Nama : SAYIDIMAN SURYOHADIPROJO
Lahir : Bojonegoro, Jawa Timur, 21 September 1927
Agama : Islam
Pendidikan : - Akademi Militer, Yogyakarta (1948)
- Pendidikan Perwira Infanteri, Fort Benning, AS (1952)
- Sekolah Staf & Komando, Hamburg, Jerman Barat (1965)
Karir : - Danki 2 Yon 303 Divisi Siliwangi (1949-1950)
- Kepala Departemen Pengajaran Pusif (1952-1956)
- Dan 309/Siliwangi (1956-1960)
- Danmen Taruna Akmil (1961-1963)
- Perwira SUAD II (1963-1966)
- Wakil Asisten II MBAD (1966-1968)
- Pangdam XIV/Hasanuddin (1968-1970)
- Staf Hankam (1970-1973)
- Deputi Kasad (1973-1974)
- Gubernur Lemhanas (1974-1978)
- Dubes RI di Jepang (1979-1983)
- Penasihat Menristek (1983-sekarang)
Alamat Rumah : Jalan Kertanegara 9, Jakarta Selatan
Alamat Kantor : Jalan M.H. Thamrin 8, Jakarta Pusat
|
|
SAYIDIMAN SURYOHADIPROJO
Ketika menjadi duta besar di Jepang, ia sering meninjau ke pelosok-pelosok. Tidak heran, harian Tokyo Shimbun menjulukinya Kokumin no Taishi. Artinya, "duta besar rakyat". Kelak, hasil pengamatannya mengenai Jepang ia tuangkan dalam bukunya, Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjuangan Hidup.
Ia mengagumi keuletan dan kegigihan penduduk Negeri Matahari Terbit itu. Terutama keberhasilan mereka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Karena itu, disayangkannya, banyak orang Indonesia, termasuk cendekiawannya, hanya terpukau pada Amerika dan Eropa. "Ini bisa merugikan. Kita perlu mengenal dan belajar banyak dari Jepang," katanya.Terkenal sebagai tokoh pemikir ABRI, Sayidiman sering menulis di berbagai media massa. Tulisannya membahas masalah militer, ketahanan nasional, juga manajemen dan ekonomi. Tergolong pengamat politik internasional yang cermat, ia mengaku mendapat sumber dari bacaan. Sumber utama lain, "Mendengarkan berbagai siaran radio dalam dan luar negeri, termasuk Radio Beijing," katanya.
Sayidiman anak keenam -- dari tujuh bersaudara -- R.T. Bawadian Kartohadiprodjo, Bupati Pasuruan. Menyukai pelajaran berhitung, sejarah, dan bahasa, di bangku sekolah Sayidiman sudah gemar mengarang. Pensiunan letnan jenderal, yang kini menjadi dosen Ketahanan Nasional pada Fakultas Pasca-Sarjana UI, ini mengaku, semula ia tidak pernah berpikir masuk tentara. Tetapi, didorong keadaan, pada 1945 ia bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Ia termasuk lulusan angkatan pertama Akademi Militer di Yogya.
Menikah dengan Sri Suharyati, ia dikaruniai lima anak. Ketua Umum Persatuan Atlet Seluruh Indonesia (PASI) (1974-1978) ini masih aktif jogging dan main golf. Gemar mendengar musik klasik dan gending Jawa, ia mengaku tidak menyukai balet dan opera. Kalaupun terpaksa menonton pertunjukan itu, "Saya sering malu, soalnya mesti tertidur, sih," katanya.
Bukunya yang lain berjudul Langkah-Langkah Perjuangan Kita, 1970.
|