
Nama : NANA NARUNDANA
Lahir : Tasikmalaya, Jawa Barat, 14 April 1936
Agama : Islam
Pendidikan : -AMN, Magelang (1960)
-Suslapa (1968), Seskoad (1971) dan Seskogab (1977), Bandung
-Lemhanas (1981)
Karir : -Wadan Kiser Yon Kav (1962)
-Pgs Kasi 2 Yon Kav Cadad (1964)
-Pasi 4 Yon Kav 6 (1966)
-Dan Kima Yon Kav (1967)
-Kabag Dasar Dephankam (1968)
-Ps Wadan Secaba Pusdik (1968)
-Wadan Kav Dam VI/Siliwangi (1970)
-Dan Rem 022 Dam II/Bukit Barisan (1982)
-Pangdam I/Iskandar Muda (1983)
-Pangdam VII/Wirabuana (1985-sekarang)
Alamat Kantor : Jalan Urip Sumohardjo Km 7, Ujungpandang
|
|
NANA NARUNDANA
Setelah dua tahun memangku jabatan Panglima Kodam I Iskandar Muda, brigadir jenderal ini menyerahkan Pataka Sangga Manggara kepada KSAD Jenderal Rudini, 1985. Nana Narundana terpaku menyaksikan selubung hitam menutup pataka yang berintikan lambang Gajah Putih itu. Berlangsung di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, upacara likuidasi Kodam I Iskandar Muda ke dalam Kodam I Bukit Barisan diwarnai kesan mengharukan.
Namun, tidak sampai sebulan kemudian, ia menerima Pataka Wirabuana yang melambangkan dua Kodam terdahulu -- Kodam XIII Merdeka dan Kodam XIV Hasanuddin -- bertuliskan: "Setia hingga akhir". Nana sendiri, dengan pangkat menjadi mayor jenderal, dilantik sebagai panglima Kodam VII Wirabuana, yang membawahkan seluruh Sulawesi. Nana mengawali karier militernya setelah lulus Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang, 1960. Mulai bertugas di Kodam II Bukit Barisan, sebelum likuidasi, ia menjabat Kepala Staf Korem 021 di Pematangsiantar. Kemudian, menjadi Asisten II Kodam yang sama, lalu Komandan Korem 022 di Padangsidempuan.
Setelah itu, ia diangkat sebagai Deputi Panglima Pusat Pengembangan Teritorial Angkatan Darat di Bandung. Sejak 1979, ia Kepala Staf Kodam XVII Cenderawasih di Irian Jaya, sebelum menjadi Panglima Kodam I Iskandar Muda, 1983.
Lancar berbicara dan taat beragama, "Takwa adalah prinsip pertama dalam kepemimpinan ABRI," ujarnya ketika perkenalan sekaligus melepas sejumlah perwira menengah Kodam VII Wirabuana yang dialihtugaskan. Dalam kesempatan lain ia menjelaskan, "Pancasila tidak mengatur masalah ubudiyah, tetapi mengatur hidup bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa dengan napas agama, napas ke-Tuhan-an YME."
|