Nama : MARTINUS ANTON WESSEL BROUWER
Lahir : Delft, Negeri Belanda, 14 Mei 1923
Agama : Katolik
Pendidikan : - SD, Delft, Negeri Belanda (1935)
- Venraai Immaculata Consepsionis Gymnasium, Negeri Belanda (1942)
- Katolieke Universiteit Nijmegen, Negeri Belanda
- Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta (1961)Karya Tulis: Antara Senyum dan Menangis, Gramedia
- Bapak Ibu Dengarlah, Gramedia
- Pergaulan, Gramedia (1983)
- Psikologi Fenomenologis, Gramedia (1983)
- Rumah Sakit dalam Cahaya Ilmu Jiwa, Grafidian Jaya (1983)
- Indonesia Negara Pegawai, Leppenas (1983)
Karir : - Guru SGA dan SMA Mardi Yuana, Sukabumi (1950-1957)
- Dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran dan Universitas Parahyangan, Bandung (1961-sekarang)
- Psikolog pada Rumah Sakit Borromeus, Bandung (1961-sekarang)
- Kolumnis majalah TEMPO dan Kompas
Alamat Rumah : Kompleks Dosen Parahyangan 16, Sukawarna, Bandung
|
|
MARTINUS ANTON WESSEL BROUWER
Pastor yang datang ke Indonesia tahun 1950, dan mengajar di SLA Mardi Juana, Sukabumi, itu pada mulanya sulit berbahasa Indonesia, meski sudah belajar setiap malam. Murid-muridnya dibuat mengantuk, karena pastor ini membaca bahan pelajaran mirip anak kelas I SD. Tetapi, tujuh tahun kemudian, ia sudah berani mengajar di Universitas Parahyangan, Bandung.
Merasa perlu memantapkan pengetahuannya lagi, Brouwer kemudian belajar di Fakultas Psikologi UI. Di bawah bimbingan Suster Lie Poek Liem, salah seorang dosennya, ia berpraktek sebagai psikolog, 1958. Sekarang pun, Brouwer masih membuka praktek di Rumah Sakit Boromeus, Bandung. Tidak hanya melayani pasiennya secara pribadi lewat surat. Pernah juga ia secara terbuka memberikan konsultasi psikologi lewat Kompas Minggu, -- sekarang digantikan oleh Leila S. Budiman dan Myra Sidharta.
Tulisan-tulisannya selalu berfalsafah dan kerap jenaka. Kumpulan tulisannya yang dibukukan, antara lain, Antara Senyum dan Menangis, Bapak, Ibu, Dengarlah. Sebuah buku ditulisnya bersama Anna Alisjahbana dan Myra Sidharta, Menuju Kesehatan Jiwa. Buku lain, Kepribadian dan Perubahan ditulisnya bersama John S. Nimpoeno, Saparinah Sadli, dan beberapa psikolog lainnya.Brouwer anak kedua dari tiga bersaudara, putra keluarga JAM Brouwer. Hatinya tersayat ketika melihat mayat bergelimpangan di Delft, Negeri Belanda, akibat serangan tentara Jerman, 14 Mei 1940. Ibunya menceritakan "Semua mereka mati karena ikut berjuang. Tetapi, engkau memang tidak ikut mati." Brouwer lalu ingin masuk dinas militer. Tetapi, ibunya melarang, dan ia jengkel.
Sebagai pastor dari Ordo Fransiskan, ia kadang mencela kaum Katolik di Indonesia. "Golongan Katolik terlalu acuh tak acuh. Mereka telah membuka sekolah-sekolah dari SD sampai universitas, tetapi mengapa tidak membuka sekolah untuk para tunanetra, tunarungu, dan sebagainya?"
Brouwer yang sudah "Indonesia" itu ternyata masih belum punya kartu penduduk meski sudah lebih dari 30 tahun menetap di Indonesia. Ia hanya memiliki Surat Keterangan Kependudukan (SKK). "Sulit mengurus KTP," katanya.
|