
Nama : BOEDIHARDJO Sastrohadiwirjo
Lahir : Solo, Jawa Tengah, 18 September 1928
Agama : Islam
Pendidikan : -SD Sempurna, Salatiga (1942)
-Latihan Militer Seinen Dojo, Salatiga (1945)
-SMP I, Solo (1946)
-SMA Wijayakusuma, Surabaya (1951)
-ITB, Bandung (tidak selesai, 1953)
-Pendidikan Manajemen Perkapalan, Amsterdam, Negeri Belanda (1963)
-Pendidikan Manajemen, London, Inggris (1966)
-Pendidikan Pilot, Hilversum, Negeri Belanda (1969)
-LPPM, Jakarta (1975
Karir : -Presiden Direktur PT Raya Lloyd (1957-1964)
-Presdir PT Trikora Lloyd (1964-sekarang)
-Presiden Komisaris PT Deraya (1969-sekarang)
-PT Derazona (1972-sekarang)
-PT Jemla Ferry (1973-sekarang)
-PT Mahanaga (1973-sekarang) dan PT Mahawana (1977-sekarang)
-Presiden Direktur Trikora Affiliate (1982-sekarang)
Kegiatan Lain : Ketua Umum INSA (1978-sekarang)
Ketua Kompartemen Jasa Perhubungan Kadin Indonesia (1986- 1988)
Alamat Rumah : Jalan Taman Tanah Abang III/6, Jakarta Pusat Telp: 360377
Alamat Kantor : Jalan Malaka 1, Jakarta Barat Telp: 679770
|
|
BOEDIHARDJO Sastrohadiwirjo
Ia profesional di bidang pelayaran. Bersama Adil Nurimba dari PT Gesuri Lloyd dan Sudarpo Sastrosatomo dari PT Samudera Indonesia, Boedihardjo Sastrohadiwirjo dari PT Trikora Lloyd dikenal sebagai trio cikal bakal pelayaran samudra Indonesia. Ketika dunia usaha digerogoti resesi, ia dengan sigap menggait mitra muda tangguh, Bambang Trihatmojo.
Pengusaha yang ramah ini enggan diajak bicara tentang usahanya. Tetapi pada 1983, PT Trikora Lloyd tercatat memiliki sembilan kapal curah (bulk) berbobot mati 12 ribu ton, dan lima kapal semi peti kemas yang bobot matinya 17.500 sampai 18 ribu ton.
Direktur PT Trikora Lloyd ini termasuk pengusaha pelayaran yang menyambut baik konsorsium antara perusahaan pelayaran yang dilakukan pada 1983. Ia menilai hal itu akan meningkatkan mutu pelayaran. Kalau tahun-tahun sebelumnya empat perusahaan pelayaran mengadakan 40 kali pelayaran dalam setahun, dengan konsorsium bisa diperkecil menjadi 28 kali saja setahun. "Tiap perusahaan mengoperasikan dua atau tiga kapal semi-Container- nya," ujar Pak Boed, yang juga ketua umum asosiasi pemilik kapal Indonesia (INSA).
Berlakunya Inpres No. 4/1985 ternyata memungkinkan masuknya kapal-kapal asing ke 52 pelabuhan Indonesia. Hal ini sempat merisaukan Boedihardjo, yang menganggap hal itu akan menekan armada nasional, karena ternyata struktur biaya yang dipikul perusahaan pelayaran nasional jauh berbeda dengan rekan asingnya. Ia mengimbau pemerintah menghilangkan perbedaan itu.
Penggemar pesinden Nyi Tjondrolukito ini juga menyukai burung. Di rumahnya di Taman Tanah Abang II, Jakarta Pusat, terdapat sebuah kandang burung berisi cucakrawa dan betet yang dicampur jadi satu dengan burung-burung lainnya, termasuk alap- alap. "Orang Indonesia harus seperti alap-alap (yang gesit), jangan kayak tekukur," ujarnya.
Boedihardjo merencanakan mendirikan pesantren di Cijeruk, Sukabumi, Jawa Barat, di atas tujuh hektar tanah yang baru dibelinya. Ia memulainya dengan lebih dahulu mendirikan madrasah. "Tenaga pengajarnya harus full time," katanya. Di rumahnya, tiap hari Selasa, ada pengajian antarkeluarga -- sayang, jumlah peserta yang tadinya 100 orang makin menciut. "Padahal, kadang-kadang, saya hubungi dulu dengan telepon, lalu saya mereka jemput," tambahnya. Agar mereka konsentrasi, anak-anak ia suruh naik ke tingkat atas, untuk menonton video.
|