Nama : Dady P. Rachmananta
Lahir : Solo, Jawa Tengah, 28 Februari 1949
Agama : Islam
Pendidikan : - Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1976)
- University of Hawaii, Graduate School of Library Science (1987)
Karir : - Dinas Kebudayaan DKI (1977-1979 )
- Pusat Pembinaan Perpustakaan Departemen P& K (1979-1980)
- Perpustakaan RI (1980)
- Mengajar teknis perpustakaan (katalogisasi), (1981-1989)
- Mengajar bibliografi (1981-1989)
- Mengajar otomasi perpustakaan (1994-1998)
- Kepala Bidang Bibliografi dan Otomasi Perpustakaan Nasional (1991-1998)
- Kepala Pusat Layanan Informasi Perpustakaan Nasional (1998-2000)
- Kepala Direktorat Deposit Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional (2000-2001)
- Kepala Perpustakaan Nasional RI (2001-sekarang)
Kegiatan Lain : - Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) (1983)
- Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI; 1994)
Keluarga : Ayah : Soemarno
Ibu : Soetinah
Istri : Handasari
Anak : Hariopati Rinanto
Alamat Rumah : Jl. Cibitung I/11, Kebayoran Baru, Jakarta 12170
Telepon (021) 7246582
Alamat Kantor : Perpustakaan Nasional, Jalan Salemba Raya 28A, PO.BOX 3624, Jakarta 10002
Telepon (021) 3101472
|
|
Dady P. Rachmananta
Barangkali sudah menjadi hukum alam, seorang pustakawan biasanya kutu buku. Tak terkecuali dengan Dady Rachmananta. Pilihannya untuk menggeluti dunia perpustakaan juga dilatarbelakangi oleh kegemarannya membaca. Setiap hari, Dady pasti membaca apa saja. Entah itu buku ilmiah, novel, majalah, atau koran. Bagi Dady -- begitu pria asal Solo ini akrab dipanggil -- tampaknya tiada hari tanpa membaca.
Kegemarannya membaca kian menggila tatkala Dady kuliah di Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FS-UI). Selain kutu buku, semasa kuliah Dady juga dikenal "pandai" mencari uang. Ia bekerja sambilan menjadi penerjemah, pemandu wisata, dan pengajar kursus bahasa Inggris di Lembaga Inggris-Amerika (LIA). Dari berbagai penghasilan inilah ia membayar uang kuliah, membeli buku dan memenuhi uang sakunya, sampai ia lulus dari UI.
Sewaktu kecil, Dady bercita-cita ingin menjadi penerbang. Makanya, saat itu ia banyak mengumpulkan bahan bacaan, film, dan mainan mengenai pesawat terbang. Namun, ketika mau mendaftar di Akademi Angkatan Udara, ia tersandung oleh salah satu persyaratan administrasinya. "Sebagai anak tunggal, saya tak bisa masuk sekolah tersebut," tuturnya. "Sebab, ada peraturan bahwa anak tunggal tak bisa menjadi seorang pilot (TNI) Angkatan Udara," anak semata wayang pasangan Soemarno dan Soetinah itu menjelaskan.
Demi masa depannya, sebenarnya kedua orangtuanya mengiginkan Dady masuk sekolah kedokteran. Dan itulah yang dilakukannya. Gagal masuk, ia akhirnya mengambil kuliah teknik di Universitas Trisakti, tempat ia kemudian meraih serjana muda teknik. Di samping itu, ia juga belajar bahasa Inggris di Akademi Bahasa Asing. Keduanya di Jakarta. Waktu ia ingin Dady ingin melanjutkan kuliah untuk meraih jenjang sarjana (S1) teknik, ia mendapat informasi bahwa Fakultas Sastra UI menerima sarjana muda dari jurusan apa pun. Nah, ia pun lalu mendaftar ke Jurusan Ilmu Perpustakaan UI.
Setamatnya dari UI, 1976, Dady tak langsung bekerja di bidang perpustakaan. Ia malah menjadi fotografer di Dinas Kebudayaan, karena ia memang menyukai dan menguasai fotografi. Sekitar dua tahun menjadi fotografer, pria yang hobi hiking itu kemudian memutuskan berhenti. "Meski hobi dan banyak duitnya, setelah ditimbang-timbang ternyata saya merasa enggak sreg. Soalnya, itu tak sesuai dengan ilmu yang saya pelajari di kampus," katanya memberi alasan.
Hengkang dari sana, Dady lalu melamar ke Pusat Pembinaan dan Perpustakaan. Ia diterima. Ia bekerja selama sekitar setahun di lembaga yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tersebut. Pada 1980, saat Perpustakaan Nasional berdiri, ia ditarik ke sana. Nah, sejak itulah ia bekerja di Perpustakaan Nasional hingga sekarang.
|