Nama : M.T. Arifin
Lahir : Kebumen, 21 Januari 1956
Agama : Islam
Pendidikan : - SD di Sarwogadung, Mirit, Kebumen (1967)
- SMP di Kebumen (1971)
- SMA di Kebumen (1973)
- IKIP Yogyakarta (sarjana muda, 1977)
- Universitas Negeri Sebelas Maret (S1, 1985)
- Pascasarjana Universitas Negeri Sebelas Maret (1993)
Karir : - Dosen tetap Universitas Muhammadiyah Surakarta (1982-1992)
- Dosen STIE Surakarta (1996-2000)
- Ketua Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE Surakarta (1999-2000)
- Staf Khusus Menteri Negara Sekretaris Negara (sampai Oktober 1999)
- Anggota Panjatab Dewan Sosial Politik Daerah D (Kodam IV/Diponegoro), Jateng-DIY (1996-1998)
- Ketua Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Surakarta (1988-1992)
- Sekretaris Pembantu Rektor III Universitas Muhammadiyah Surakarta (1984-1987)
- Anggota Tim Pembina Kemahasiswaan PTM Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah (1986-1993)
- Redaktur Harian Masa Kini (1988)
- Redaktur Majalah Akademika (1986-1992)
- Tim Pakar Sosial Politik Departemen Hukum dan Perundangan RI Jakarta (1998-2002)
- Komisaris PT Huda Multi Selaras di Jakarta (1999-2002)
Karya : Buku :
- Aktualitas Struktur Ajaran Islam (1984); Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah (1987); Muhammadiyah: Potret yang Berubah (1990); Nasionalitas Bikultural Surakarta (1991); Daerah Tingkat II Kabupaten Kudus: Dinamika Internal Kehidupan Sosial Politik dan Perekonomian (1998); Babad Salakarta (1998); Budaya Jawa dalam Pemerintahan, Dulu, Kini dan Masa Depan (2001)
Alamat Rumah : - Jalan Teratai VI/12, Mangkubumen Wetan, Surakarta
Telepon (0271) 718910
- Jalan Kerinci VIII No. 147, Kebayoran Baru, Jakarta
Telepon (021) 7251245
Faksimile (021) 72792221
|
|
M.T. Arifin
Nama pengamat militer ini cukup singkat: Arifin. Tambahan M.T. itu dilekatkan sejak ia kuliah di Jurusan Pendidikan Sejarah IKIP Yogyakarta. €œWaktu itu yang namanya Arifin banyak sekali. Karena itu, saya menambah nama MT di depan nama saya,€ ujarnya. Kepanjangan MT? €œWah, itu rahasia. Saya akan memberitahukannya kelak bila nama Arifin sudah jelek di mata masyarakat,€ lanjutnya.
Minatnya pada sejarah muncul karena tertarik pada keraton Yogyakarta saat berdarmawisata pada waktu ia masih kelas empat SD di Kebumen, sekitar 1965. Setelah lulus SMA Kebumen, keinginan pada masa kecilnya itu keluar lagi dan masuklah anak mantri guru ini ke Jurusan Sejarah IKIP Yogyakarta, sampai sarjana muda, dan melanjutkan ke Universitas Sebelas Maret untuk memperoleh gelar sarjana penuh.
Arifin sempat menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Setelah melepaskan profesi dosen, 1992, ia diangkat menjadi anggota Dewan Sospol mendampingi Pangdam IV Diponegoro, untuk membahas persoalan-persoalan sosial dan politik di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari situlah Arifin mulai terlibat dengan dunia militer. Ketika Dewan Sospol dihapus, 1997, ia pindah ke Jakarta dan pada pertengahan Mei 1998, ia mendampingi Subagyo H.S., mantan Kasad, untuk memberikan masukan-masukan berkaitan dengan persoalan militer di masa jatuhnya kekuasaan Soeharto.
Setiap diwawancarai wartawan tentang militer, ia bisa menjawabnya dengan lancar. Apalagi, €œKeterangan-keterangan itu saya dapatkan dari sumber-sumber yang sifatnya A1. Mulailah sering orang menyebut saya sebagai pengamat militer,€ ungkap Arifin. Tabloid Adil mempertegas €œgelar€ tersebut ketika Arifin menulis kajian-kajian tentang militer di tabloid tersebut.
Analisis-analisisnya kerap mengundang kontroversi. Akibatnya, mantan ketua dewan mahasiswa yang pernah masuk tahanan selama delapan bulan ini, kerap dijemput atau diundang oleh kalangan jenderal, tapi sering pula tak dipenuhinya undangan itu.
Sebagai pengamat militer, ia berpendapat bahwa di tengah guncangan perubahan yang dialami militer, militer belum siap karena kondisi militer belum memadai untuk menjaga
Indonesia yang begitu luas dan kompleks permasalahannya. €œKarena memang kondisi militer, khususnya faktor leadership, sejak tahun 1980-an sudah merosot. Mentalitas profesionalnya juga merosot, dan perawatan peralatannya tidak memadai,€ ujarnya. Menurut Arifin, saat ini militer tidak terjun ke dalam politik, tetapi lebih banyak berkonsentrasi pada bidang pertahanan negara.
Selain soal militer, sebenarnya Arifin juga menaruh minat pada kebudayaan Jawa. Ia menulis tentang Babad Salakarta, keraton, Pangeran Sambernyawa. €œSaya juga ikut demonstrasi dalam pelestarian benda-benda cagar budaya,€ tuturnya. Saat ini, ia sedang menyelesaikan buku tentang keris setebal 400 halaman.
Menikah dengan Mudji Wahyani, seorang guru sekaligus pengusaha, pada 1985, Arifin dikaruniai dua anak. Untuk menanamkan rasa tanggung jawab, Arifin membiasakan anak-anaknya mengambil uang langsung dari dompet. €œSaya mendidik anak supaya menjadi anak yang bertanggung jawab dan membiasakan mereka berkomunikasi,€ katanya.
Arifin hobi mengumpulkan keris dan buku. Karena itu, tak heran jika ruang kerjanya dihiasi berbagai jenis keris dan buku-buku babad keraton. Ia pun mengaku punya kepandaian berkomunikasi dengan alam gaib. €œSaya mengumpulkan keris dengan cara membeli di pasar keris tradisional atau saya mengambilnya dari alam dengan bantuan seorang teman, terutama keris yang berlatar sejarah,€ ujarnya.
|