Nama : MOERDIONO
Lahir : Banyuwangi, Jawa Timur, 19 Agustus 1934
Agama : Islam
Pendidikan : - Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN), Malang (1957)
- Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta, (1967)
Karir : - Staf Sekretariat Negara (1966)
- Asisten Menteri Sekretaris Negara Urusan Khusus (1972)
- Sekretaris Kabinet (1981)
- Menteri Muda Sekretaris Kabinet (1983-sekarang)
Kegiatan Lain : - Ketua Panitia Koordinasi Kerja Sama Teknik Luar Negeri (sekarang)
Alamat Rumah : Jalan Kertanegara 17, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 777497
Alamat Kantor : Jalan Veteran 17, Jakarta Pusat Telp: 343060
|
|
MOERDIONO
Setiap hari bertumpuk pekerjaan menanti jamahan tangannya. Tenang dan tidak tergopoh-gopoh, ia mempunyai resep khusus dalam menyelesaikan tugasnya. "Menghadapi suatu masalah harus mempunyai falsafah dasar," katanya. "Pekerjaan yang pokok didahulukan, agar tidak ruwet dan simpang siur."
Hal-hal prinsipiil ia tangani sendiri sekalipun ia memberi kepercayaan penuh kepada staf. Ia senang bila ada bawahannya yang berani memberikan sanggahan. Tetapi, "Bila keputusan sudah diambil, harus dilaksanakan dengan baik," ujarnya.
Moerdiono -- biasa dipanggil dengan Pak Moer -- seorang pekerja keras yang teliti dan disiplin. Tiba di kantor sebelum pukul 08.00, ia biasa bekerja sampai malam. Wajahnya tampak selalu segar seakan tidak pernah merasa lelah.
Menteri Muda/ Sekretaris Kabinet ini menempuh pendidikan administrasi di Lembaga Administrasi Negara (LAN), 1967. Sempat mengikuti wajib militer, ia kini berpangkat brigjen. Sejak awal zaman Orde Baru, ia bekerja di Sekretariat Negara mendampingi Sudharmono.
Tidak hanya duduk di belakang meja, ia juga sekali-sekali muncul memberikan ceramah. Dalam diskusi panel yang diselenggarakan Yayasan Pembangunan Pemuda Indonesia (YPPI), memperingati 19 tahun Supersemar dan Tritura, 1985, ia memperkenalkan istilah Manajemen Pancasila.
"Taylor merupakan bapak scientific management, sehingga manajemen modern disebut Taylorisme," katanya menjelaskan. Banyak negara menggunakan Taylorisme, yang disesuaikan dengan kondisi negara bersangkutan. Di Indonesia, Taylorisme dikembangkan dengan tetap berdiri di atas kepribadian, pandangan hidup, tradisi, dan budaya bangsa Indonesia. "Itulah yang saya maksud dengan Manajemen Pancasila," katanya.
Ia memberi contoh. Nilai sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat membimbing para pelaku administrasi menghindarkan perbuatan tercela. "Mereka bisa membohongi atasan, tetapi takut membohongi Tuhan," ujarnya. Apakah tidak terlalu utopis? "Menurut saya, malah realistis," katanya.
Pak Moer juga menginginkan adanya Kamus Istilah Pancasila. Atau, ensiklopedi populer, yang menjelaskan konsep politik, ekonomi, sosial budaya, hankam, berdasarkan Pancasila. Sebab, bila sudah ada pedoman mengenai istilah dan pengertian, tidak terjadi lagi penafsiran yang berbeda-beda.
Moerdiono dikenal ramah. Akrab dengan wartawan, tetapi ia kurang menyukai publikasi. Wartawan yang ingin mewawancarai ditolaknya dengan halus. "Saya tidak mengerti mengapa Anda mewawancarai saya," katanya.
Ia berpendapat, pembinaan aparatur dan birokrasi pemerintahan memerlukan waktu panjang. Setelah lama diabaikan, baru sejak 1967 diberi perhatian oleh pemerintah. Diawali perencanaan, kemudian pelaksanaan, kini sudah meningkat pada tahap pengawasan.
Di seluruh Indonesia ada 60 ribu proyek yang memerlukan 10 ribu pengawas dan sejuta jam kerja pengawasan. Tetapi komunikasi sulit, karena penduduk Indonesia berjumlah 165 juta dan negara yang terdiri dari ribuan pulau. Akibatnya, "Pemerintah tidak bisa cepat membina administrasi," kata Pak Moer.
Di tengah kesibukannya, ia menyempatkan diri bermain tenis. Pengagum Bjorn Borg dan Ivan Lendl ini juga menaruh perhatian pada olah raga tinju, bulu tangkis, dan sepak bola. Ketika Ellyas Pical memukul roboh Ju Do Chun, Mei 1985, dan seluruh pengunjung Istora spontan bangkit mengumandangkan Indonesia Raya, Pak Moer larut dalam rasa haru dan bangga. Bukan hanya karena lahirnya juara dunia dari Indonesia, "Ternyata, bibit semangat kebangsaan masih terdapat dalam masyarakat," katanya.
|