Nama : MASJKUR
Lahir : Pagetan, Singosari, Malang, Jawa Timur, 30 Desember 1902
Agama : Islam
Pendidikan : -Pesantren Siwalan Panci, Jawa Timur (4 tahun) Pesantren Tebuireng, Jawa Timur (1y1/2y tahun)
- Madrasah Mamba'ul Ulum, Jamsaren, Solo (7 tahun)
- Pesantren Kiai Cholil, Bangkalan, Madura (1 tahun)
- Pesantren Ngamplang, Garut, Jawa Barat (1y1/2y tahun)
Karir : - Ketua Cabang NU, Malang (1926-1930)
- Anggota PB NU (1930-1945)
- Ketua Umum PB NU (1950-1956)
- Ketua Golongan Islam DPR/MPR (1957-1971)
- Ketua I PB NU (1957-1959)
- Ketua Umum Pusat Sarbumusi (1960-1969)
- Rois Awal PB NU (1963-1972)
- Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PPP/Wakil Presiden PPP (1973- 1985)
- Rois Tsani PB Syuriah NU (1979-1984)
- Mustasyar PB NU (1984-sekarang)
- Pendiri Peta di Jawa (1943-1945)
- Anggota Pengurus Latihan Kemiliteran di Cisarua (1944-1945)
- Pimpinan Tertinggi Hizbullah Sabilillah (1945)
- Anggota PP Legiun Veteran RI (1975)
- Ketua III Dewan Harian Nasional Angkatan 45 (1976-sekarang)
- Anggota PPKI (1944)
- Anggota KNIP (1945-1946)
- Anggota Dewan Pertahanan Negara (1946-1948)
- Menteri Agama RI (1948-1950)
- Kepala Kantor Urusan Agama Pusat (1950-1953)
- Menteri Agama RI (1953-1955)
- Anggota DPR (1956-1960)
- Anggota DPRGR (1960-1971)
- Biro Politik Kotrar (1962-1966)
- Anggota DPA (1968)
Kegiatan Lain : - Dewan Kurator Universitas Islam Indonesia (1948- 1955)
- Dewan Kurator Perguruan Tinggi Ilmu Quran (1977-sekarang)
- Ketua Yayasan Universitas Islam Malang (Unisma) 1980-sekarang
Alamat Rumah : Jalan Imam Bonjol 22, Jakarta Pusat Telp: 345715
|
|
MASJKUR
Di bawah pecinya yang hitam, rambut tokoh tua Islam dari Nahdatul Ulama ini telah memutih. Jalannya pun sudah tertatih- tatih, tetapi ia enggan memakai tongkat atau penyangga. Dalam usia 88 tahun (1986), Masjkur masih tampak gagah, semangat hidupnya tetap berapi-api. Wawasan bekas menteri agama empat kali ini juga masih jernih.
Dalam suatu wawancara dengan sebuah surat kabar menjelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila, September 1985, misalnya, sambil mengingatkan bahaya laten PKI ia menyerukan agar umat Islam meningkatkan kesatuan dan memantapkan iman. "Dengan demikian, umat Islam Indonesia sebagai potensi yang utuh tidak mudah dipecah belah, serta waspada terhadap penyusupan dari luar yang tanpa kita sadari bisa membahayakan bangsa dan negara," ujar K.H. Masjkur, satu-satunya anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang masih hidup.Ulama ini memang berasal dan dibesarkan di lingkungan keagamaan. Ayahnya, Haji Maksum, di masa hidupnya juga seorang ulama yang dikenal pula sebagai petani dan pedagang kaya. Masjkur sendiri menjadi santri sejak berusia 10 tahun, mulai dari pesantren di Sidoarjo, Madura, Jombang, Solo, dan Garut di Jawa Barat -- seluruhnya 17 tahun. Sebagian besar bacaannya adalah kitab- kitab berbahasa Arab, walaupun ia juga menguasai secara pasif bahasa Inggris dan Belanda.
Pada 1923, Masjkur, yang sudah naik haji 18 kali, mendirikan pesantren sendiri, Mikhbakhul Wathan, di kota kelahirannya. Tiga tahun kemudian pesantren itu dikelola Nahdatul Ulama (NU), dan sejak itulah ia tidak terpisahkan dari NU. Terakhir, sejak 1979, pria berkulit kuning dan berhidung mancung ini menjadi rais tsani dan mustasyar (pembina) PB Syuriah NU.
Keterlibatannya dalam perjuangan kemerdekaan menonjol di zaman pendudukan Jepang, sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Masjkur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta) -- yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI -- di seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul sebagai pemimpin Barisan Sabilillah.
Pengaruh Masjkur sempat "digunakan" Bung Karno, ketika BK hendak menggolkan Pancasila sebagai falsafah negara dalam sidang PPKI, 1 Juni 1945. Juga sewaktu SoekarnowHatta ingin meredakan suara prowkontra Persetujuan Linggajati, 1946. "Karena menurut Pemerintah Pusat pendapat K.H. Masjkur penting sekali," tutur Dr. H. Roeslan Abdulgani dalam kesempatan penyerahan buku K.H. Masjkur Sebuah Biografi susunan H. Subagio I.N. kepada Masjkur, di Masjid Sabilillah, Malang, November 1982.
Dalam usia senjanya, Masjkur menjadi anggota Dewan Kurator Perguruan Tinggi Ilmu Quran, dan Ketua Yayasan Universitas Islam Malang (Unisma). Ayah seorang anak ini masih rajin berjalan kaki pagi di sekitar rumahnya di Jalan Imam Bonjol, Jakarta. Ia menikah pertama kali (1922) dengan Fatmah, yang kemudian meninggal. Ia menikah lagi dengan adik istrinya, Fatimah, yang lebih muda 27 tahun.
|