A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

NUGROHO NOTOSUSANTO




Nama :
NUGROHO NOTOSUSANTO

Lahir :
Rembang, Jawa Tengah, 15 Juni 1931 N 3 Juni 1985

Agama :
Islam

Pendidikan :
- SD, Jakarta (1944)
- SMP, Yogyakarta (1947)
- SMA, Yogyakarta (1951)
- Fakultas Sastra UI, Jakarta (Drs., 1960
Doktor, 1977)
- Universitas London, Inggris (1961-1962)


Karir :
- Badan Keamanan Rakyat
- Tentara Pelajar Brigade 17
- TNI (1945-1951)
- Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan Fakultas Sastra UI (1963- 1964)
- Pembantu Rektor bidang Kemahasiswaan UI (1964-1967)
- Dosen Sesko ABRI dan Lemhanas (1964-1985)
- Rektor Universitas Indonesia (1982-1985)
- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1983-1985)


Kegiatan Lain :
- Anggota Dewan Pers (1974-1985)
- Anggota Badan Pertimbangan Perintis Kemerdekaan (1975-1985)


Karya :
Karya tulis penting:
Antara lain:- Pemberontakan Peta Blitar Melawan Jepang 14 Februari 1944
- The Coup Attempt of the September 30 Movement in Indonesia (bersama Ismail Saleh), 1968
- The Dual Function of the Indonesian Armed Forces Especially since 1966
- Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan Pancasila yang Otentik
- Sejarah Nasional Indonesia (Editor) Jilid VI
- Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara(ed)


Alamat Rumah :
Jalan Daksinapati Timur A I/18, Rawamangun, Jakarta Timur

 

NUGROHO NOTOSUSANTO


Nugroho Notosusanto menggantikan Mahar Mardjono sebagai Rektor UI, 1982. Setahun kemudian, ia diangkat menjadi menteri P & K menggantikan Daoed Joesoef. Ia lantas memangku jabatan rangkap, rektor dan menteri, hingga 1985.

Sulung dari tiga bersaudara, putra Almarhum Prof. Mr. R.P. Notosusanto, guru besar Fakultas Hukum UGM, ini di masa revolusi menggabungkan diri dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR), dan Tentara Pelajar (TP) Brigade 17. Setelah lulus Fakultas Sastra UI, ia menjadi dosen, kemudian mendalami sejarah di Universitas London, Inggris. Gelar doktor diraihnya dari UI dengan tesis The Peta Army during the Japanese Occupation, 1977.

Sebelumnya, Nugroho adalah Kepala Pusat Sejarah Militer ABRI, dengan pangkat tituler brigadir jenderal, sambil mengajar di Lemhanas dan Sesko ABRI. Ia juga anggota Dewan Badan Pertimbangan Perintis Kemerdekaan, di samping aktif dalam berbagai pertemuan ilmiah di dalam dan luar negeri.

Dalam mengelola kampus, sebagai rektor ia mencoba merealisasikan konsep transpolitisasi-profesionalisasi- institusionalisasi. Ia tidak melarang mahasiswa berpolitik, bahkan menganjurkan agar memahaminya. Tetapi, "Universitas bukan lembaga politik, dan kampus bukan masyarakat politik," ujarnya.

Sebagai menteri P & K, ia membenahi sekolah dasar, pendidikan kejuruan, dan pendidikan sejarah perjuangan bangsa. Melihat berjubelnya para peserta tes masuk perguruan tinggi negeri, ia mencetuskan sistem penerimaan mahasiswa tanpa tes. Kurikulum 1975 dinilainya, "Terlalu sarat materi." Ia mengadakan kurikulum inti dan pilihan, kemudian pembagian jurusan di SMA -- IPS, IPA, dan Bahasa -- dibubarkannya.Guna mendukung wajib belajar, Nugroho melahirkan program orangtua asuh. Ia sendiri mengangkat anak asuh, Yahda Tragedi, seorang penjual koran. Nugroho juga dinilai banyak pihak turut mengembangkan ilmu humaniora di Indonesia.

Orang-orang yang sering berurusan dengan Nugroho menyebutnya "Orang yang bisa menahan perasaan." Itulah mungkin yang oleh H.B. Jassin disebut "gerak tanpa keharuan" ketika membicarakan kumpulan cerita pendeknya Hujan Kepagian, 1958. Tetapi, "Ia seorang pekerja keras," ujar Emil Salim, kini menteri KLH, bekas sesama aktivis DM UI.

Sebagai penulis produktif, karyanya tersebar di berbagai media massa. Setidaknya ia telah menulis 30 buku dan brosur, di antaranya Pemberontakan Peta Blitar 14 Februari, (1968), The Coup Attemp of the September 30 Movement in Indonesia (1968, bersama Ismail Saleh) dan The Battle of Surabaya (1970). Karya fiksinya, antara lain, Tiga Kota (1959), dan Hijau Tanahku Hijau Bajuku (1961).

Ia juga masih sempat menerjemahkan: Kisah Perang Salib di Eropa (1968, dari Dwight D. Eisenhower, Crusade in Europe), Kisah daripada Bahasa (1971, dari Mario Pei, The Story of Language), dan Mengerti Sejarah (1975, dari Louis Gottschalk, Understanding History: A Primer of Historical Method).

Bukunya Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara (1981), sempat mengundang kritik beberapa ahli sejarah, dan dinyatakan sebagai "pamflet". Nugroho lantas mengatakan, bila yang dimaksud pamflet adalah sesuainya pendapatnya dengan pendapat pemerintah sekarang, "Itu cuma kebetulan."

Bekas redaktur majalah Gelora, Kompas, Tjerita, Mahasiswa, dan Persepsi, ini berusaha membaca 1.000 halaman dalam seminggu. Menggemari olah raga menembak dengan pistol, "Karena olah raga ini mengajarkan ketenangan," katanya. Tiap kali latihan ia mengaku menghabiskan sekitar dua dos peluru. Wafat 3 Juni 1985, ia meninggalkan seorang janda, Irma Sawitri, dan tiga anak.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


NANA NARUNDANA | NANA SUTRESNA SASTRADIDJADJA | NANDA TELABANUA | NANI PRIHATANI SAKRI SOENARTO (NANI SAKRI) | NANI SOEDARSONO | NANI YAMIN | NANIK JULIATI SURYAATMADJA | NANNY ANISTASIA LUBIS | NARTOSABDO | NELLY ADAM MALIK | NICHLANY | NICODEMUS LULU KANA | NILA CHANDRA | NILYARDI KAHAR | NOERBERTUS RIANTIARNO | NONO ANWAR MAKARIM | NOORCA MARENDRA MASSARDI | NUDDIN LUBIS | NUGROHO NOTOSUSANTO | NURADI | NURCHOLISH MADJID | NURFITRIANA SAIMAN | NURHAYATI DINI | NUSJIRWAN TIRTAAMIDJAJA (IWAN TIRTA) | NYA ABBAS AKUP | NYI TJONDROLUKITO | Naek L. Tobing | Nan Triveni Achnas | Norbertus Riantiarno | Nasir Tamara | Nia Dinata | Noni Sri Aryati Purnomo | Nungki Kusumastuti | Nursyahbani Katjasungkana | Nurul Arifin


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq