
Nama : NURCHOLISH MADJID
Lahir : Jombang, Jawa Timur, 17 Maret 1939
Agama : Islam
Pendidikan : - SR IV, Bareng (1953)
- Madrasah Al Wathaniah di Mojoanyar (1953)
- KMI Pesantren Gontor Ponorogo, Gontor (1960)
- Fakultas Sastra dan Kebudayaan Islam IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta (1968)
- Universitas Chicago, AS (doktor, 1984)
- Alliance Francaise di Jakarta (1962)
Karir : - Pemimpin Umum majalah Mimbar Jakarta (1971-1974)
- Direktur Lembaga Studi Ilmu Kemasyarakatan Jakarta (1973- 1976)
- Direktur Lembaga Kebajikan Islam Samanhudi Jakarta (1974- 1976)
- Peneliti Leknas-LIPI (1976-1984)
- Staf Ahli IPSK-LIPI (1984-sekarang)
Kegiatan Lain : - Ketua Umum Pengurus Besar HMI (1966-1971)
- Presiden Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara (1967-1969)
- Assistant Secretary General IIFSO (1968-1971)
Karya : Karya tulis penting:
- Khasanah Intelektual Islam
Alamat Rumah : Jalan Johari I No. 8, Tanah Kusir, Jakarta Selatan Telp: 712908
Alamat Kantor : LIPI-Widya Graha Jalan Gatot Subroto 10, Jakarta Selatan Telp: 511542
|
|
NURCHOLISH MADJID
Haji Abdul Madjid, pemilik dan guru madrasah Al Wathaniah di Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur, menjadi serba salah karena harus menyerahkan hadiah juara kelas berulang kali pada murid yang sama: Nurcholish. Padahal, anak itu putranya sendiri. Untunglah, ternyata, kemudian si sulung dari empat bersaudara itu bukan sekadar "juara kandang". Gelar doktor filsafat Islam ia raih di Universitas Chicago, AS, dengan cum laude, 1984.
Anak yang bercita-cita menjadi masinis kereta api ini menyukai pelajaran ilmu alam dan berhitung. Nilai untuk keduanya selalu 9. Rampung Fakultas Adab (Sastra & Budaya Islam) IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, ia melanjutkan ke Universitas Chicago selama enam tahun. Di sanalah Cak Nur, panggilan akrab Nurcholish, dengan gemilang mempertahankan disertasinya, Ibn Taymmiyya on Kalam and Falsafa.
Sebelum ke Amerika, Nurcholish Madjid sudah dikenal sebagai tokoh pembaru Islam. Fiqh, akidah, akhlak, dan tasawuf, sebagai landasan berpikir umat Islam masa kini, dinilainya tidak memadai lagi. Karena itu, perlu dirombak. fiqh, misalnya, dianggapnya sudah tidak relevan. "Hukum fiqh yang ada sekarang adalah jawaban Islam melalui pemeluknya terhadap tantangan zaman, waktu itu," ujar bekas Ketua Umum HMI itu.
Nurcholish mengaku mencita-citakan Negara Pancasila secara utuh. Tetapi ia menyayangkan bahwa baru sila ketiga (Persatuan) yang relatif sempurna pelaksanaannya. "Kita lebih bersatu daripada berketuhanan, daripada bermusyawarah, dan daripada berkeadilan sosial," ujar Cak Nur, yang pernah menjadi presiden Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara (Permiat).
Acap diwawancarai dan rajin menulis di media cetak, Maret 1985 Nurcholish berbicara di depan diskusi Tantangan Umat Beragama pada Abad Modern. Agama memang suprarasional, kata penulis buku Khasanah Intelektual Islam itu, tetapi tidak berarti bertentangan dengan rasio. "Hanya berada pada tingkat yang lebih tinggi," katanya. Agama yang tidak bisa bertahan terhadap ilmu dan teknologi dianggapnya bukan agama lagi.
Pendiri organisasi mahasiswa internasional IIFSO ini menggemari elektronik sejak kecil. Karena sibuk, terakhir sebagai staf peneliti Deputi IPSK-LIPI, ia tidak bisa lagi menekuni kegemarannya itu. Yang masih bisa dilanjutkannya, paling-paling, meneruskan kegemarannya bepergian dengan keluarga ke luar kota. Dan menikmati musik seni klasik. Atau menonton video tape recorder tentang fauna, flora, dan petualangan di alam bebas.
Cak Nur mengenal Omi Komaria, ibu dua anaknya, melalui Abdullah Mahmud, gurunya di pesantren Gontor.
|