
Nama : Bobby Willem Tutupoly
Lahir : Surabaya, Jawa Timur, 13 November 1939
Agama : Protestan
Pendidikan : - SD Pasar Turi, Surabaya (1953)
- SMP Kristen Embong Wungu, Surabaya (1956)
- SMA Katolik St. Louis, Surabaya (1959)
- Fakultas Ekonomi Unair, Surabaya (tidak selesai)
- Fakultas Ekonomi Padjadjaran Bandung (tidak selesai)
Karir : - Kepala Public Relations Pertamina, New York (1972-1976)
- Manajer merangkap Entertainer Restoran Ramayana New York (1972)
- Direktur Utama PT Widuri Utama (1977€“sekarang)
- Penyanyi, Master of Ceremony
Kegiatan Lain : Ketua Umum Keluarga Besar Organisasi Sosial Keagamaan Anak-Anak Negeri
Keluarga : Ayah: Adolf Laurens Tutupoly
Ibu : Elisabeth Wilhemmina Henket-Sahusilawane
Istri : Rosmaya Suti Nasution
Anak : Sasha Karina Tutupoly
Alamat Rumah : Jalan Pinang 19, Pondok Labu, Jakarta Selatan
Alamat Kantor : Jalan Pinang 19, Pondok Labu, Jakarta Selatan
|
|
Bob Tutupoly
€œJADI penyanyi mungkin sudah takdir,€ kata Bob, yang bernama lengkap Bobby Willem Tutupoly. Nama Bobby sendiri diambil dari nama seorang penyanyi anak yang bernama Bobby Brain. Mujur, ketika umurnya sekitar 30-an, Bob bisa bertemu dengan Bobby Brain di Amerika.
Anak kedua dari lima bersaudara ini tampaknya mewarisi bakat menyanyi dari orangtuanya. Ayahnya mampu bermain suling, ibunya penyanyi gereja. Cuma, kedua orangtuanya bukan €œprofesional seni€. Bob mulai menyanyi semasih di taman kanak-kanak di Yogyakarta. Walau ayahnya berusaha agar Bob tak menjadi penyanyi profesional, karena masa depan seniman saat itu terlihat suram, ketika SMP Bob mendirikan grup band bersama teman-temannya. €œDi SMA, saya diajak bergabung oleh band-band yang ada di Surabaya,€ kenang Bob. Pada festival band di Gedung Ikada Jakarta, 1959, kelompoknya juara pertama.
Saking asyiknya bernyanyi ria, kuliah Bob berantakan. Di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya, kuliahnya macet pada tingkat tiga. Kemudian ia pindah ke Bandung dan masuk Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung, ia berharap jadi mahasiswa yang baik.
€œTernyata tidak terwujud. Malahan saya bergabung dengan Band Crescendo. Kami nyanyi di beberapa night club di Bumi Sangkuriang,€ kisah Bob. Bergabung dengan Bill Saragih di Band The Jazz Riders, 1960, Bob dan bandnya manggung di Hotel Indonesia. Mulai rekaman tatkala ia pindah ke Jakarta, 1965-1966. Diawali dengan album Natal bersama Pattie Bersaudara, selanjutnya Bob meluncurkan album Lidah Tak Bertulang yang mendapatkan Golden Record, Tiada Maaf Bagimu, Tinggi Gunung Seribu Janji, dan lainnya.
Merasa begitu gampang berada di atas, walau ia tidak bisa do re mi fa sol, papar Bob, €œSaya memberanikan diri pergi ke Amerika dengan harapan mendapatkan tempat di sana.€ Sejak saat itu, 1969, nama Bob hilang dari peredaran. Ia memimpin restoran milik Pertamina di New York, merangkap sebagai penyanyi. Perkiraannya meleset. Untuk merekam dan tampil dalam suatu pertunjukan, artis-artis non-Amerika sangat sulit menembus birokrasi dan sistem ekonomi yang kuat. Ia pun tidak meraih sukses di negeri itu. Pernikahannya dengan seorang perempuan Amerika juga kandas.
€œTahun 1977, setelah pulang dari New York, saya masuk rekaman lagi dengan lagu Widuri,€ tuturnya. Lagu ini mendapatkan Gorden Record. Dan berkat lagu itu pula ia bisa membeli tanah di Pondoklabu, Jakarta Selatan. Di sana ia membangun rumah, yang juga dijadikan kantor PT Widuri Utama, bergerak di bisnis hiburan dan pembangunan rumah untuk para transmigran.
Kunci suksesnya, kata pengagum Bunda Theresia dan Nelson Mandela itu, €œPertama, mungkin karena sudah takdir. Kedua, disiplin saya yang sangat kuat.€ Sukses di panggung, Bob tampaknya juga sukses di keluarga. Prinsipnya, €œDi atas panggung memang saya jadi artis. Tetapi setelah lepas dari panggung, saya menjadi ayah dari anak saya; saya menjadi suami dari istri saya; dan menjadi kepala keluarga,€ kata suami dari Rosmaya Suti Nasution dan ayah dari putri tunggalnya, Sasha Karina Tutupoly, ini. Dan, yang selalu ditekankan pada keluarga: €œKalau lagi susah jangan banyak mengeluh. Karena di bawah kita masih banyak orang yang lebih susah.€
Pandangannya tentang musik, musik Indonesia khususnya: €œYang saya lihat sekarang, musik Indonesia sebetulnya sangat kaya, tetapi mencari ciri keindonesiaannya susah sekali.€ Menurut dia, adanya globalisasi, keterbukaan, dan teknologi yang begitu tinggi, merupakan peluang terbuka bagi artis-artis untuk meraih posisi dunia. Tapi, saran dia, jangan terlalu disanjung oleh media massa atau sebaiknya jangan pula dicaci maki jika tidak berhasil.
Kesibukan utama Bob saat ini adalah menjadi master of ceremony acara televisi €œTembang Kenangan€ sebuah televisi swasta setiap malam Senin, yang menghadirkan lagu-lagu nostalgia dengan penyanyi seangkatan Bob. Kini ia enggan membuat album, karena malas berhadapan dengan pembajakan yang tak kunjung henti. Hobinya main golf. €œKalau saya melihat matahari, rasanya ingin main golf saja,€ kata Bob, yang menyukai warna merah untuk pakaiannya.
|