Nama : Abdullah Totong Mahmud
Lahir : Palembang, Sumatera Selatan, 3 Februari 1930
Agama : Islam
Pendidikan : 1. SGA di Palembang (1953)
2. Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Keguruan dan Ilmu Pendidikan di FKIP Jakarta (1964)
3. Lokakarya (Workshop) pada SPAFA Seameo Projects in Archeologi and Fine Arts dengan pokok bahasan €œFurther Development of Trainer Teachers of the Arts in Schools€ di Manila-Filipina (1985)
Karir : 1. Guru SGB di Tanjung Pinang, Riau (1953-1956)
2. Guru SGA di Jakarta (1959-1962)
3. Guru Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak/Sekolah Pendidikan Guru di Jakarta (1963-1968)
4. Kepala SPG (1968-1975)
5. Pencipta lagu anak-anak (1964-sekarang)
6. Koordinator acara €œLagu Pilihan€ dan €œAyo Menyanyi€ di TVRI (1968-1988)
7. Anggota tim penulis buku musik, proyek penyediaan buku pelajaran sekolah guru (1973-1982)
8. Anggota penilai buku seni musik untuk KPG (1982-1983)
9. Penulis buku seni musik aktif dan kreatif untuk SD (1994)
Penghargaan : 1. Hadiah Seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (1999)
2. Trofi Penghargaan bidang Seni Budaya oleh masyarakat Sumatra Selatan melalui Yayasan Genta Sriwijaya (2001)
3. Peraih royalti tertinggi dari Yayasan Karya Cipta Indonesia 2002
Alamat Rumah : Jalan Tebet Barat IIA/18, Jakarta Selatan 12810. Telepon 829 6113
|
|
A.T. Mahmud
Semasih di kampung halamannya, Tebing Tinggi, Sumatra Selatan, pada petang hari A.T. Mahmud biasa pergi ke tebing sebuah sungai dan duduk bermenung-menung di sana. €œSaya melihat awan, bukit, sungai, lalu saya tuliskan apa yang saya rasakan,€ kata A.T. Mahmud, mengenang saat-saat awal ia belajar mencipta lagu. Sampai kini ia sudah mencipta ratusan lagu, dari Pelangi, Cicak, Bintang Kejora sampai yang terbaru, Anak Gembala, yang dinyanyikan penyanyi cilik Tasya. Pada 2002, Yayasan Karya Cipta Indonesia menobatkannya sebagai peraih royalti tertinggi.
Menjadi pencipta lagu anak-anak memang bukan cita-citanya. Bahkan dari kecil, anak kelima dari sepuluh bersaudara ini konon tidak punya cita-cita sama sekali. Yang terutama ia sukai adalah menyanyi, menari, dan bermain tonil (sandiwara). Belajar musik sejak kelas V sekolah dasar pada Ishak Mahmuddin, seorang pemain orkes di Muara Enim, Sumatra Selatan. €œPengaruh Ishak besar sekali pada diri saya,€ katanya. Adalah pada Ishak, A.T. Mahmud belajar menulis notasi. Waktu SMP, ia mencoba membuat lagu, walau belum sempat berbentuk.
Pindah ke Jakarta, 1960-an, anak seorang pegawai pemerintah Belanda itu mengajar di Sekolah Guru Atas (SGA), kemudian di Sekolah Guru Taman Kanak-kanak (SGTK). Lantaran siswa-siswanya kesulitan mencari lagu yang cocok buat anak-anak TK, ia mencoba mengarangnya. Berhasil, ia akhiranya keterusan. €œKalau lagu-lagu itu dinyanyikan anak-anak dengan caranya sebagai anak deengan gayanya sendiri, yang polos, yang lugu, yang tidak berdosa, itu memberikan kenikmatan dan kebahagiaan tersendiri pada saya,€ ujarnya.
Inspirasinya bisa dari mana saja. Ketika anaknya melihat pelangi dan terkagum-kagum dibuatnya, muncul inspirasi A.T. Machmud membuat lagu Pelangi. Pelangi, pelangi alangkah indahmu€. Berkenalan dengan anak petani yang tiap pagi mengembalakan kerbau, lahirlah lagu Aku Anak Gembala. Juga, katanya, €œSumber saya mengarang lagu itu pengalaman saya semasa kecil.€
Awalnya, lagu-lagu ciptaannya seperti Bintang Kejora, Cicak, dan Pelangi, dinyanyikan oleh murid-muridnya sendiri. Lagu-lagu itu lalu menyebar dari mulut ke mulut, dari sekolah ke sekolah, dari anak-anak dan guru-guru TK. Akhirnya sampai juga ke telinga produser di TVRI Jakarta. Mereka kemudian meminta Mahmud menjadi koordinator acara €œAyo Menyanyi€ dan €œLagu Pilihanku€ di TVRI. Selama 20 tahun mengasuh acara tersebut, €œSaya produktif sekali menulis lagu, mencapai ratusan.€ Melalui acara itu, lagu-lagunya pun tersebar ke penjuru Tanah Air. Dinyanyikan oleh jutaan anak.
€œMenciptakan lagu untuk anak-anak berarti menciptakan lagu yang akan membimbing perkembangan mereka menuju kedewasaannya,€ katanya. Dalam membuat lagu, Mahmud selalu memperhatikan wilayah nada lagu, agar jangan sampai anak-anak tersengal-sengal saat bernyanyi. Kalau terlampau luas wilayah nada lagunya, menurut dia, seperti wilayah nada orang dewasa, dapat merusak pita suara anak.
Di usianya yang sudah melampaui 72 tahun, Mahmud sering pula diminta mengisi seminar, penataran, diskusi mengenai lagu anak-anak di berbagai kota. Di rumahnya, di kawasan Tebet, Jakarta, pensiunan pengawas pada Kanwil Depdikbud DKI Jakarta ini kerap menerima tamu yang hendak memesan lagu. Dia masih terus mencipta.
Seperti ingin mengimbangi kegemarannya merokok, Mahmud suka berolahraga: jalan kaki secara teratur. Kalau tidak ada yang dikerjakan, €œSaya putar lagu saya sendiri, melalui program komputer, saya dengarkan, saya nikmati sendiri, saya nyanyi,€ kata ayah tiga anak ini. €œSekali berarti, sesudah itu mati,€ ujarnya tentang moto hidupnya, yang dipetik dari baris puisi Chairil Anwar.
|