Nama : IBRAHIM RISJAD
Lahir : Sigli, Aceh, 3 Maret 1934
Agama : Islam
Pendidikan : - SD, Sigli (1947)
- SMP, Sigli (1951)
- SMA, Medan (1954)
Karir : - Direktur CV Waringin (1965-1968)
- Direktur II PT Waringin Kencana (1968-1973)
- Direktur II PT Bogasari Flour Mills merangkap Direktur PT Indocement (1973-sekarang)
- Presiden Direktur PT Sarida Perkasa merangkap Presiden Direktur PT Branta Mulia (1979-sekarang)
- Direktur Utama PT Semen Madura (sejak 1986)
Kegiatan Lain : - Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia
Alamat Rumah : Jalan Sekolah Duta Raya Kapling 24, Pondok Indah, Jakarta Selatan
|
|
IBRAHIM RISJAD
Selepas SLTA di Medan, 1954, pria ini langsung bekerja pada sebuah perusahaan swasta. Hanya dua tahun Ibrahim Risjad "magang" di sana, dan -- setelah tambahan pengalaman di tempat lain -- pada 1965 ia merasa tiba waktunya menjadi direktur, yaitu dari sebuah perusahaan bernama CV Waringin.
Lima tahun kemudian CV Waringin berubah menjadi sebuah perseroan terbatas, dan memilih PT Waringin Kencana sebagai nama baru. Di perusahaan patungan Liem Sioe Liong -- Sudwikatmono ini ia menjadi direktur II. Pada 1973, Risjad dipercayai menjadi direktur dua perusahaan grup Liem Sioe Liong yang lain, PT Bogasari Flour Mills dan PT Indocement. Masih ada tiga perusahaan lain yang mendudukkannya sebagai direktur utama, yakni PT Sarida Perkasa, PT Branta Mulia, dan PT Rexford Pratama.
Ketika pada 1984 terbetik berita bahwa Indocement Group mengambil alih PT Semen Madura, kursi direktur utama perusahaan tersebut kembali dipercayakan kepada Risjad.Sayangnya, ekspansi Indocement Group diikuti dengan melemahnya daya saing semen Indonesia di pasaran dunia. Menurut Ibrahim Risjad, selaku Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI), hal ini karena semen ekspor Indonesia selalu kalah bersaing dengan barang sejenis dari Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Ketiga negeri itu, kata Risjad, mampu menawarkan harga lebih rendah karena mereka pada umumnya sudah tidak lagi menggunakan bahan bakar minyak dalam proses produksinya dan beralih ke batu bara yang lebih murah. Indonesia sendiri, di samping masih memakai bahan bakar minyak, tingginya suku bunga, ongkos angkutan, dan sarana pelabuhan turut memperlemah daya saingnya di pasar internasional.
Pada 1985, Indocement Group menargetkan ekspor sebanyak 1,3 juta ton, tetapi hanya 500 ribu ton yang dapat direalisasikan. "Biaya produksi semen di Indonesia memang masih tinggi," kata Risjad. Karena itu, sejak Maret 1986, pihaknya akan mulai menggunakan bahan bakar batu bara. Dikatakannya, Indonesia telah mengekspor semen di Singapura, India, Bangladesh, Sri Lanka, Papua Nugini, Pakistan, Hong Kong, dan Brunei Darussalam.
|