A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

Butet Kartaredjasa




Nama :
Butet Kartaredjasa

Lahir :
Yogyakarta, 21 November 1961

Pendidikan :
- Sekolah Menengah Seni Rupa (1978-1982)
- Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia (1982-1987), (tidak selesai)


Karir :
- Sketser (penggambar vinyet) (1978-1992)
- Penulis freelance untuk liputan masalah sosial dan budaya (1978-sekarang)
- Pemain teater, antara lain di Teater Sanggarbambu, Teater Dinasti, Teater Gandrik, Komunitas Seni Kua Etnika
- Wartawan tabloid Monitor (1986-1990)
- Redaktur Budaya di harian Bernas (1991)
- Bersama Djaduk Ferianto, Purwanto, dan Indra Tranggono mendirikan Komunitas Seni Kua Etnika (1995)
- Mendirikan institusi periklanan Galang Communication (1996)
- Menjadi host (pemandu) untuk acara talkshow €œWaroeng€ di TV7 (2002)


Penghargaan :
- Aktor Terbaik Festival Teater SLTA se-DIY ke-2 (1979) - Aktor dan Sutradara Terbaik Festival Teater SLTA se-DIY ke-4 - Juara Pertama Lomba Esai Taman Ismail Marzuki (1982) - Juara Pertama Lomba Esai tentang Wartawan, LP3Y (1983)

Keluarga :
Ayah: Bagong Kussudiardjo Istri : Rulyani Isfihana Anak : 1. Giras Basuwondo 2. Suci Senanti 3. Galuh Paskamagma

Alamat Rumah :
Jalan Bibis Raya, Gang Nusa Indah 189, Kompleks Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Desa Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183 Telepon/Faksimile (0274) 376554 HP: 0811269010

 

Butet Kartaredjasa


BUTET Kartaredjasa menjadi tenar karena keahliannya meniru suara pejabat, antara lain Harmoko, Soeharto, dan Habibie. Suara dan gaya tiruan yang bernada olok-olok itu ia pertontonkan dalam pementasan teater atau monolog. Maka, setiap pertunjukan dan pementasan teater yang dibintangi Butet dijubeli pengunjung. Peniruan suara tokoh pejabat tertentu, yang dilakukannya dengan hampir sempurna, membuat banyak penonton tertawa geli.

Itu bermula dari kesukaannya memperhatikan Soeharto, presiden zaman Orde Baru, berpidato. Ia juga mengamati tingkah-laku Harmoko, menteri penerangan saat itu. €œAkhirnya timbul ide menirukan suara-suara khas itu ke dalam dialog-dialog dalam pementasan teater saya,€ tutur putra pelukis/koreografer ternama Bagong Kussudiardjo. Maka, ia pun berlatih dengan membaca pidatonya berulang-ulang dan menirukan gaya bicaranya.

Diduga menyindir penguasa, setiap pementasannya selalu mengalami kesulitan memperoleh izin. €œDahulu naskah harus diperiksa oleh aparat kepolisian. Saya jadi guyu (tertawa), naskah sastra kok diperiksa polisi,€ kisah Butet.

Kenapa ia Butet, nama panggilan untuk anak perempuan di Tanah Batak itu? Ini karena sang ayah, yang memimpin misi kesenian Indonesia ke Vietnam pada 1960-an, sangat terkesan dengan lagu Butet nyanyian Gordon Tobing. Ia melihat, setiap lagu Batak itu dinyanyikan, penonton menyambutnya dengan sangat meriah. Bagong pun berjanji pada dirinya, jenis kelamin apa pun bayi yang akan dilahirkan oleh istrinya yang lagi hamil, akan ia namai dengan Butet.

Tampaknya, darah seni ayahnya mengalir pada dirinya. Apalagi tumbuh dalam lingkungan seni, di padepokan milik ayahnya, bakat seni tumbuh subur. Tapi, Butet lebih menyukai sastra dan teater. Orangtuanya tak keberatan atas pilihannya. Bersama adiknya, Djaduk Ferianto, Butet kecil membuat pementasan kecil-kecilan di rumahnya. €œTeman-teman saya suruh bayar. Kalau sudah bayar, saya kasih tangannya karet gelang. Kemudian saya pun beraksi,€ kenang pendiri Teater Gandring ini.

Waktu sekolah, Butet suka melihat Rendra latihan. Akibatnya, sekolahnya di SMP tidak berjalan mulus dan pernah tidak naik kelas -- sehingga harus pindah sekolah. Kemudian, ia melanjutkan ke Sekolah Menengah Seni Rupa Indonesia (SMSRI) selama empat tahun. Sayang, studinya di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) tidak selesai €“ hal yang tak pernah ia sesali.

€œWalaupun saya tidak bisa buat skripsi, saya menjadi bahan skripsi bagi mahasiswa seni rupa,€ ujarnya. Saat SMSRI, ia pernah menyutradarai dan sekaligus menjadi aktor film. Pada Festival Teater SLTA se-Daerah Istimewa Yogyakarta, 1979, Butet terpilih sebagai aktor terbaik.

Saat belum terkenal, Butet pernah selama beberapa minggu ikut berpentas di beberapa tempat, dengan hanya mendapat honor ala kadarnya, bahkan sering tak dibayar sama sekali. Padahal, latihannya saja berbulan-bulan. Ketika bergabung dengan Teater Dinasty, ia membawa anaknya yang baru berusia satu setengah tahun keluar-masuk panggung. €œKalau tidak kuat akan tantangan ini, tidak jarang orang frustrasi. Saya menganggap ini ongkos proses yang harus saya bayar,€ ujarnya.

Ada pengalaman lain yang tak terlupakan. Pada 1997, ketika ia sedang tampil pada suatu perunjukan, mendadak suaranya habis, sehingga pementasan terpaksa dihentikan. Akibatnya sebagian penonton menuntut uang tiket seharga Rp 3.000 dikembalikan. Masih untung, sebagian penonton yang lain mengikhlaskannya.

Kini Butet sudah terkenal, tidak hanya di Indonesia. Ia juga pernah berpentas di Malaysia, Singapura, dan Australia. Selain teater, Butet juga ikut berperan dalam film Petualangan Sherina dan bermain sinetron. Berlakangan, ia menjadi presenter acara talkshow di TV7, serta mengelola penerbitan buku-buku budaya. Baginya, antara main di sinetron dan film tak harus dibeda-bedakan. €œSeni peran itu aplikasinya pada media, baik film maupun sinetron. Kedua membutuhkan penjiwaan yang bagus,€ begitu alasan Butet yang dijuluki €œRaja Monolog€.

Menikah dengan murid ayahnya, Rulyani Isfihana, yang berusia 19 tahun waktu itu (1981), Butet ayah tiga anak. Anaknya yang sulung, Giras Basuwondo, kuliah si Sastra Inggris Universitas Sanatadharma, Yogyakarta. Ia suka pantomim dan membuat film independen. Anak nomor dua, Suci Senanti, suka musik dan main drum. €œTomboy-nya minta ampun,€ komentarnya. Yang paling kecil, masih di SMP, suka menari dan menyanyi. €œIa paling kocak dan suka ngomong sendiri,€ katanya tentang Galuh Paskamagma.

Di Pedepokan Bagong Kussudiardja, yang dipergunakan sebagai tempat mengumpulkan barang seni, Butet tinggal dan berkreasi. Obsesinya sangat sederhana: €Kalau mati tidak sakit terlebih dahulu,€ katanya. Ia tak ingin menyusahkan orang lain, terutama keluarganya.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


BINTORO TJOKROAMIDJOJO | BINTARI RUKMONO | BENYAMIN SUEB | BENNY MOELJONO | BENJAMIN SOENARKO | BENJAMIN ARMAN SURIADJAYA | BASUKI ABDULLAH (RADEN BASOEKI ABDULLAH) | BANA GOERBANA KARTASASMITA | BAMBANG ISMAWAN | BAMBANG HIDAYAT | BAMBANG HERMANTO ALIAS HERMAN CITROKUSUMO | BAKIR HASAN | BAHARUDDIN LOPA | BAGONG KUSSUDIARDJO | BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE | BUSTANIL ARIFIN | BUDI SANTOSO | BUDI DARMA | BUDI BRASALI (LIE TOAN HONG) | BUBY CHEN | B.R.A. MOORYATI SOEDIBYO HADININGRAT | BOY MARDJONO REKSODIPUTRO | BONDAN WINARNO | BOEDIHARDJO Sastrohadiwirjo | BOEDI SIDI DARMA | BOB SADINO | BOB RUSLI EFENDI NASUTION | BOB HASAN | BISUK SIAHAAN | BISMAR SIREGAR | Bakdi Soemanto | Bambang Kesowo | Bambang W. Soeharto | Bambang Widjojanto | Benjamin Mangkoedilaga | Bernard Kent Sondakh | Bima Sakti | Bimantoro | Bing Rahardja | Biyan Wanaatmadja | Blasius Sudarsono | Bob Tutupoly | Boyke Dian Nugraha | Bre Redana | Budi P. Ramli | Budiman Sudjatmiko | Butet Kartaredjasa | Bambang Harymurti | Boediono


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq