I -- No. 1 Vila Sunter Mas, Jakarta Utara

 

I GUSTI NGURAH PUTU WIJAYA


"Menulis adalah menggorok leher tanpa menyakiti," katanya, "bahkan kalau bisa tanpa diketahui." Kesenian diibaratkannya seperti baskom, penampung darah siapa saja atau apa pun yang digorok: situasi, problematik, lingkungan, misteri, dan berbagai makna yang berserak. "Kesenian," katanya, "merupakan salah satu alat untuk mencurahkan makna, agar bisa ditumpahkan kepada manusia lain secara tuntas."

Rekan-rekannya heran, bagaimana ia bekerja. Ketika ia mengelola majalah Zaman, ia juga menulis cerita pendek, novel, lakon, dan mementaskannya lewat Teater Mandiri, yang dipimpinnya. Di samping itu, ia mengajar pula di Akademi Teater, Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Harian Kompas dan Sinar Harapan kerap memuat cerita pendeknya. Novelnya sering muncul di majalah Kartini, Femina, dan Horison. Memenangkan lomba penulisan fiksi baginya sudah biasa. Sebagai penulis skenario, ia dua kali meraih piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI), untuk Perawan Desa (1980), dan Kembang Kertas (1985). Sebagai penulis fiksi sudah banyak buku yang dihasilkannya. Di antaranya, yang banyak diperbincangkan: Bila Malam Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, Nyali.

Pengarang yang produktif ini menegaskan, "teater bukan sekadar bagian dari kesusastraan, melainkan suatu tontonan." Naskah sandiwaranya tidak dilengkapi petunjuk bagaimana harus dipentaskan. Agaknya, memberi kebebasan bagi sutradara lain menafsirkan. Bila menyinggung problem sosial, karyanya tanpa protes, tidak mengejek, juga tanpa memihak. Tiap adegan berjalan tangkas, kadang meletup, diseling humor.Mungkin ini cerminan pribadinya. Individualitasnya kuat, dan berdisiplin tinggi. Ayahnya, I Gusti Ngurah Raka (almarhum), seorang pensiunan punggawa yang keras mendidik anak. Biasa dipanggil Putu atau Wid, ia bungsu dari lima bersaudara seayah maupun dari tiga bersaudara seibu. Semula ayahnya mengharapkan Putu jadi dokter. Namun, Putu lemah dalam ilmu pasti. Ia akrab dengan sejarah, bahasa, dan ilmu bumi.

Semasa di SD, "saya doyan sekali membaca," tuturnya, "mulai dari karangan Karl May, buku sastra Komedi Manusia-nya William Saroyan, sampai cerita picisan yang merangsang berahi." Minatnya mengarang tumbuh ketika di SMP, 1959.

Cerita pendek Wid yang pertama, Etsa, dimuat harian Suluh Indonesia edisi Bali. Main drama diawali waktu di SMA, pertama kali berperan dalam Badak, karya Anton Chekov. Pindah ke Yogyakarta, ia kuliah di Fakultas Hukum UGM. Meski sambil tetap berkesenian, kuliah di Asdrafi, dan Asri. Juga anggota Bengkel Teater-nya Rendra. Toh ia lulus juga di Jurusan Perdata, FH UGM 1969.

Mula menetap di Jakarta, Wid bergabung dengan Teater Kecil asuhan Arifin C. Noer. "Hidup saya saat itu dari menulis resensi pertunjukan dan esei di harian Kompas, Sinar Harapan, dan majalah Horison," ceritanya. Beberapa bulan pernah hidup di Ittoen, Jepang, ia mempelajari Kabuki, 1973. Lalu ia ikut International Writing Programme di Iowa, AS. Sebelum pulang ke Indonesia, mampir di Prancis, ikut main di Festival Nancy.

Penggemar musik dangdut, rock, dan klasik karya Bach atau Vivaldi ini juga menyukai jazz dari Stan Get sampai Mile Davis. Pada 1977, ia menikah dengan Renny Retno Yooscarini, beroleh seorang anak, Yuka Mandiri. "Sebelum menikah saya menulis Sah, ee, saya mengalami persis seperti yang saya tulis," ujarnya. "Pernikahan saya bubar pada 1984." Tetapi ia tidak lama menduda. Pertengahan 1985, ia mengawini gadis Sunda, Dewi Pramunawati. Bersama Dewi, Putu Wijaya selanjutnya hidup di Amerika Serikat selama setahun. Ia jadi dosen tamu untuk kuliah sastra Indonesia modern dan teater di Universitas Wisconsin dan Universitas Illinois, AS.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


I GUSTI NGURAH OKA DIPUTHERA | I GUSTI NGURAH BAGUS | I GUSTI NGURAH PUTU WIJAYA | I KETUT Gde Widiana | I NYOMAN MOENA | I WAYAN SURPHA | IBNU SUTOWO | IBRAHIM HASAN | IBRAHIM HOSEN | IBRAHIM RISJAD | IBU SOED (Saridjah Niung Bintang Soedibio) | ICUK SUGIARTO | IDA BAGUS MADE | IDA BAGUS MANTRA | IDA BAGUS OKA PUNIAATMAJA | IDHAM | IDHAM CHALID | IDRIS SARDI | IHROMI | IKE SOEPOMO | IMAM MUNANDAR | IMAM ZARKASYI | IMAN CHAERUL UMAM | IMAN EMMANUEL GINTING MALIK (EL MANIK) | IMAN TAUFIK | INDAH BERLIANI SOETOPO | INKE MARIS | IRAVATI M. SUDIARSO | IRENG MAULANA | ISBANDI SOEWARDI | ISKANDAR ALISJAHBANA | ISKANDAR SURYAATMADJA | ISMAIL Saleh | ISMAIL SUNI | ISMED BATARA SIREGAR | ISMID HADAD | IVANNA LIE | IWAN DARMANSJAH | IWAN JAYA AZIS | IWAN STAMBOEL | IZZAC HINDOM | Iwan Suryaputra | I Gede Ardika | Ichlasul Amal | Ignas Kleden


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq