Nama : MARADEN Saur Halomoan Panggabean
Lahir : Tarutung, Sumatera Utara, 29 Juni 1922
Agama : Protestan
Pendidikan : - MULO
- Sekolah Pegawai Tinggi Jepang
- SMA: Militer Jepang
- Latihan Chandradimuka, Bandung
- INF off Adv. Course di AS
- Seskoad
Karir : - Kepala Schakelschool
- Pelatih Militer di Kotapraja Sibolga (1945)
- Kastaf BN I Res IV Div X Sumatera (1945-1949)
- Kastaf Res Brigade Tapanuli
- KMD Sektor IV/Sub Terr VII Sum-Ut (1950-1959)
- KMD BN 104 Waringin TT I
- Komandan Resor 5 TT II
- Kastaf Koanda IT merangkap Hakim Perwira Tinggi Makassar
- Panglima Mandala II
- Wapangad (1966)
- Panglima AD (1969)
- Wapangab
- Menteri Negara
- Pangkopkamtib (1969)
- Menteri Negara yang membantu Presiden urusan Hankam merangkap Wapangab/Pangkopkamtib (1971)
- Ketua DPA (1982 -- sekarang) Kegiatan lain: Dewan Pembina Golkar
Alamat Rumah : Jalan Teuku Umar 21, Jakarta Pusat
Alamat Kantor : DPA-Jalan Merdeka Utara 15, Jakarta Pusat Telp: 348961
|
|
MARADEN Saur Halomoan Panggabean
Ketika susunan Kabinet Pembangunan IV diumumkan, Mei 1983, nama Panggabean tidak tercantum lagi dalam deretan menteri. Jabatan sebelumnya, Menko Bidang Politik dan Keamanan, diserahkannya kepada Jenderal Surono Reksodimedjo. Panggabean sendiri menerima jabatan Ketua DPA, yang sebelumnya dipegang K.H. Idham Chalid.
Langkah-langkah selanjutnya Ketua DPA ini cukup menjanjikan harapan. Pada setiap kesempatan, Panggabean sering memberi keterangan pers yang menyebutkan, lembaga yang dipimpinnya akan lebih banyak memberi pertimbangan dan masukan untuk meningkatkan pengawasan. "Dengan begitu, masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan pemborosan, yang menghambat pembangunan, dapat ditanggulangi," katanya.
Di masa mudanya, ia pernah menjadi guru, jabatan yang terbilang terpandang dalam masyarakat Batak. Malah, ia sempat menjadi kepala Schakelschool di daerah kelahirannya. Namun, ketika Jepang datang, perjalanan hidup Panggabean mengalami perubahan. Ia meninggalkan jabatan guru dan masuk sekolah militer. Pada masa itu pula, ia belajar di Sekolah Pegawai Tinggi.
Ketika pecah Revolusi Kemerdekaan, ia berturut-turut menjadi Kepala Staf Batalyon I Resimen IV Divisi Sumatera, Kepala Staf Resimen Tapanuli, dan Kepala Staf Komando Antar-Daerah (Koanda) Indonesia Timur merangkap hakim perwira tinggi di Makassar (kini Ujungpandang). Menjelang pecahnya pemberontakan G-30- S/PKI, Panggabean menjabat Panglima Mandala II.
Dalam masa-masa seperti itu, namanya memang belum banyak disebut. Ia figur yang tidak banyak bicara. Tetapi, setelah Orde Baru, Panggabean ditarik ke Jakarta. Ia dipercaya menjadi Wakil Panglima Angkatan Darat. Dan tahun-tahun selanjutnya, kariernya melaju dengan pasti. Ia diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat, kemudian Wakil Panglima Angkatan Bersenjata, lalu Pangkopkamtib, dan Menteri Pertahanan/Keamanan. Sejak 1978, ia menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan.Rambutnya yang laksana perak, yang didapatnya sekembali berobat dari Amerika Serikat, sama sekali bukan pertanda uzur. Setelah menjalani masa purnawirawan, Panggabean justru aktif di Golkar, dan menjabat Ketua Presidium Harian Dewan Pembina Golkar. Dalam jabatan ini, ia banyak berbicara mengenai berbagai masalah politik dan pembudayaan sistem nilai Pancasila.
Ketika serangkaian aksi teror terjadi pada 1984, Panggabean berbicara di depan Rapat Pimpinan I Golkar di Jakarta. "Kita bersikap keras dan tegas mengutuk segala bentuk kekerasan dan teror yang terjadi dalam masyarakat, yang dilakukan siapa pun, dengan alasan apa pun juga. Bukan karena hal itu secara asasi bertentangan dengan kaidah dasar hidup masyarakat, tetapi juga karena kekerasan dan teror merusak hasil-hasil pembangunan nasional," katanya. "Tetapi, mengutuk saja belum cukup, harus dilanjutkan dengan kewaspadaan, penghayatan, serta pengamalan Pancasila, dalam kadar yang lebih tinggi dan konstruktif."
Dalam kedudukannya sebagai Ketua Penasihat Lembaga Permufakatan Adat dan Kebudayaan Batak (LPAKB), Panggabean juga suka bicara keras. Di Gedung Joang, Menteng, Jakarta, awal Februari 1985, ia berbicara lebih dari dua jam dalam pertemuan LPAKB itu. Ia menelaah perkembangan adat-istiadat dan budaya Batak. Ia ikut cemas melihat pelaksanaan adat Batak, yang oleh banyak orang dianggap bertele-tele. "Memang sudah waktunya perlu penyederhanaan," katanya. Ia kemudian meminta agar adat- istiadat Batak jangan dibuat tidak dimengerti anak-anak muda. "Bila itu terjadi, adat akan menuju kehancurannya. Adat akan finish sampai di sini," ujarnya.
Ayah empat anak, dari perkawinannya dengan Meida Seimima Tambunan, ini gemar membaca buku dan bermain golf.
|