
Nama : DODDY AKHDIAT TISNAAMIDJAJA
Lahir : Garut, Jawa Barat, 15 Maret 1925
Agama : Islam
Pendidikan : -SD, Bandung (1938)
-SLP, Tasikmalaya (1942)
-SMT, Tasikmalaya (1946)
-Universitas Bonn, Jerman Barat (Sarjana, 1954, dan Doktor, 1956)
Karir : -Polisi Tentara Resimen XII di Priangan Timur (1946)
-Tentara Pelajar Divisi I, Bo 17/Det. IV (1947-1950)
-Guru tidak tetap SMA Bandung (1950-1953)
-Asisten Dosen FIPIA Universitas Indonesia, Bandung (1950- 1953)
-Ketua Jurusan Zoologi FIPIA UI, Bandung (1957-1959)
-Dekan Jurusan Kimia Biologi ITB, Bandung (1962-1963)
-Pembantu Rektor ITB (1963-1968)
-Wakil Direktur Pusat Reaktor Atom Bandung (1964-1965)
-Asistant Director SEAMEO Regional Centre for Tropical Biology (1969-1977) ; Dirjen Pendidikan Departemen P dan K (1976-1984)
-Ketua LIPI (sejak 1984 -- sekarang)
Karya : Antara lain: -Strategi Pengembangan Pendidikan & Teknologi (1981)
-Strategi Pengembangan Pendidikan Elektronik Pada Tingkat Tersier (1981)
-Beberapa Aspek Strategi Pengembangan Pendidikan Sains dan Teknologi (1981)
-An Overview of Higher Education in Indonesia, Special Emphasis on Science and Technology (1982)
-Coorperation Between Developing Countries (DC's) and Advanced Countries (AC's) (1982)
Alamat Rumah : Jalan R.S. Fatmawati 18, Jakarta Selatan Telp: 765449
Alamat Kantor : LIPI, Jalan Gatot Subroto 10, Jakarta Selatan Telp: 511542
511546
512098
511063
|
|
DODDY AKHDIAT TISNAAMIDJAJA
Untuk menerima penghargaan Bintang Mahaputra dari Presiden Soeharto di Istana Negara, 15 Agustus 1985, Ketua LIPI Doddy A. Tisnaamidjaja menolak tawaran jas baru dari istrinya. "Ia memang tidak pernah mempersiapkan pakaian baru untuk acara- acara penting," tutur Ny. Rd. Dien Sardinah Tisnaamidjaja.
Doddy memang pantas menerima penghargaan itu. "Ia sangat berbakat di bidang pemerintahan, pengajaran, dan penelitian," ujar Jean M. Soulier, duta besar Prancis untuk Indonesia, ketika pada 1983 menyerahkan Officer de l'Ordre Nationale de la Legion d'Honneur, tanda kehormatan tertinggi di negerinya, kepada Doddy. Ikut bergerilya di masa Revolusi, sebagai Tentara Pelajar (TP), ia menambah bobot pengabdiannya kepada negara dan bangsa.
Ia anak keempat dari 12 putra-putri seorang school opzinder (penilik sekolah) -- jabatan yang cukup terpandang di zaman Belanda. Namun, ketika Indonesia beralih ke tangan Jepang, bekas teman sekelas Wapres Umar Wirahadikusumah ini pernah berjualan ikan asin. Sesudah duduk di FIPIA UI (sekarang bagian dari ITB), Doddy juga berusaha membiayai kuliahnya dengan mengajar di SMA Negeri Bandung.
Ia sudah menyelesaikan tingkat kandidat ketika guru besar pembimbingnya, Prof. R.J. Toxopeus, warga negara Belanda, meninggal dunia. Ini memberi peluang bagi Doddy meneruskan studi di Bonn, Jerman Barat, dengan beasiswa, sampai rampung pada 1954. Di sana pula, dua tahun kemudian, ia meraih gelar doktor ilmu pengetahuan alam, dengan disertasi: Wachstumbeeinflup4ssung Durch Acetylcholin, Histamin, Alloxan, Nadisan, Aristamid, p. Aminobenzoesap4ure Beim Hup4hnerembryo.
Peneliti yang kemudian menjadi pejabat ini lebih banyak menghabiskan waktunya sebagai pendidik. Dengan keramahan, keluwesannya, dan kelembutannya, ia melunakkan hati anak didiknya yang panas. Ketika menjadi Rektor ITB, 1969-1977, ia pernah mengundang para mahasiswa yang sedang beringas bertandang malam-malam ke rumahnya, membiarkan mereka menumpahkan unek-uneknya. Pagi harinya, setelah semua letih, giliran Doddy yang berbicara. "Ternyata, mereka memahami saya," kata ayah tiga anak itu sambil mengusap rambutnya yang memutih. Sejak itu julukan The Conflict Manager, "pengelola konflik", melekat pada dirinya.
Selama menjadi Dirjen Pendidikan Tinggi, Doddy berhasil mengembangkan sistem pendidikan multistrata, termasuk jenjang Sw1, Sw0, pendidikan teknik, serta sistem kredit semester (SKS). Setelah menjabat Ketua LIPI, ia melihat berbagai lembaga penelitian -- dari universitas dan nondepartemental seperti Batan dan Lapan, serta Litbang -- perlu dikoordinasikan untuk mengurangi pemborosan.
Ketika mengambil gelar doktornya, ilmuwan yang menghasilkan 40-an karya tulis ini telah membuktikan gejala kerusakan embrio ayam akibat pemakaian thalidomite pada induknya. Satu dekade kemudian, dunia gempar karena obat yang sama yang digunakan ibu-ibu hamil telah mengakibatkan lahirnya bayi-bayi cacat.
|