Nama : SUDJATMIKO
Lahir : Tuban, Jawa Timur, 17 Oktober 1927
Agama : Islam
Pendidikan : - Akademi Penerbangan, AS (1952)
- Royal Air Force Staff College, Andover, Inggris (1961)
Karir : - Penerbang/Instruktur Penerbang/Komandan Sekolah Penerbang TNI AU
- Komandan Pangkalan Kalijati & Adisucipto
- Direktur Organisasi MBAU
- Panglima Kodau I di Medan (1965)
- Asisten Operasi Menpangau di Jakarta
- Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional Hankam (1969-1973)
- Kepala Proyek Otorita Batam (1974-1978)
- Dirut Persero Batam/Kepala Perwakilan Batam di Singapura
- Dubes RI di Singapura (1978-1984)
- Dirut PT Timah (1984-kini)
Alamat Rumah : Jalan Besuki 21, Jakarta Pusat Telp: 348716
Alamat Kantor : Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan Telp: 510731
|
|
SUDJATMIKO
Saat ia mulai menjabat Direktur Utama PT Timah, Juni 1984, perusahaan milik negara itu masih bagaikan kapal yang sarat penumpang. Dengan 29 ribu karyawan, PT Timah menjadi penampung tenaga kerja terbesar setelah Pertamina. Maka, anggaran perusahaan 1984-1985 sebesar Rp 300 milyar hampir impas dengan devisa timah 1983, yang bernilai sekitar Rp 320 milyar. Apa daya Sudjatmiko?
Dalam keadaan demikian, orang biasanya cenderung melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Ternyata, Sudjatmiko tidak mengambil jalan pintas itu. "Efisiensi memang perlu ditegakkan, tetapi tanpa PHK," ujarnya, sesaat setelah dilantik sebagai Dirut PT Timah. Tindakan pertama yang dilakukannya ialah mengikis habis operasi yang tidak ekonomis, dan menekan ongkos produksi. Sejumlah tambang tua ditutup, sambil memekarkan usaha agar bisa menyerap tenaga yang melimpah di induk perusahaan.
Satu di antara usaha itu adalah mendirikan pabrik zat asam di Batu Ampar, Pulau Batam. Zat asam itu, di samping digunakan di dalam negeri, juga bisa diekspor. Lalu direncanakan pula pembangunan pabrik kaolin di Pulau Belitung, dan pabrik pelat timah -- bekerja sama dengan PT Krakatau Steel -- di Cilegon, Jawa Barat. Semua ini memang harus dilakukan dalam keadaan harga timah yang merosot, kendati PT Timah masih untung. "Pokoknya, kita tidak rugi," katanya.
Ketika menjadi duta besar RI di Singapura, Laksamana Madya (purnawirawan) ini sempat "populer" sehubungan dengan pembangunan kompleks KBRI baru di atas sekitar 3,5 hektar tanah di bilangan kelas satu, di Chatworth Road. Soalnya, ada pihak yang mencurigai terjadinya "permainan" dalam penentuan developer-nya. "Tidak apa-apa," kata Sudjatmiko waktu itu. "Anda boleh saja mengkritik. Tetapi kami boleh juga membangun," tambah bekas Dirut PT Persero Batam itu.
Sudjatmiko memulai kariernya di TNI-AU. Meraih Ijazah Penerbang dan Instruktur Penerbang di Akademi Penerbangan di AS, 1952, ia langsung menjadi penerbang di TNI-AU. Sembilan tahun kemudian, ia kembali ke bangku pendidikan, di Royal Air Force Staff College di Andover, Inggris. Pada 1965, Sudjatmiko menjadi Panglima Kodau I di Medan, lalu Asisten Operasi Men/Pangau di MBAU, dan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional di Hankam.
Dari istrinya, R.A. Garsemi Suria Danu Ningrat, Sudjatmiko mempunyai lima anak.
|