Nama : MOHAMAD SALEH BASARAH SURADININGRAT
Lahir : Tasikmalaya, Jawa Barat, 14 Agustus 1928
Agama : Islam
Pendidikan : - ELS (1942)
- SMP (1945)
- SMA (1950)
- Sekolah Penerbang, AS (1951)
- Sekolah Ilmu Siasat Angkatan Udara (1952)
- Kursus Instruktur Militer (1953)
- Sekolah Penerbang Lanjutan (1957)
- Kursus Staf Pertama (1962)
- Kursus Manajemen UI (1963)
- Seskoau (1965)
Karir : - Anggota TP Yon 400 Brigade 17/Siliwangi (1945-1949)
- Perwira Staf Umum MBAU (1951-1952)
- Navigator Skuadron 2/Halim PK (1952-1954)
- Instruktur Staf Kodik Halim PK (1954-1959)
- Penerbang Skuadron I/Abdurahman Saleh (1959-1960)
- Instruktur kemudian Komandan Skuadron D, dan penjabat Dan Wing Dik 001 Adisucipto (1960-1966)
- Direktur Operasi MBAU, merangkap Pangkodau V dan Pangkopasgat (1966-1968)
- Asop Panglima AURI (1969)
- KSAU (1973-1976)
- Dubes RI di Inggris (1978-1981)
- Anggota DPA (1983-sekarang) Ketua Umum PB Pertina (1974-sekarang)
- Ketua Komisi Litbang KONI Pusat (1983-sekarang)
Alamat Rumah : Jalan Subang 10, Jakarta Pusat
|
|
MOHAMAD SALEH BASARAH SURADININGRAT
Dulu, ia sering disebut "Petinju Pasar Malam". Berkeliling naik ring di Yogyakarta, Purwokerto, Malang, dan Cirebon. "Waktu itu umur saya sekitar 14 tahun," ujar Saleh Basarah mengenang.
Saleh kecil memang suka berkelahi dengan sesama teman. "Daripada main keroyokan dengan anak lain, lebih baik kamu ikut tinju. Rasakan sendiri nanti sakitnya dipukul orang," kata Saleh, menirukan ucapan ayahnya, Almarhum R. Basarah Suradiningrat, bekas jaksa di Bandung. Lalu, di zaman Jepang dan revolusi, ia belajar teknik bertinju dari tawanan berkebangsaan Inggris, yang dipanggilnya dengan nama Bill. Lepas dari Bill, guru tinjunya adalah Hasyim, yang sehari- harinya tukang jahit.
Bertubuh tegap dan atletis, dengan tinggi 178 cm dengan berat 79 kg, Saleh tadinya bercita-cita menjadi atlet. Malah, sewaktu di SMP, ia pernah mendapat Sertifikat Dasalomba pertandingan antarsekolah se-Jawa Barat. "Tapi, nyatanya, saya lebih dikenal sebagai petinju," katanya.Namun, jalan hidup anak ketiga dari 11 bersaudara itu menjurus ke arah lain. Lulus SMA, 1950, Saleh, bekas Tentara Pelajar Brigade XVII di Cirebon, mendaftar menjadi anggota Polisi dan TNI-AU. Diterima di Angkatan Udara, ia langsung dikirim ke sekolah penerbang di California, AS, dan lulus setahun kemudian. Di AS ia masih sempat mendalami teori tinju pada tiap Jumat dan Sabtu petang.
Sambil meniti karier militer sampai ke jenjang marsekal, Saleh Basarah tetap menaruh perhatian ke bidang tinju. Olah raga ini bisa memperbaiki watak seseorang. Anak-anak nakal yang diajak naik ring, misalnya, bisa dilatih menjadi manusia sportif dan menghargai lawan. "Hampir semua petinju bekas anak nakal," kata anggota Komisi Hankam di DPA itu. Ketika diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara, 1974, ia tetap merangkap jabatan Ketua Umum PB Pertina, organisasi tinju amatir Indonesia. Bahkan ketika ia menjadi duta besar di Inggris, PB Pertina tetap di bawah pengurusannya.
Dalam masa kepemimpinan Saleh Basarah, para petinju amatir Indonesia sempat berprestasi di arena Asia. Pada SEA Games 1977 di Kuala Lumpur, regu Indonesia meraih lima medali emas dan dua perunggu, sehingga menjadi juara umum. Beberapa kemenangan lain tercatat di Asian Games 1978, di SEA Games 1979, SEA Games 1981, dan SEA Games 1983.
Ia menggantung lukisan Amri Yahya di dinding rumahnya. Ayah lima anak ini menggemari olah raga golf, dan jogging. Ia juga menyenangi novel karangan Pandir Kelana. Kisah perjuangan seperti itu, katanya, "Harus dibaca oleh setiap remaja Indonesia," katanya.
|