Nama : S. SARTONO
Lahir : Madiun, Jawa Timur, 30 Juni 1928
Agama : Islam
Pendidikan : - HIS, Madiun (1941)
- SMP, Yogyakarta (1945)
- SMA B, Magelang (1948)
- Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Bandung (1956)
- Gelar Doktor dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (1958)
- Universitas Columbia (1960-1961)
- Museum of Natural History, AS (1960)
- Lab. Paleantologi Universitas Utrecht, Belanda (1967)
- Lab. Paleantologi Manusia & Prasejarah, Prancis, 1976
Karir : - Komando Teritorial Blitar, 1946-1948
- Guru Besar Jurusan Geologi ITB (1976 -- sekarang)
Kegiatan Lain : - Pendiri dan anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (sejak 1962)
- Anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (sejak 1979)
- Anggota Indo Pacific Prehistory Association ; Penerima Penghargaan
dari Menteri P & K, 1983
Karya : Karya tulis penting:
antara lain:- An Additional Skull Cap of A Pithecanthropus, Zinruigaku zassi Nippon (The Journal of the Anthropological Society of Japan), vol. 75, no. 754, 1967
- Discovery of Another Hominid Skull at Sangiran, Central Java, Current - Anthropology, vol. 13 no. 1, Februari 1972
- Pulau Jawa: Segi evolusi manusia, Analisis Kebudayaan Departemen P dan K, th. IV no. 1 1983/1984 37w47
Alamat Rumah : Jalan Pagergunung 3, Bandung Telp: 82882
Alamat Kantor : Kampus ITB, Jalan Ganesha 10, Bandung 40132 Telp: 84252w58 pes. 269
|
|
S. SARTONO
"Dugaan yang lemah," kata S. Sartono tentang teori migrasi fauna yang menyimpulkan terjadinya penyeberangan hewan dari daratan Asia ke Australia. Kelemahan utama yang diserang ahli palaentologi ITB itu terletak pada alat penyeberangan yang, konon, dibuat dari ranting pohon yang diikat seperti rakit.
Perahu zaman bahola yang sangat sederhana itu, menurut Sartono, tidak mungkin digunakan mengarungi samudra dalam jarak jauh. Apalagi, "Perahunya sendiri tidak pernah ditemukan," ujarnya. Ia juga menolak teori "berenang" dan "terbawa arus". Karena, "Mana mungkin hewan berenang puluhan kilometer," tambah guru besar ITB itu. Dalam Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi (REHPA) II di Cisarua, Bogor, Maret 1984, Sartono mengemukakan kesimpulan hasil penelitiannya sendiri bahwa migrasi fauna berlangsung lewat daratan -- termasuk "daratan" yang kini menjadi laut karena pergeseran geologis.Lahir sebagai anak kedua dari empat bersaudara, putra bekas kepala tata usaha ini mengaku "tidak pintar tidak bodoh" di masa sekolahnya. "Sebetulnya, orang pintar itu tidak ada, yang ada orang rajin," ujar Sartono. Memilih bidang geologi "karena senang", ia masuk Fakultas Teknik UI (sekarang ITB) Bandung, rampung pada 1956. Dua tahun kemudian, di perguruan yang sama, pria yang tampak awet muda itu meraih gelar doktor geologi. Disertasinya berjudul Stratigraphy and Sedimentation of the Eastern Part of Gunung Sewu.
Namun, pendalaman ilmiah masih terus dilakukannya. Mula-mula di Universitas Columbia dan Museum of Natural History, keduanya di AS, dan kemudian di Laboratorium Palaentologi Universitas Utrecht, Negeri Belanda, dan Laboratorium Palaentologi Manusia & Prasejarah di Prancis.
Menerima penghargaan di bidang ilmu pengetahuan dari pemerintah RI, 1983, Sartono telah menulis tidak kurang dari 105 karya ilmiah. Di antaranya Manusia dan Evolusinya, 1980, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis, dan Orang Jawa, 1971, yang telah disalin ke dalam bahasa Jepang.
Bekas anggota Komando Territorial di kawasan Blitar pada masa revolusi ini adalah anggota Indo Pacific Prehistory Association, dan pernah ia mengajar di Univeristas Malaysia, 1970-1973.
Jika ada waktu, Sartono suka melakukan olah raga jalan kaki. Ia gemar menonton sepak bola, khususnya pertandingan antarklub luar negeri. Menikah dengan Kitty Lastari, yang disebutnya sebagai "orang Sunda asli", ia dianugerahi tiga anak, semuanya sudah mahasiswa. Keluarga Sartono juga mengangkat seorang anak, yang kini sudah gadis belasan tahun.
|