Nama : MOHAMMAD SETIA AJI SASTROAMIDJOJO
Lahir : Selat Panjang, Riau, 1921
Agama : Islam
Pendidikan : - Europese Lagere School, Belitung
- Carpentier Alting Stichting (setingkat SLA sekarang), Jakarta
- Ika Daigaku, Jakarta
- Massachusetts Institute of Technology (MIT), Boston, AS (B.Sc., 1956)
- University of California Los Angeles (UCLA), AS (M.Sc., 1963)
- Doktor di Australian National University (1974)
Karir : - Dosen FIPIA/Biologi UGM
- Pemimpin Pusat Penelitian Penerapan Tenaga Matahari (PPPTM)
- Co-Editor International Journal of Solar Energy Materials
- Staf Ahli Lapan (1975 -- sekarang)
- Guru Besar FIPIA/Biologi UGM (sekarang)
Kegiatan Lain : - Ketua National Point of Contact Engineering Science, Asean
Karya : - General System Theory as Key to Understanding Wayang Purwo
Alamat Kantor : Kampus UGM, Bulaksumur, Yogyakarta Kantor PPPTM Jalan Sekip III, Yogyakarta
|
|
MOHAMMAD SETIA AJI SASTROAMIDJOJO
Kekasihnya adalah matahari. Untuk itu, berbagai literatur dan peralatan yang berhubungan dengan sang kekasih tergeletak di ruang kerjanya.
"Dulu saya dendam betul pada matahari," ujar Pak Seno, panggilan akrab Prof. Dr. M.S.A. Sastroamidjojo, pimpinan Pusat Penelitian Penerapan Tenaga Matahari (P3TM) UGM. Matahari itu galak, panas, dan menyiksa. Justru dendam itu yang menjadikannya penasaran. Pak Seno mulai intip sana, intip sini, dengan mata telanjang. "Busyet, pedih," katanya. Dengan kaca mata hitam, sama saja. Lalu ia mengambil kaca bening yang dioles jelaga pekat. "Oh, asyik juga, bagai lukisan surealis," serunya kemudian.
Itulah awal-awal bercumbunya dengan matahari. Sejak itu pengagum Leonardo da Vinci makin asyik. Kompor kertas, pengering tembakau, dan pemanas air di rumahnya adalah hasil usahanya. Pak Seno pernah punya gagasan membangun wisma surya, yang penerangan dan pengaturan udaranya mengandalkan panasnya sinar matahari. Masih di atas kertas tentu, karena, biasa, soal dana. "Dari kantung sendiri jelas tidak mungkin."
Tentu saja, Pak Seno tak menyia-nyiakan kesempatan, ketika Juni 1983, matahari mempertontonkan diri, bagaimana wujudnya jika bersembunyi di balik rembulan. Dalam gelap gerhana tengah hari itu, ia mencatat proses yang terjadi, mengamati perubahan benda lain selama gerhana dan juga mempelajari teori Einstein bahwa cahaya pun dapat dibelokkan. "Bagi saya, ini tantangan menarik untuk dilayani."
Lahir di Riau, 1921, tapi menikmati masa kecil di Belitung, semula mengidamkan profesi ayahnya: dokter. Setelah menyadari bahwa kemampuan ilmu faalnya jelek, dia baru mengalihkan minatnya ke fisika. Massachussetts Institute of Technology (MIT) dan University of California Los Angeles (UCLA) Amerika Serikat mengantarkannya menjadi master dalam bidang nuklir, sedangkan yang memberinya gelar doktor adalah Australian National University, dalam bidang fisika zat padat.
Satu lagi "prestasinya," dalam usia melewati setengah abad. Pak Seno nekat mendaftar menjadi astronaut Indonesia yang pertama, 1985, kendati gagal dalam seleksi. Dengan rambut gondrong memutih, ia tercatat sebagai pendaftar tertua. "Saya ingin memasuki hari tua dengan menyumbangkan sesuatu pada bangsa," tuturnya.
Kedua anaknya, buah perkawinannya dengan dr. Pustika, telah dewasa. Yang tertua, Seno Gumira Aji Dharma, dikenal sebagai penulis, dan menyukai cerita wayang, seperti Pak Seno juga. Bedanya, Pak Seno pernah menulis buku: General System Theory as Key to Understanding Wayang Purwo.
|