Nama : MUNAWIR Sjadzali
Lahir : Klaten, Jawa Tengah, 7 November 1925
Agama : Islam
Pendidikan : - SD, Solo (1937)
- SMP, Solo (1940)
- Sekolah Tinggi Islam Mambaul Ulum, Solo (1943)
- SMA, Solo (1943)
- Kursus Diplomatik dan Konsuler Deplu
- Universitas Exeter, Inggris (1953-1954)
- Universitas Georgetown, AS (MA, 1959)
Karir : - Guru SD Islam, Ungaran, Semarang (1944-1945)
- Penghubung Markas Pertempuran di Jawa Tengah/Pembantu Sukarela Wali Kota Solo (1945-1949)
- Staf Seksi Arab/Timur Tengah Deplu (1950) ; Diperbantukan pada Sekber Konperensi Asia Afrika di Jakarta (1954-1955)
- Atase/Sekretaris III KBRI di Washington DC (1956-1959)
- Kepala Bagian Amerika Utara, Deplu (1959-1963)
- Sekretaris I KBRI di Colombo, Sri Lanka (1963-1965)
- Kuasa Usaha KBRI di Colombo, Sri Lanka (1965-1968)
- Kabiro Tata Usaha Sekjen Deplu (1969-1970)
- Minister Counsellor/Watari di KBRI London (1971-1974)
- Kabiro Umum Deplu (1975-1976)
- Dubes RI untuk Emirat Arab/Bahrain/Qatar/Perserikatan Keemiran Arab (1976-1980)
- Staf Ahli Menlu RI (1980)
- Dirjen Politik Deplu (1980-1983)
- Menteri Agama RI (1983 -- sekarang) Kegiatan lain: Associate Member International Institute for Strategic Studies di London
Alamat Rumah : Jalan Gaharu I Kapling 25 Cilandak, Jakarta Selatan Telp: 764158
Alamat Kantor : Jalan Lapangan Banteng Barat 34, Jakarta Pusat Telp: 361679, 361642
|
|
MUNAWIR Sjadzali
"Mudah-mudahan saya memang akan menjadi kiai," komentarnya setelah diangkat menjadi menteri agama, Maret 1983. Menanggapi tugas memimpin departemennya, "saya tak membawa misi baru," ujarnya. "Juga tak akan membuat kejutan, saya 'kan bukan jenderal."
Orangnya lugu, dan pandai mendongeng. Di depan para ulama Jawa Barat, September 1985, ia mengisahkan persahabatan antara beruang dan petani. "Suatu ketika," ceritanya, "beruang marah lantaran seekor lalat mengganggu tidur petani." Beruang lantas mengambil batu besar, dan menghunjamkannya ke dahi petani yang dihinggapi lalat.
"Siapa pun tidak meragukan kesetiaan beruang," ujarnya. "Tapi ketololannya membuat petani mati." Yang mirip beruang tolol, menurut Menteri, banyak terdapat di masyarakat. Berlagak membela agama, padahal mementingkan diri sendiri. Kepada para santri di Pondok Pesantren Kebarongan, Banyumas, Jawa Tengah, ia pernah mengungkapkan masa kecilnya. "Dulu, saya bersekolah tak mengenal sarapan, apalagi sepatu," katanya. "Tapi tak pernah lalai." Selesai SMP, ia masuk Sekolah Tinggi Islam Mambaul Ulum di Solo, 1943.
Untuk menebus ijazah, suatu ketika ibunya menjanjikan akan menjual glugu (batang pohon kelapa) di depan rumahnya. Setelah ia menebus ijazah, tiba di rumah ia kaget: glugu masih tetap tegak berdiri. Sang ibu ternyata menjual kainnya. "Lalu bagaimana kalau Ibu mau ganti kain?" Ibunya tenang menjawab, "'Kan bisa memakai sarung punya Ayah." Anak sulung dari tiga bersaudara ini tidak kuat membendung air matanya. Ia tersedu, bersimpuh di pangkuan ibunya.
Munawir bercita-cita masuk Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Tetapi, ayahnya, Kiai Mughaffir -- pemimpin pesantren kecil di Klaten, seorang ahli nahwu (gramatika Arab) -- tidak mampu mengongkosi. Ia lantas mengajar di SD Islam Gunungjati, Ungaran, 1944. Pecah Revolusi Kemerdekaan, ia prajurit penghubung antara markas pertempuran di Salatiga dan badan- badan kelaskaran Islam.
Sehabis Revolusi, ia pindah ke Jakarta. Rajin keluar masuk perpustakaan, ia kemudian menulis buku Mungkinkah Negara Indonesia Bersendikan Islam? Pada 1950 itu, rupanya, Bung Hatta membaca buku tersebut, dan memanggilnya. "Menurut beliau," kata Munawir, "secara kualitas buku saya perlu dikembangkan -- berani menentang klise."
Lewat Bung Hatta pula ia beroleh pekerjaan di Seksi Arab/Timur Tengah Departemen Luar Negeri. Dari sini harapannya belajar di luar negeri terkabul. Tetapi bukan di Kairo, melainkan di Inggris. Ia mendalami ilmu politik dan hubungan internasional di Universitas Exeter, 1953.
Ketika menjabat sekretaris III KBRI di Washington DC, ia menjadi part timer student di Universitas Georgetown. Meraih gelar M.A. untuk filsafat politik dengan tesis Indonesia's Moslem Parties and Their Political Concepts, 1959. Sejak itu karier diplomatnya menanjak mulus.
Lewat berbagai jabatan di Deplu, ia pernah menjadi Dubes RI untuk Emirat Kuwait, merangkap Bahrain, Qatar, dan Perserikatan Keamiran Arab, sejak 1976. Lantas ia bersiap untuk kembali ke dunia kitab, tetapi urung karena diangkat sebagai Dirjen Politik Deplu, 1980. Tiga tahun kemudian, ia menjadi menteri agama.
Menikah dengan Murni, ayah enam anak dan kakek lima cucu ini -- senang mendengarkan musik. Meskipun memiliki rekaman Tchaikovsky, dan Beethoven, "Saya merasa lebih at home dan in betul bila menikmati gambus," tutur penggemar biduanita Mesir, Umm Kalsum, ini.
Olah raganya, segera setelah salat subuh, berjalan-jalan di belakang rumahnya. "Kadang-kadang, saya melakukan exercise bersepeda dalam kamar."
|