Nama : MUHAMMAD SANUSI
Lahir : Klaten, Jawa Tengah, 28 November 1928
Agama : Islam
Pendidikan : - HIS, Klaten (1934)
- MULO (1937) dan AMS-B (1940), Yogyakarta
- THS, Bandung (1943)
- Sekolah Tinggi Teknik, Yogyakarta (1948)
- Economic Development Institute, Washington DC, AS (1961)
Karir : - Karyawan BPS (1942-1943)
- Dosen THS (1943-1945)
- Anggota TNI-AD (1945-1948)
- Kasi Ekonomi KBRI Belanda (1950-1951) dan KBRI Kairo (1951- 1953)
- Dirjen Industri (1953-1959)
- Asisten Menteri PUTL (1965-1966)
- Menteri Perindustrian Tekstil dan Kerajinan Rakyat (1966- 1968)
- Anggota DPR (1971-1977)
- Presdir PT United Economic & Engineering Concultant, Jakarta (1973-1985)
Kegiatan Lain : - Anggota PP Muhammadiyah (1965-1985)
- Pendiri/Ketua Umum Yayasan Lembaga Konsumen (1978-1983)
Alamat Rumah : Jalan Bangka I/33, Kemang, Jakarta Selatan Telp: 797133
|
|
MUHAMMAD SANUSI
Pengadilan Negeri Jakarta Barat akhirnya menjatuhkan vonis hukuman 19 tahun penjara potong tahanan kepada Ir. H.M. Sanusi, Mei 1985. Ia dinyatakan bersalah, melakukan tindak pidana subversif, ikut merencanakan dan membiayai pengeboman dua gedung Bank Central Asia (BCA) dan pusat pertokoan Jembatan Metro, Jakarta, 4 Oktober 1984. Semula, Sanusi bahkan dituntut hukuman mati.
"Saya sungguh terkejut," ujar bekas Menteri Perindustrian dan Kerajinan Rakyat (1966-1968) itu, setelah mendengar vonis. Bersama tim pembelanya -- H.M. Dault, Nursyamsi, Mas Achmad Santoso, Yap Thiam Hien -- Sanusi naik banding. Sikap yang sama diambil Jaksa A. Hasan Ketaren terhadap keputusan majelis hakim, yang terdiri dari Sarwoko, Bambang Soeparyo, dan Ismail.
Pencabutan keterangan para saksi yang memberatkan Sanusi ditolak Majelis Hakim. Misalnya tentang pemberian uang Rp 500 ribu dan detonator untuk peledakan. Bahkan, majelis menilai tindakan Sanusi yang ingin melakukan riset atas Peristiwa Tanjung Priok, September 1984, sebagai "membuktikan bahwa tindakan subversif terdakwa bermotif politik."
Sebelumnya, insinyur sipil ini bukanlah tokoh yang menonjol di dunia politik. Ia memang pernah duduk di DPR/MPR RI, menjadi pengurus PP Muhammadiyah, dan Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Belakangan, Sanusi yang termasuk salah seorang penanda tangan Petisi 50 ini bergerak di bidang usaha konsultasi yang kurang lancar. Yang maju malah usaha restoran dan jasa boga istrinya, Djuanita. "Saya hidup indekos pada istri," ujar Sanusi sekali waktu.
Sanusi sendiri, katanya, mendengar berita peledakan itu ketika di Jepang, menemani istrinya yang berobat. "Bapak sudah tua, hukuman 19 tahun itu 'kan sama dengan hukuman mati," ujar satu di antara lima anaknya. Tetapi, Hakim Bambang Soeparyo menilai vonis itu "sudah manusiawi". Majelis memang mempertimbangkan peranan Sanusi menegakkan kemerdekaan dan jabatannya sebagai menteri serta anggota DPR/MPR sebagai faktor yang meringankan. "Bagaimanapun, terdakwa adalah seorang dari putra Indonesia yang terbaik," kata hakim.
|