
Nama : Bambang Widjojanto
Lahir : Jakarta 18 Oktober 1959
Agama : Islam
Pendidikan : - Fakultas Hukum Universitas Jayabaya Jakarta (S1)
- Pascasarjana dari SOAS (School of Oriental and African Studies) University of London (LLM)
Karir : - Direktur LBH Jayapura (1986-1993)
- Ketua Dewan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), 1996 sampai sekarang
- Dewan Etik Indonesia Corruption Watch
- Dewan Pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
Kegiatan Lain : Advokat
Penghargaan : - Robert F. Kennedy Human Right Awards (1993) berkat konsistensinya membela hak-hak penduduk asli
Keluarga : Ayah: Siswondo
Ibu: Sumiraharti
Istri: Sari Indra Dewi
Anak-anak:
- Putri Ilmi Sakinah
- Bayuni Izzat Nabilah
- Ghozzyan Sidqy
Alamat Rumah : Jalan RRI No. 67, Kampung Bojong Lio, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Sukma Jaya, Depok
Alamat Kantor : Jalan P. Diponegoro 74, Jakarta Pusat
|
|
Bambang Widjojanto
PENDIRI Kontras naik tank? Kenapa tidak? Tapi ini terjadi pada masa kanak-kanaknya. Masa kecil dilalui di pusat kota, di Jalan Budi Kemuliaan, sekitar dua ratus meter dari Istana Merdeka, Jakarta, ia masih berusia 6 tahun ketika pecah huru-hara 1965. Sewaktu tank-tank hendak bergerak ke Istana, ia ikut-ikutan naik.
Bambang berasal dari keluarga sederhana yang agamis. Ayahnya pegawai negeri golongan dua. €œSaya sempat mengalami zaman susah sekali saat itu,€ tutur Bambang. Ia disuruh berjualan singkong balado. Meski lakunya tidak seberapa, tapi cepat €œhabis€. Lo? €œKarena dagangan itu saya bawa di atas kepala, sehingga orang dengan mudah mengambilnya,€ ujar lelaki yang pernah mengorganisasi para loper koran dan majalah itu.
Bambang tidak merokok. Saat keluarganya pindah ke Tanjungpriok, daerah terkenal €œkeras€ di Jakarta, di sana ia melihat orang dengan gampang memperoleh narkotika, apalagi ganja. €œSejak saat itulah saya memutuskan tidak merokok. Karena merokok, menurut saya, merupakan pintu masuk ke dunia sana,€ kenang pria berewokan ini tentang masa-masa SMP-nya.
Lulus SMA, Bambang kuliah rangkap: siang di Jurusan Sastra Belanda Universitas Indonesia dan malamnya di Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, keduanya di Jakarta. Setelah ternyata ia tidak kuat menjalaninya sekaligus, sastra Belanda akhirnya ia lepas. €œKarena tidak punya uang, pagi hari saya harus bekerja,€ ucapnya.
Memulai karir sebagai volunteer di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dua tahun kemudian ia ditugasi sebagai Direktur LBH Irian Jaya (1986). Menyadari posisinya sebagai minoritas di sana, apalagi sebagai orang Islam hidup di komunitas pastur, mau tak mau ia harus membangun hubungan antarsesama manusia. Di sinilah rasa soladaritas tanpa memandang asal-usul etnis dan agama mulai terbentuk. €œKarena setiap agama mengajarkan nilai-nilai persamaan dan persaudaraan. Itulah yang menjadi perekat,€ kata ayah tigak anak itu.
Banyak pengalaman sangat berkesan selama ia berada wilayah yang kini bernama Papua itu. Dalam menangani kasus, ia semula memakai gaya Jakarta: begitu dapat pengaduan, langsung bikin surat dan mendatangi tempat kejadian. €œCounter responnya luar biasa. Saya didatangi seorang komandan tentara. Dia langsung menaruh pistol di meja sambil berkata, 'Jadi kamu mau apa?' Saya syok juga saat itu,€ aku penggemar sepakbola dan bulutangkis ini.
Yang paling berkesan bagi Bambang ketika membela Prof. Dr. Thomas Wanggay dalam kasus pengibaran bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) di lapangan kantor pemda. €œSaya menangani kasus itu dengan tekanan yang sangat besar. Saya pernah berkelahi dengan intel karena isi tape saya diambil,€ paparnya.
Bambang menemukan jodohnya juga di Irian. Penuh liku-liku €“ dan sekali lagi ia harus menghadapi tentara. Ternyata Sari Indra Dewi, calon istrinya, juga disukai oleh anggota Kopassus. €œTentara itu bilang pada Sari bahwa saya adalah target operasi,€ kata Bambang. Terpaksa keluar-masuk pedalaman, menurut dia, mereka tinggal menembaknya, €œKemudian tentara bilang bahwa yang melakukan OPM.€
Akhirnya, pengabdiannya itu berbuah manis. Berkat konsistensinya membela hak-hak penduduk asli Irian, Bambang mendapat penghargaan Robert F. Kennedy Human Right Awards.
Bukan cuma di Irian ia menghadapi teror dan ancaman. Di Jakarta, sebagai pengacara, Bambang kerap diteror. Pada suatu tengah malam, temannya memberitahu bahwa ia akan diculik. Bambang disuruh keluar rumah, mengungsi. Dalam keadaan panik, istrinya menyuruh agar tetap di rumah €“ siapa yang bisa menjamin di luar rumah ada jaminan aman dari penculikan? €œKalau diculik (di rumah), akan ketahuan siapa yang melakukan penculikan,€ kata suami Sari Indra Dewi, kala itu. Dan ternyata penculikan tak sempat terjadi.
|