Nama : HARYONO SUYONO
Lahir : Pacitan, Jawa Timur, 6 Mei 1938
Agama : Islam
Pendidikan : - SD, Pacitan (1951)
- SMP, Yogyakarta (1954)
- SMA, Yogyakarta (1957)
- Akademi Ilmu Statistik, Jakarta (Bachelor of Statistic, B.St., 1963)
- Universitas Chicago, AS (M.A., 1971 kemudian Ph.D. 1972)
Karir : - Asisten Direktur Akademi Ilmu Statistik (1963-1964)
- Asisten Ahli PBB (1964-1965)
- Wakil Kepala Kantor Biro Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta (1965-1966)
- Kepala Bagian Konsultasi BPS (1966-1969)
- Asisten Riset Universitas Chicago, AS (1969-1972)
- Wakil Kepala Biro Kependudukan BPS (1972-1975)
- Koordinator Riset dan Pelaporan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 1972-1975)
- Penjabat Deputi III BKKBN kemudian Deputi BKKBN (1975-1978 dan 1978-1983)
- Kepala BKKBN (1983 -- sekarang)
Alamat Rumah : Jalan Perdatam Lanjutan 4, Jakarta Selatan Telp: 794943
Alamat Kantor : BKKBN Pusat, Jalan M.T. Haryono Kapling 9-11, Jakarta Selatan Telp: 811308
814650
813083
|
|
HARYONO SUYONO
Berkumis lebat, dagu licin dihiasi tahi lalat, dan berkaca mata bening, pria ceria dan jenaka ini tampaknya bangga dengan julukan "Bapak Kondom" atau "Bapak Spiral" Indonesia. "Tak perlu mendapat lencana penghargaan. Soal KB, saya teladan," ujar Haryono Suyono bergurau. Namun, tetap saja Presiden menganugerahkan Bintang Mahaputra Utama kepada Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ini.
Keterlibatannya pada program KB memang tinggi. Ia pernah merencanakan membagikan stiker "Saya Belum Kawin" sekali setahun kepada pembaca remaja surat-surat kabar. Jika seseorang memiliki lima stiker -- berarti ia tidak kawin lima tahun -- akan mendapat hadiah. Lalu, untuk mempopulerkan KB, nomor polisi mobil dinasnya sejak Juni 1985 diganti menjadi B-2 KB. "B berarti bayi. Kalau punya dua bayi atau dua anak, berarti ikut KB. Klop, 'kan?" kata Haryono.
Menurut Haryono, pada 1985 sekitar 3,1 juta bayi di Indonesia dapat ditangguhkan kelahirannya, sehingga hanya 4,6 juta bayi lahir pada tahun yang sama. Ini konon berkat berbagai prakarsa baru dalam penerapan program KB di negeri ini. Walaupun program KB berhasil, keberhasilan yang diakui dunia, menurut dia, pada 1995 terdapat sekitar 20 juta pasangan usia subur, sedang pada tahun 2.000 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 222.753.000 jiwa.
Lahir di tengah keluarga guru SD, anak pertama dari dua bersaudara ini berprestasi "biasa-biasa" saja di SD. Aktif dalam kegiatan sekolah, sejak di SMP Haryono gemar berpidato -- kegemaran yang kemudian ternyata diperlukannya, terutama dalam mengkampanyekan KB. Masuk Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, dan putus di tengah jalan, ia lalu pindah ke Jakarta dan melanjutkan studinya di Akademi Statistik (AIS).
Mula-mula Haryono ditempatkan di Kantor Statistik Jakarta. Keterlibatannya di bidang kependudukan dimulai ketika ia ditarik ke Biro Pusat Statistik (BPS), menjadi Wakil Kepala Biro II (Kependudukan) merangkap Koordinator Riset dan Pelaporan BKKBN. Dari sini ia mulai naik ke puncak: penjabat Deputi III BKKBN, Deputi Bidang KB BKKBN, dan, sejak April 1983, Kepala BKKBN, yang sebelumnya dirangkap menteri kesehatan.
Doktor sosiologi -- dengan disertasi The Adoption on Innovation in Developing Country, 1972 -- lepasan Universitas Chicago, AS, ini gemar makan sayur lodeh, dan membaca. Perihal anaknya yang empat orang, hasil perkawinan dengan Astuty Hasinah, 1963, ia berdalih, waktu itu belum ada program KB. Menurut dokternya, istrinya sangat subur. "Lah, dicium saja ia bisa hamil," kelakarnya. "Sekarang sudah setop, istri saya telah melakukan operasi tubektomi," kata Haryono.
|