Nama : MARSIDI JUDONO
Lahir : Magetan, Jawa Timur, 31 Oktober 1908
Agama : Islam
Pendidikan : - SD, Ponorogo (1924)
- SMP, Jakarta (1928)
- SMA, Jakarta (1929)
- Geneeskundige Hogeschool, Jakarta (1936)
- Ginekologi Gemeenteliyke Universiteit Amsterdam Obst (1951)
- Ahli Keluarga Berencana di Margaret Sanger Research New York (1956)
- Antoni van Leeuwenhoekhuis Amsterdam (Kanker Instituut) (1965)
- Radium Hemmet Kankerinstituut Stockholm, (1965)
- L'Institut Gustave-Roussy Institut Kanker Villejuif, Paris (1965)
Karir : - Asisten Bagian Kebidanan Geneeskundige Hogeschool di Jakarta (1936-1937)
- Dokter Umum Bangka Tin Winning (1937-1942)
- Dokter Umum Mitsubishi di Belitung (1942-1945)
- Dokter di Tanjungpandan (1945-1948)
- Asisten Gemeentelijke Universiteit Amsterdam (1948-1951)
- Dokter Ahli GMB Billiton (1951-1952)
- Lektor Kepala Kebidanan FK UI (1952-1958)
- Guru Besar UGM (1958-1968)
- Staf Ahli Menteri Kesehatan (1968-1969)
- Deputi Kepala BKKBN (1969-1977)
- Penasihat Ahli Kepala BKKBN (1977-sekarang)
Kegiatan Lain : - Pendiri PKBI (1957)
Alamat Rumah : Jalan Tirtayasa V No. 31, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 772608
Alamat Kantor : Jalan Letjen Haryono M.T. Kapling 9w11, Jakarta Timur Telp: 811308
|
|
MARSIDI JUDONO
Marsidi Judono orang Indonesia pertama yang berani bicara soal keluarga berencana (KB). IUD pertama dipasangnya pada 1956. Padahal, "Secara politis Presiden Soekarno tidak setuju KB, walaupun secara pribadi ia prihatin terhadap kesehatan kaum ibu," katanya.
Yang mendorong Marsidi menggerakkan KB waktu itu adalah tingginya angka kematian bayi. "Sehingga masyarakat umumnya cenderung memiliki banyak anak, untuk cadangan," ujar pendiri Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), 1957, itu. PKBI inilah yang menjadi cikal bakal Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang ada sekarang. Untuk jasa- jasanya di bidang KB, Oktober 1982, ia menerima Certificate of Merit for Outstanding Contribution to Reproductive Health Care dari World Academy of Sciences.
Anak kedua dari 10 bersaudara ini berayahkan seorang asisten wedana di masa sebelum Perang. Jabatan ayahnya itu memberinya peluang masuk sekolah khusus untuk anak Eropa (ELS) di Ponorogo. Pendidikan menengah dan tinggi ditempuhnya di Jakarta, sampai meraih predikat Arts (dokter), 1936. Baru 1951, bekas anggota Jong Java dan Indonesia Muda ini mengambil keahlian di bidang kebidanan dan penyakit kandungan pada Universitas Amsterdam, Negeri Belanda. Soal KB didalaminya pada lembaga riset KB Margaret Sanger, New York, AS, 1956.Sebagai dokter pertama kali bertugas di Tambang Timah Bangka. Pada awal Kemerdekaan, Judono pernah menjabat Wakil Kepala Daerah Belitung, sambil merangkap Kepala Dinas Kesehatan setempat. Kembali ke Jakarta, ia menempati posisi Lektor Kepala FK UI, 1952-1958, dan selama 11 tahun berikutnya menjadi guru besar di UGM, Yogyakarta. Sejak 1977 Judono diangkat sebagai penasihat ahli Kepala BKKBN Pusat, setelah tujuh tahun menduduki jabatan deputi ketua.
Rambutnya sudah tidak ada yang berwarna hitam. Giginya juga telah banyak yang palsu. "Hampir setiap orang ingin berumur panjang, tetapi jarang yang mau berusaha," katanya. Mereka, tambahnya, sehari-hari lebih suka main remi, merokok, dan minum-minum keras. "Saya ini tidak merokok dan tidak minum alkohol, bukan karena saya haji, tetapi karena ingin sehat dan berumur panjang." Waktu 24 jam sehari ia bagi untuk tiga kegiatan: bekerja, tidur, dan istirahat, masing-masing selama delapan jam.
Ayah dua anak ini melakukan olah raga lari pagi selama 30 menit setiap hari, dan berenang tiga kali seminggu. Seorang anaknya bergelar sarjana hukum, seorang lagi sarjana ekonomi yang juga doktor.
|