
Nama : Drs. Surojo Bimantoro
Lahir : Gombong, Jawa Tengah, 3 November 1946
Agama : Islam
Pendidikan : - Akabri (1970)
- PTIK (1977)
- Sespimpol (1983)
- Sesko ABRI (1983)
Karir : - Kapolres Jakarta Utara (1985)
- Kapolres Jakarta Barat (1986)
- Pasdep Fal Juang Sespim Polri (1987)
- Instruktur Utama Sespim Polri (1990)
- Sekretaris Pribadi Kapolri (1991)
- Kapolwiltabes Surabaya Polda Jatim (1993)
- Wakapolda Nusa Tenggara (Januari€“Februari 1996)
- Wakapolda Bali (Januari€“Oktober 1996)
- Kapolda Bali (15 Juli 1987)
- Asops Kapolri (Januari€“Mei 1988)
- Wakapolri (Januari€“Februari 2000)
- Pelaksana Harian Tugas Kapolri (18 September 2000)
- Kapolri (18 September 2000-November 2001)
Kegiatan Lain : - Kursus Internasional XV di Tasrina (Italia) (1983)
- Interpol Asian Regional Conference di India (1994)
- Tanda Jasa Satya Lencana 8 tahun
- Tanda Jasa Satya Lencana Dwidya Sistha
- Tanda Jasa Satya Lencana Karya Bhakti
Alamat Kantor : Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
|
|
Bimantoro
KETIKA Surojo Bimantoro diangkat menjadi Kapolri, prosesnya termasuk kontroversial. Ia menggantikan Rusdihardjo yang dicopot ketika baru delapan bulan menjabat. Presiden (saat itu) Abdurrahman Wahid mengangkat Bimantoro tanpa persetujuan DPR. Padahal, hal itu diatur dalam Tap MPR No. VII/MPR/2000, sehingga pengangkatan lelaki asal Gombong, Jawa tengah, itu dianggap tidak sah, sekaligus melecehkan DPR. Bimantoro mendapatkan 60 suara dari 100 anggota Polri yang dipercayakan memilih Kapolri.
€œSebagai prajurit, saya siap menerima perintah atasan,€ katanya kepada wartawan. Seolah tak peduli dengan semua kontroversi itu, Bimantoro dengan sigap menjalankan peran barunya.
Tapi,Bimantoro tak lepas dari konflik dengan atasannya, Gus Dur. Ia dianggap lebih berpihak kepada parlemen yang berseberangan dengan Sang Presiden. Saat Bimantoro melakukan general check up di Singapura, rumahnya dijaga ketat oleh pasukan Brimob. Itu lantaran santer diberitakan bahwa Abdurrahman Wahid telah memerintahkan Polri menangkap Bimantoro karena dianggap melakukan makar.
Menjelang jatuhnya Sang Kiai, dalam tubuh Polri sempat terjadi dualisme kepemimpinan. Presiden Wahid menonaktifkan Bimantoro yang dianggap berseberangan, dan menunjuk Chaeruddin Ismail sebagai pelaksana harian Kapolri. Tetapi, Bimantoro tetap melakukan tugas sebagai Kapolri.
Setelah Wahid jatuh, dan Megawati Soekarnoputri menjadi presiden, melalui Keppres 60/Polri/2001, Bimantoro dikukuhkan kembali sebagai Kapolri. Dengan demikian, konflik internal terselesaikan baik secara de facto maupun de jure.
Kemudian, Bimantoro memasuki masa pensiun, November 2001, digantikan oleh Da'i Bachtiar sebagai Kapolri.
|