A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

ABDUL QADIR DJAELANI




Nama :
ABDUL QADIR DJAELANI

Lahir :
Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta, 20 Oktober 1938

Agama :
Islam

Pendidikan :
- SD dan Madrasah Ibtidaiyah Jatipadang, Jakarta (1953)
- Pendidikan Guru Agama Pertama (PGAP), Jakarta (1957)
- Pendidikan Guru Agama Atas Negeri (PGAAN), Jakarta (1957)
- Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Islam Djakarta (tingkat doktoral 1963)


Karir :
- Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Ranting Jatipadang (1954-1955)
- Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Ranting PGAAN (1956-1957)
- Sekretaris Umum PII Cabang Kebayoran Baru, merangkap Ketua Umum Ikatan Siswa PGA se-Jakarta (1957)
- Sekretaris I (1959), kemudian Ketua Umum (1960) PII Wilayah Jakarta
- Sekretaris I (1962), kemudian Ketua I (1962) Pengurus Besar PII
- Pendiri Komando Jihad Umat Islam Indonesia (1966)
- Guru pada Pesantren Pertanian Darul Falah, Bogor (1968-1969)
- Dosen Luar Biasa Institut Pertanian Bogor (1971-1978)
- Ketua I Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) (1972)
- Ketua Umum Pimpinan Pusat GPII (1976)
- Pendiri Presidium Front Aksi Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa Indonesia (1978)


Alamat Rumah :
Desa Leuwiliang, Kabupaten Bogor

 

ABDUL QADIR DJAELANI
ABDUL QADIR DJAELANI

Pada malam Peristiwa Tanjungpriok, 12 September 1984, Abdul Qadir Djaelani konon sedang sakit. Tetapi, selepas subuh esok harinya, ia dijemput petugas Laksus Kopkamtib di rumahnya di Desa Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat. "Penahanan dan pemanggilan sudah jadi langganan Kak Djani," ujar Lilis Badriyah, istri Qadir. Dalam pengadilan subversi di Jakarta, ia terbukti melakukan tindak pidana subversi melalui ceramah, khotbah, dan tulisan-tulisannya di berbagai tempat. Desember 1985, vonis pun jatuh: Qadir dihukum 18 tahun penjara.
Dalam 25 tahun terakhir, A. Qadir Djaelani memang akrab dengan rumah tahanan dan penjara. Pada 1960, sebagai Ketua Umum PII, ia ditangkap karena dituduh menyebarkan pamflet pembekuan PKI di daerah "Tiga Selatan": Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan. Anak Pasar Minggu, Jakarta Selatan, itu ditahan empat bulan.Pada akhir 1963, Qadir sudah duduk di tingkat doktoral II pada Universitas Islam Indonesia (UII), ketika ia kembali ditangkap. Kali ini, tuduhannya anti- Soekarno dan berniat menggagalkan Ganefo. Mendekam dua tahun, ia baru dibebaskan setelah gagalnya G-30-S/PKI, 1965. Qadir langsung bergabung dengan KAPPI. Tahun berikutnya, ia mendirikan Komando Jihad Umat Islam Indonesia. Organisasi ini sempat menghimpun puluhan orang dalam apel mendukung Resolusi/Memorandum DPR-GR, Februari 1967, yang menuntut pemberhentian Presiden Soekarno.
Qadir dikenal keras dan "galak". Pada awal 1970-an, ia sudah menetap dan hidup sebagai petani di Leuwiliang ketika menggerakkan aksi anti-Rancangan Undang-Undang Perkawinan. Dan ia kembali jadi buron. Empat tahun kemudian, ia turut dalam Front Aksi Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Indonesia yang menolak masuknya Aliran Kepercayaan, P4, dan KNPI dalam GBHN. Akibatnya, kembali Djaelani ditangkap. Pengadilan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara.
Masa kecil Qadir cukup pahit. Ia lahir sebagai anak bungsu di antara delapan bersaudara dari ayah seorang tukang jahit, yang meninggal ketika Qadir berusia enam tahun. Jepang datang, Qadir dibawa ibunya mengungsi ke Cirebon. Sekolahnya pun telantar. Baru pada usia 9 ia masuk SD di pagi hari, madrasah pada sorenya, lalu mengaji Quran pada malamnya. Anak yang mulai belajar berpidato itu disenangi gurunya karena pendiam, rajin, pandai, dan tidak suka berkelahi. Di PGAN 6 tahun, ia menyandang predikat "bintang pelajar".
Qadir, yang pada 1968 pernah mengajar di Pesantren Darul Falah, Bogor, selama tujuh tahun menjadi dosen luar biasa untuk mata kuliah agama Islam di IPB. Kegiatan itu terhenti -- dan kemudian dihentikan -- setelah ia ditahan pada 1978. Keadaan ini memaksa istrinya membuka warung kelontong di halaman rumahnya di Leuwiliang. Mereka dianugerahi tujuh anak.
UPDATE :

September 1993, Abdul Qadir keluar dari penjara Cipinang. Selama sembilan tahun di Cipinang, ayah delapan anak itu menulis belasan buku dengan total halaman sebanyak 15.000 lembar kertas folio. Salah satu karyanya berjudul Sistem Kehidupan Manusia Menurut Islam.

Walau kehilangan kader sekeluar selama dalam penjara, ia tidak kehilangan teman-temannya. Ada saja yang mengirimi keluarganya uang. "Bahkan ada yang datang dari Eropa," ujarnya kepada Tempo, 1993. Salah seorang anaknya malah mendapat beasiswa dari sebuah perguruan tinggi di Kuala Lumpur, Malaysia.

Abdul Qadir kemudian melakukan perjuangannya melalui partai politik. Ketika partai-partai baru berdiri di masa reformasi, Abdul Qadir bergabung dengan Partai Bulan Bintang. Pemilu 1999 mengantarkannya duduk sebagai anggota Komisi I dari Fraksi Partai Bulan Bintang.

Namun, akhirnya ia berseberangan dengan DPP yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra. Bersama Hartono Mardjono, ia mendirikan partai baru yang nama dan lambangnya sama. Akibatnya mereka menuai gugatan dari pihak DPP PBB pimpinan Yusril Ihza. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 21 Maret 2002, mengabulkan gugatan DPP PBB yang dipimpin Ketua Umum Yusril Ihza Mahendra. Hartono Mardjono dan Abdul Qadir Djaelani diganjar hukuman: membayar ganti rugi imateriil Rp 2 milyar dan materiil Rp 589,8 juta. Putusan itu harus dilaksanakan tergugat, meskipun ada upaya banding.



Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


A. MATTULADA | A. SULASIKIN MURPRATOMO | ABDOEL RAOEF SOEHOED | ABDUL AZIS LAMADJIDO | ABDUL DJALIL PIROUS | ABDUL GAFAR ABDULLAH (EBIET G. ADE) | ABDUL GAFUR TENGKU IDRIS | ABDUL KADIR | ABDUL KARIM OEY | ARBI SANIT | ARDIANSYAH | ANWAR NASUTION | ARIEF BUDIMAN | ARIFIN CHAIRIN NOER | ANTON SOEDJARWO | ARIFIN M. SIREGAR | AMRI YAHYA | ARISTIDES KATOPPO | AMIRMACHMUD | ARSWENDO ATMOWILOTO | AMIR MOERTONO | AWALUDDIN DJAMIN | AZWAR ANAS | ALI SADIKIN | AHMAD SYAFII MAARIF | AHMAD SADALI | ACHDIAT KARTA MIHARDJA | ABDULLAH PUTEH | ABDULGANI | ABDUL RACHMAN RAMLY | ABDUL QADIR DJAELANI | ABDUL LATIEF | A. Deni Daruri | A.T. Mahmud | Abdul Hakim Garuda Nusantara | Abdul Mun'im Idries | Abdullah Gymnastiar | Ade Armando | Ade Rai | Afan Gaffar | Agnes Monica | Agum Gumelar | Ahmad Syafi'i Ma'arif | Alfons Taryadi | Amir Syamsuddin | Amiruddin Zakaria | Amri Yahya | Amrozi | Anand Krishna | Ananda Sukarlan | Anang Supena | Andrianus Meliala | Andy F. Noya | Anton Bachrul Alam | Anton M. Moeliono | Apong Herlina | Arbi Sanit | Aria Kusumadewa | Arifin Panigoro | Aristides Katoppo | Arjatmo Tjokronegoro | Arswendo Atmowiloto | Arwin Rasyid | Asikin Hanafiah | Atmakusumah Astraatmadja | August Parengkuan | Ayu Azhari | Ayu Utami | Azyumardi Azra | Anwar Nasution | Arief Budiman | Abdul Rahman Saleh | Anton Apriyantono | Adyaksa Dault


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq