A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

H. BURHANUDDIN MOHAMMAD DIAH




Nama :
H. BURHANUDDIN MOHAMMAD DIAH

Lahir :
Kotaraja, Aceh, 7 April 1917

Agama :
Islam

Pendidikan :
- HIS, Kotaraja
- AMS, Jakarta
- Sekolah Dagang Middlebaar National Handel Collegium, Bandung
- Sekolah Tinggi Ekonomi Pertikelir, Bandung, Sekolah Jurnalistik Ksatria Institut Dr. E.E. Douwes Dekker, Bandung


Karir :
- Sekretaris pribadi Douwes Dekker
- Wartawan Sinar Deli, Medan
- Millimeter Vreter pada harian Sin Po (1938)
- Penerjemah dan pembantu Kantor Penerangan Konsul Jenderal Inggris ; Menerbitkan majalah Percaturan Dunia dan Film
- Pemimpin redaksi harian Asia Raya (1945)
- Mendirikan harian Merdeka dan menjadi anggota KNIP (1945)
- Duta Besar untuk Cekoslovakia, Inggris, dan Muangthai (1959- 1968)
- Menteri Penerangan RI (1968)
- Ketua Umum PWI (1970)
- Menerbitkan majalah berita mingguan Ekspres (1970) dan Topik (1972)
- Surat kabar Jurnal Ekuin (1981)
- Dewan Pembina PWI Pusat (1973-1983)
- Ketua Harian Dewan Pers (1981 -- sekarang)
- Penasihat PWI Pusat (1983-1988)


Kegiatan Lain :
- Presiden Direktur Hyatt Aryaduta Hotel

Alamat Rumah :
Jalan Diponegoro 61, Jakarta Pusat

Alamat Kantor :
Jalan A.M. Sangaji, Jakarta Pusat

 

H. BURHANUDDIN MOHAMMAD DIAH


Sudah hampir setengah abad Burhanuddin berkubang di dunia kewartawanan. Korannya, Merdeka, yang tertua di Jakarta, terbit 1 Oktober 1945. "Saya ingin menyebarkan berita, berpijak dari pengalaman pribadi saya, yang terlibat langsung dalam masa perjuangan sebelum Proklamasi Kemerdekaan," katanya suatu ketika.

Sejak berusia 15 tahun, konon, Diah berambisi menjadi jurnalis terkenal. Bungsu dari sepuluh bersaudara, ketika belajar di Middelbaar Nationale Handel Collegium di Bandung, ia pernah bertanya kepada gurunya, Douwes Dekker alias Setiabudi, "Pada umur berapa seseorang bisa jadi wartawan terkenal?" Sang guru menjawab: "40 tahun." Tamat sekolah di Bandung, setelah sebentar menjadi sekretaris pribadi gurunya -- tokoh pergerakan itu -- Diah pulang ke Medan.

Di kota itu, ia akhirnya diterima di harian Sinar Deli. Tatkala keuangan surat kabar itu memburuk, ia menerima gaji dengan dicicil. Diah mengadu ke pengadilan. Pengacaranya seorang Belanda, Mr. Rome, sedangkan lawan Diah memakai pengacara bumiputra, Mohammad Said, yang kini jadi besannya.

Pernah menjabat kepala pers Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta, Diah lalu menjadi direktur pertama Warta Harian, yang belakangan diberangus, karena dituduh menerima uang suap dari seorang Jepang. Kemudian, di zaman Jepang, ia turut menerbitkan majalah Pertjatoeran Doenia & Film, juga memimpin harian Asia Raya.

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, aktivis pemuda ini semakin terlibat politik sebagai anggota KNIP. Suatu ketika, harian Merdeka nyaris lepas dari tangannya. Timbul perselisihan dengan Rosihan Anwar, yang turut mendirikan koran itu. Akhirnya, Rosihan keluar dari Merdeka, 1947.Pada awal zaman Orde Baru, bekas dubes di Cekoslovakia, Inggris, dan Muangthai, ini menjadi menteri penerangan, 1968. Di bawahnya, dengan bantuan Dirjen Radio, Televisi & Film Umar Kayam, film nasional mulai bangkit kembali dalam menghadapi banjir film impor, dan dapat nama baik di Asia.

Setelah bebas tugas dari jabatan menteri, bersama istrinya -- Herawati, yang dikenal sebagai wartawati terkemuka -- Diah mendirikan hotel internasional Aryaduta. Herawati adalah wartawati yang pernah memimpin harian berbahasa Inggris pertama di Indonesia, The Indonesian Observer. Juga Herawati, sebelumnya, adalah pemimpin majalah Keluarga, dan majalah Merdeka. Majalah Masa pernah diterbitkan Diah bersama Mochtar Lubis. Namun, penerbitan ini tidak berlangsung lama.

Terpilih sebagai Ketua Dewan Pers untuk masa jabatan yang kedua, 1984-1987, sebelumnya Diah Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), 1971. Ia bentrok lagi dengan Rosihan Anwar dari harian Pedoman dan Jakob Oetama dari harian Kompas, yang saat itu dipilih oleh Kongres PWI sebagai pimpinan PWI Pusat, sedangkan kepengurusan Diah didukung oleh unsur-unsur pemerintah. PWI hampir pecah, tetapi akhirnya rujuk. Harmoko, menteri penerangan sekarang yang pernah lama menjadi wartawan Merdeka, tampil sebagai Ketua Pelaksana PWI.

Muncul dalam Temu Tokoh 1984 yang diselenggarakan PWI Jaya, tokoh pers senior ini tetap masih memikat. Diah menguraikan pengalamannya. "Wartawan itu harus memiliki kepribadian yang kuat, tahu dan ikut politik," katanya. "Itulah mengapa saya sampai sekarang bisa bertahan." Tetapi, ada kesan oportunistis? Dengan gaya diplomat Diah menangkis: "Saya bukan oportunis, melainkan melakukan expedient (ikhtiar)."

Kepada wartawan muda ia berpesan: "Jangan malu-malu merunduk, tetapi jangan patah. Itu pun resep saya bisa bertahan." Menurut Mahbub Djunaidi, kolumnis dan Ketua PWI periode 1965-1970, "Dalam bersilat pena, tak salah lagi BM Diah adalah guru saya yang sulit duanya. Seorang yang biasanya sangar, beringas, dan jagoan polemik."

Belakangan, Diah sempat menerbitkan majalah Express, (sudah mati) dan Topik.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


H. ABUBAKAR ALDJUFRIE | H. ALI BUDIARDJO | H. AMRAN ZAMZAMI | H. BURHANUDDIN MOHAMMAD DIAH | H. GINANDJAR KARTASASMITA | H. IRAWAN SARPINGI | H. LUKMAN UMAR | H. MAHBUB DJUNAIDI | H. MASAGUNG | H. MOCHAMMAD SYAH MANAF | H. MOHAMAD RASJIDI | H. MUHAMMAD SAID | H. MUHAMMAD SULCHAN | H. RIDWAN SAIDI | H. ROESLAN ABDULGANI | H. ROESMIN NOERJADIN | H. ROSIHAN ANWAR GELAR SUTAN MALINTANG | H. SAINAN SAGIMAN | H. SOELARTO REKSOPRODJO | H. SOEWANDI | H. SOMALA WIRIA | H. TEUKU HADI THAYEB | H. WINARNO SURAKHMAD | H. WIRATMAN WANGSADINATA | HADI SUKADI ALIKODRA | HAJI ANDI TABUSALLA | HAJI RADEN MUHAMMAD YOGIE SUARDI MEMET | HAMID ALGADRI | HAMZAH HAZ | HANDOKO TJOKROSAPUTRO | HANS BAGUE JASSIN | HANS WESTENBERG | HARDIJONO | HARDJANTHO SUMODISASTRO | HARI SUHARTO | HARIADI PAMINTO SOEPANGKAT | HARJONO NIMPOENO | HARJONO TJITROSOEBONO | HARLAN BEKTI | HARMOKO | HAROEN AL RASJID | HARRY DARSONO | HARRY TJAN SILALAHI | HARSJA WARDHANA BACHTIAR | HARSUDIYONO HARTAS | HARTARTO SASTROSOENARTO | HARTINI SOEKARNO | HARTONO REKSO DHARSONO | HARUN NASUTION | HARYATI SOEBADIO | HARYONO SUYONO | HASAN BASRI | HASAN POERBOHADIWIDJOJO | HASAN Slamet | HASJRUL HARAHAP | HASTOMO ARBI | HASUDUNGAN SIMANDJUNTAK | HEMBING WIJAYAKUSUMA | HENDRA ESMARA | HENDRA HADIPRANA | HENDRA KARTANEGARA (TAN JOE HOK) | HENDRA RAHARDJA | HENDRICK GOZALI ALIAS GOUW HIAP KIAUW | HENDRIKUS GERARDUS RORIMPANDEY | HENRIETTE MARIANNE KATOPPO | HERAWATI DIAH | HERMAN JOHANNES | HERMAN SARENS SUDIRO | HETTY KOES ENDANG | HIDAYAT MUKMIN | HILDAWATI SIDDHARTHA (HILDAWATI SOEMANTRI) | HILMAN Adil | HISKAK SECAKUSUMA | H.J. HANDOYO LUKMAN (LOOGMAN) | H.M. BAHARTHAH | H.M. JUSUF HASJIM | H.M.A. SAHAL MAHFUDH | HOEGENG IMAN SANTOSA | HUSAIN DJOJONEGORO | HUZAI JUNUS DJOK MENTAYA | Hotma Sitompoel | HR Agung Laksono | Hidayat Nur Wahid | Hamid Awaluddin | Hatta Radjasa


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq