
Nama : Sumita Tobing
Lahir : Medan, Sumatera Utara, 10 Oktober 1946
Agama : Protestan
Pendidikan : - SD, SMP, SMA di Medan
- Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (S1; 1976)
- School of Journalism Ohio University, AS (M.Sc.; 1983)
- Mass Communication Ohio University, AS (Ph.D; 1992)
Karir : - Harian Waspada Medan (1965-1970)
- TVRI Medan (1970€“1981)
- Head of English News Service Sub Dit Pemberitaan TVRI Jakarta (1983€“1987)
- Direktur Departemen Editorial PT Surya Persindo (1989-1991)
- Set Up Cakrawala AN-Teve (1991-1992)
- Set Up Liputan 6 SCTV (1993)
- Set Up Metro TV (1998)
- Dosen Magister Manajemen Universitas Sahid, Jakarta
- Direktur Utama Perjan TVRI (2001€“sekarang)
Penghargaan : Kappa Tau Alpha, AS (Sebuah organisasi bergengsi para jurnalis berprestasi di Amerika)
Keluarga : Ayah : C.L. Tobing
Ibu : Dari Pasaribu
Anak : 1. Bambang Hutagalung
2. S. Hutagalung
Alamat Rumah : Jalan Permata Hijau Blud Barat, Jakarta Selatan
Alamat Kantor : Kompleks TVRI No. 93, Jakarta Pusat
Telepon (021) 5347077
|
|
Sumita Tobing
SUMITA Tobing dibesarkan di tengah keluarga berpendidikan. Di rumah di kota kelahirannya, Medan, keluarganya berbicara bahasa Belanda. Seperti saudara-saudaranya, anak dari seorang ayah pegawai dinas pekerjaan umum belajar di sekolah berbahasa Inggris. Ibunya pemain piano dan organ di gereja. Tapi, Ita €“ begitu ia dipanggil -- tak sempat belajar piano, karena waktu kanak-kanak ia lebih suka menangkap ikan cupang.
Masih di Medan, perempuan yang belakangan menjadi orang nomor satu di TVRI ini bertempat tinggal di tengah perkampungan orang Cina. Karena itu, Ita bukan saja juga menguasai bahasa Hokkian, tetapi juga menyerap etos kerja etnis Tionghoa yang dikenal sebagai pekerja ulet. Dengan sepeda, ia sering membantu mengantarkan pakaian cucian dari binatu punya orang Cina kepada pemiliknya. Usianya baru 12 tahun saat itu, tapi ia aktif sekali.
Ketika Ita di SMP, sekolah Inggris dilarang seiring dengan maraknya gerakan anti-Belanda dan Barat di masa Orde Lama, yang memaksanya pindah ke sekolah Indonesia. Kebetulan, di dekat rumahnya banyak pabrik. Sepulang sekolah, tanpa setahu orangtuanya, ia bekerja di salah satu pabrik, sampai lulus SMA.
Saat kuliah pun, Ita bekerja sambilan di harian Waspada, Medan, sebagai sekretaris. Tertarik dengan kerja teman-temannya di bagian redaksi, ia ikut-ikutan meliput saat atasannya, H.M. Said, pergi ke luar negeri. €œTerus aku berpikir, enak juga jadi wartawan bisa ke sana-sini. Akhirnya aku mengatakan keinginanku pindah ke bagian redaksi,€ tutur Sumita. Permintaannya dipenuhi.
Untuk memperluas wawasan jurnalistik, ia suka melahap buku-buku. Bidang ini pun semakin disukainya, lantaran ia bisa mewawancarai dari orang-orang berpangkat sampai pelacur dan penjahat. Untuk mengorek riwayat hidup narapidana, papar Ita, €œAku berteman dengan dia selama sebulan.€
Karirnya di TVRI dimulai dari bawah. €œSaya masuk TVRI tahun 1970 sebagai reporter di stasiun Medan,€ katanya. Sepuluh tahun Ita menjadi penyiar TVRI. Pada 1984, ia menjadi Kepala Pusat Pemberitaan Bahasa Inggris di stasiun Jakarta. Dulu semua siaran TVRI live karena memang miskin, tidak punya studio. Ceritanya, ketika ada acara resmi, ia disuruh pakai sanggul. €œTiba-tiba sanggul saya copot. Wah, sempat bingung juga,€ tutur ibu dua anak itu.
Pada tahun yang sama, ia ke Ohio University mengambil master. Pada 1992, Ita meraih gelar Ph.D. untuk bidang mass comunication spesialisasi radio dan televisi. Balik ke Indonesia, ia tidak kembali ke TVRI. €œAkhirnya, saya buat Cakrawala di AN-Teve, kemudian Liputan-6 di SCTV. Keluar dari SCTV, saya bikin Metro-TV,€ cerita Sumita.
Tapi, gara-gara Bimantara masuk ke Metro-TV, dan Metro tidak boleh bersaing dengan RCTI, Ita keluar. Ketika akhirnya ia pulang kandang ke TVRI, Sumita Tobing menjadi direktur utama.
Sumita dikenal perfeksionistis. Kalau ada pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh seseorang, dia sendiri yang akan mengambil alih. Toh sempat tersandung juga. Ketika ia menjadi redaktur, ada judul tulisan yang €œi€-nya kurang satu, sehingga menjadi PKI HIDUP €“ mestinya IP-KI HIDUP. Akibatnya Ita discreening dan dilitsus lagi.
Sebagai orang nomor satu di TVRI, ia setidaknya punya tiga prioritas. Memperbaiki program, pengembangan sumber daya manusia, dan peremajaan peralatan. Soal yang terakhir, peralatan TVRI, diakui Sumita TVRI sudah uzur.
|