
Nama : DENNY BASKAR BESTARET
Lahir : Bandung, Jawa Barat, 1 September 1958
Agama : Islam
Pendidikan : -SD St. Agustinus, Bandung (1972)
-SMPN XIV, Bandung (1975)
-SMA Pembangunan, Bandung (1978)
-National Hotel and Tourism Institute, Bandung (1981)
Karir : -Juara I Beregu Kejuaraan Karate Jawa Barat (1978)
-Juara II Perorangan Kelas 65/70 kg Kejuaraan Karate Nasional, Jakarta (1982)
-Peserta Kejuaraan Dunia WUKO VI, Taiwan (1982)
-Juara I Perorangan Kelas 65/70 kg Kejuaraan Karate Nasional, Jakarta (1984)
-Peserta kejuaraan Dunia WUKO VII, Belanda (1984)
-Juara II Perorangan Kelas 65/70 kg Kejuaraan Dunia IBUSZ, Hungaria (1984)
-Juara II Beregu PON XI, Jakarta (1985)
-Juara I Perorangan Kelas 65/70 kg Kejuaraan Karate Jawa Barat (1986)
-Pelatih dan anggota pengurus Kei Shin Kan Karate-do (1985- sekarang)
Kegiatan Lain : Karyawan Bank Dagang Negara, Jakarta (1985- sekarang)
Alamat Rumah : Jalan Cisebe 43, Bandung
Alamat Kantor : Jalan MH Thamrin 5, Jakarta Pusat
|
|
DENNY BASKAR BESTARET
Kejuaraan karate se-Jawa Barat di Bandung, 1978, menghasilkan embel-embel "Bestaret" di belakang nama asli Denny Baskar. Waktu itu, karateka dari perkumpulan Kei Shin Kan ini secara mengejutkan menundukkan lawan tangguhnya dari perkumpulan Lemkari, Erry Nirbaya, lewat pukulan gyaku-tsuki jodan. Ia lalu dijuluki best starlet -- calon bintang terbaik. Ucapan itu akhirnya dimencongkan bestaret.
Enam tahun berselang, Maret 1984, Denny dikirim mewakili Indonesia pada kejuaraan karate dunia Piala Ibuz di Budapest, Rumania. Sekali lagi muncul kejutan besar. Sampai ke final menantang karateka tangguh dari Jepang, Nishimura, ia langsung meraih dua angka -- lewat pukulan gyaku-tsuki itu juga. Hanya karena kurang pengalaman dari lawannya, Denny kemudian kalah dengan 2-6. "Saya terbawa emosi dan ceroboh, terpancing melakukan tendangan mae-geri. Akhirnya terjebak ippon, dan kalah mutlak," katanya.
Kendati hanya meraih medali perak, "Kemenangan Denny itu patut kita banggakan. Ia telah mengubah citra dunia karate kita," ujar Anton Lesiangi, tokoh karate yang mendampingi regu Indonesia ke kejuaraan dunia di Rumania itu.Denny anak tunggal Almarhum Kolonel R. Basuki Natadiredja, bekas komandan latihan pasukan RPKAD -- kini Kopassus. Ditinggal mati ayahnya ketika masih kecil, pemuda jangkung (tinggi 180 cm dengan berat 67 kg) ini sempat kecanduan narkotik, hingga kesehatannya tercemar, dan berat badannya turun merosot. Ia kemudian diterbangkan ke Singapura untuk "cuci darah". Pulangnya, atas ajakan Beben, almarhum, sempai-nya (kakak seperguruan) di Kei Shin Kan, ia berhasil bangkit kembali. Tidak heran, ketika Beben meninggal karena komplikasi liver dan ginjal, Denny amat terpukul.
Karateka Dan I yang mengaku belajar karate sejak kelas II SD ini menilai, atlet karate dari Eropa -- Prancis, Spanyol, dan Swiss -- pantas disegani. Namun, seperti juga karateka dari AS, mereka cenderung bersikap agresif dan lebih banyak melancarkan serangan kaki. Para juara dari Jepang -- asal negeri olah raga bela diri itu -- memiliki teknik dan pola permainan yang lebih mirip karateka Asia, termasuk Indonesia.
Denny, mahasiswa Balai Pendidikan dan Latihan Perhotelan (BPLP), tidak menyukai telur dan susu -- "menu wajib" para atlet umumnya. Ia hanya gemar makan daging kambing. Menikah dengan June Johanna Albertina, gadis asal Minahasa, Denny dianugerahi seorang anak perempuan.
Ketika akan berangkat ke Budapest, ke Kejuaraan Dunia 1984 itu, Denny bertanya pada June, oleh-oleh apa yang diinginkannya. "Medali," jawab sang istri. Keinginan itu terkabul.
|