
Nama : Didik Junaidi Rachbini
Lahir : Pamekasan, Madura
Agama : Islam
Pendidikan : - SD, SMP, SMA di Pamekasan, Madura
- Institut Pertanian Bogor (S1), (1983)
- Studi Pembangunan, Central Luzon State University, Filipina (M.Sc., 1988) dan Ph.D. (1991)
Karir : - Asisten dosen IPB (1982-1983)
- Dosen IPB (1983-1950)
- Peneliti LP3ES, Jakarta, (1985-1994)
- Kepala Program Penelitian, LP3ES (1991-1992)
- Wakil Direktur LP3ES (1992-1994)
- Dosen Universitas Nasional (1993-1994)
- Konsultan FAO (1990-1991)
- Konsultan UNDP (1993-1995)
- Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia (1993-sekarang)
- Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana (1995-1997)
- Pendiri dan Pengajar di Universitas Paramadina Mulya (1995-sekarang)
- Direktur Institute for Development of Economics & Finance (1995-2000)
- Pembantu Rektor I, Universitas Mercu Buana (1997-sekarang)
- Dosen Program Magister Manajemen UI (1998-sekarang)
Kegiatan Lain : - Anggota KKPU (1999-sekarang)
- Anggota Majelis Pendidikan Tinggi Nasional (1998-sekarang)
Karya : Buku :
1. Politik Pembangunan: Pemikiran ke Arah Demokrasi Ekonomi, LP3ES, Jakarta, 1990
2. Politik Deregulasi dan Agenda Kebijakan Ekonomi, Infobank, Jakarta, 1994
3. Employment and Income Distribution in Rural West Java, LP3ES, Jakarta, 1995
4. Risiko Pembangunan yang Dibimbing Utang, Grasindo, Jakarta, 1995
5. Politik Ekonomi: Paradigma, Teori, dan Perspektif Baru, CIDES-INDEF, Jakarta, 1996
6. Diagnosa Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999
7. Ekonomi Politik Utang, INDEF, Jakarta, 2001
Keluarga : Istri : Dr. Ir. Yuli Retnani
Anak : 1. Eisha
2. Fitri
3. Imam
Alamat Rumah : Pesona Depok G-10, Depok 16431
Telepon (021) 5277760
Faksimile (021) 5254427
HP 0816-1818133, 0816-1809496
Alamat Kantor : Jalan Wijayakarta II/A-4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
|
|
Didik J. Rachbini
NAMA kecilnya Ahmad Junaidi, panggilannya Didik. Sewaktu lulus SD, di ijazah tertulis Didik Junaidi Rachbini€”Ahmad-nya hilang dan ada penambahan nama ayahnya, Rachbini. Nama itulah yang dipakai sampai ia menjadi pengamat ekonomi, peneliti, dosen Pascasarjana Universitas Indonesia, sekarang ini. €œSaya tidak masalah karena untuk menyesuaikan dengan ijazah,€ kata Didik.
Di Jember dan Pemekasan, Madura, Didik melewatkan masa kecil dan remajanya, yang masih bersuasana kampung. Seperti bermain layang-layang, berenang di sungai, memanjat pohon sampai terjatuh hingga bibirnya terluka, yang meninggalkan bekas sampai sekarang.
Si sulung yang selalu juara kelas waktu sekolah menengah ini, karena senang matematika, bercita-cita jadi insinyur teknik sipil atau pertambangan. Ayahnya, seorang guru yang punya tambak garam, memberi kebebasan kepada Didik untuk memilih. €œTapi, saya tidak memilih kedua bidang tersebut,€ katanya.
Menjelang lulus SMA, Didik bertekad kuliah di perguruan tinggi negeri terbaik. Ia sempat minggat dari rumah sebagai protes kepada ayahnya, karena dianggap tidak mempersiapkan finansialnya. Tapi, akhirnya masalah itu selesai juga. Dan, Didik kuliah di Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1983. Adapun jenjang S2 dan S3 diperoleh dari Central Luzon State University, Filipina, mengambil jenjang studi pembangunan.
Karirnya dimulai dari asisten dosen di almamaternya, kemudian ia pernah menjadi peneliti di LP3ES. Kini, selain mengajar di Pascasarjana UI, Didik juga mengajar di Universitas Paramadina Mulya, Jakarta. Di samping menulis ribuan artikel dan paper, Didik menulis sejumlah buku.
Jenjang demi jenjang karir berjalan mulus, seperti terkonsep, berkat kerja keras€”kebiasaannya sejak kecil ketika ia kerap ikut membantu ayahnya mengangkut batu. €œMungkin karena pengaruh ayah saya yang bekerja cukup keras,€ tutur Didik.
Didik menikah dengan Yuli Retnani, dosen IPB yang mantan adik kelasnya di kampus yang sama dan tetangga kosnya. Ayah tiga anak ini, dalam membangun keluarga, menganut konsep konservatif. Dengan istrinya, ia berkomitmen bagi-bagi tugas untuk urusan anak. Walau istrinya doktor, kata Didik, €œIstri saya tetap berperan sebagai ibu: memandikan anak, menyiapkan bajunya, dan membantu tugas sekolah,€ katanya. €œSaya tidak bisa mementingkan karir sedangkan anak-anak diasuh pembantu. Anak-anak yang kurang dapat sentuhan ibu, pasti akan brengsek, mabuk-mabukan, dan segala macam,€ tambahnya. Untuk urusan pendidikan, ia menginginkan anak-anaknya mengambil S1 di dalam negeri agar tahu perasaan dan budaya masyarakat. Sedangkan untuk pendidikan S2 dan S3, Didik sudah mempersiapkan kuliah di luar negeri bagi mereka.
Dulu Didik hobi bulutangkis, sekarang main tenis tiap Selasa dan Kamis. €œMenurut saya, olahraga itu penting untuk membuang keringat yang kotor sambil tertawa,€ kata Didik.
|